OJK: BPR Rentan Pencabutan Izin Operasional
Selasa, 12 Mei 2015 19:13 WIB
Denpasar (Antara Jatim) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sejumlah bank perkreditan rakyat (BPR) di Indonesia rentan mengalami pencabutan izin operasional karena memiliki peluang besar melakukan tindak pidana perbankan.
"Pada umumnya, kasus yang membelit pelaku usaha BPR yakni pemberian kredit fiktif dan proses pencairan dana nasabah yang tidak semestinya," kata Kepala Bagian Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Eggi Gilkar, pada Pendidikan Jurnalistik Keuangan OJK, di Denpasar, Selasa.
Namun, ungkap dia, permasalahan itu tidak akan terjadi ketika antara manajemen BPR dan pemilik usaha mempunyai komitmen kuat untuk mengutamakan kepentingan masyarakat. Tapi, mayoritas kasus selama ini mereka justru mementingkan keuntungannya.
"Biasanya, hal itu muncul karena pemilik BPR ingin cari untung sepihak sehingga manajemen BPR tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Berbeda ketika yang mau berniat buruk adalah manajemen karena pemilik BPR punya hak menggagalkan aksi mereka," ujarnya.
Di sisi lain, jelas dia, penyimpangan yang terjadi pada BPR juga dipicu kualitas sumber daya manusia. Bahkan, rentang aset BPR juga lebar mulai dari miliaran rupiah hingga ratusan miliar rupiah.
"Ada pula yang melebihi bank umum sehingga dominasi pemilik BPR kuat. Akibatnya, beberapa di antaranya menganggap bank itu sebagai milik pribadi,' katanya.
Meski begitu, tambah dia, dampak permasalahan BPR tidak besar. Oleh sebab itu, saat izin operasional BPR dicabut maka pengaruhnya tidak seperti terhadap penghentian bank umum.
"Hingga kini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencabut izin sebanyak 27 bank yang diduga melakukan tindak pidana perbankan. Dari jumlah itu mayoritas BPR," katanya.
Penyebabnya, kata dia, dari sisi jumlah maka BPR memiliki besaran juga lebih banyak atau 1.807 bank dibandingkan bank umum mencapai 119 bank di Indonesia. Dengan begitu, peluang mereka menjadi lebih besar.
"Sesuai data kami per Januari 2015, dari total BPR itu maka sebanyak 1.643 BPR konvensional dan 164 BPR syariah," katanya.
Ia melanjutkan, pencabutan izin BPR tidak hanya ramai saat ini mengingat sebelumnya banyak BPR yang ditutup karena melakukan tindak pidana perbankan. Namun, selama LPS berdiri hanya satu bank umum yang izinnya dicabut yakni Bank IFI.
"Padahal, pemerintah sudah ada upaya untuk meminimalkan hal itu misalnya penerapan standar Good Corporate Governance (GCG). Bahkan, persyaratan modal minimum yang dinaikkan menjadi Rp4 miliar,' katanya.(*)