Unair Ajak Masyarakat Kenali Indikasi "Spektrum Autisme"
Kamis, 13 Februari 2014 11:49 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengajak masyarakat ntuk mengenali "Spektrum Autisme" atau "Autism Spectrum Disorder" (ASD) yang dilansir WHO pada tahun 2013 terdapat 112.000 anak usia 5-19 tahun yang terindikasi ASD.
"Di Indonesia belum ada data pasti, tapi orang tua selama ini baru membawa anaknya ke dokter atau ahli lainnya saat si anak terlambat berbicara tanpa tahu apakah anak tersebut terindikasi ASD atau tidak," kata Dekan Fakultas Psikologi Unair Dr Seger Handoyo di Surabaya, Kamis.
Oleh karena itu, pihaknya merayakan Peringatan 31 Tahun Pendidikan Psikologi Unair dengan mengadakan seminar bertajuk "Memahami Profil dan Karakteristik Anak dengan Spektrum Autisme" sebagai komitmen Fakultas Psikologi Unair dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
"Jika pengetahuan orang tua dan guru tentang ASD cukup, maka mereka akan mampu mengidentifikasikan dan mengintervensi secara dini anak-anak yang diindikasikan menderita ASD," katanya.
Didampingi Kepala Humas Unair, Dr MG Bagus A. Putra, ia menjelaskan tiga dosen Fakultas Psikologi Unair yang telah mendapatkan pelatihan tentang Identifikasi dan Intervensi Dini Autisme di Autism Association of Western Australia menjadi pembicara dalam seminar pada Rabu (12/2) itu.
Ketiganya adalah Margaretha MSc, Muryantinah Mulyo Handayani M.Psych, dan Pramesti Pradna P. MPsych. Mereka berbicara di hadapan mahasiswa dan dekan Fakultas Psikologi se-Surabaya, Dinas Pendidikan Surabaya, sekolah-sekolah, dan juga alumni Kelas Bunda PAUD Unair.
"Ketiga pembicara mengajak masyarakat untuk menyamakan persepsi tentang ASD dan meluruskan berbagai mitos yang selama ini ada di tengah-tengah masyarakat. Diakui atau tidak, hingga kini pemahaman masyarakat terhadap ASD masih kurang," katanya.
Margaretha memberikan deskripsi Autisme sebagai gangguan perkembangan pada otak yang menyebabkan kesulitan perkembangan, terutama bahasa dan komunikasi sosial serta respons terhadap lingkungan secara tepat.
"Pada awal perkembangannya, ASD terbagi menjadi tiga gejala, antara lain hambatan komunikasi, hambatan interaksi sosial, dan minat yang terbatas serta perilaku repetitif. Namun, kini gejala ASD juga dilihat dari sisi klinis dan ada penyempurnaan definisi gejala ASD," kata Margaretha.
Selain itu, ada beberapa mitos seputar ASD yang berkembang di masyarakat, antara lain ASD disebabkan oleh ibu yang tidak "hangat" kepada anak, vaksinasi, banyak anak ASD yang memiliki kemampuan "savant" yang luar biasa, ASD dapat sembuh saat dewasa, diet dapat menghilangkan semua gejala ASD, dan ASD banyak dialami oleh anak laki-laki dikarenakan oleh kromosom Y.
"Hingga kini masih belum ditemukan penyebab tunggal dalam ASD, sehingga masyarakat seharusnya tidak begitu saja percaya pada mitos yang berkembang tentang ASD," katanya. (*)