Legislatif: Pemerintah Belum Prioritaskan Kebijakan Kesehatan Mental
Jumat, 31 Mei 2013 20:05 WIB
Kediri (Antara Jatim) - Anggota Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf menilai pemerintah belum memprioritaskan kesehatan yang berfokus pada mental.
"Banyak dimensi untuk memprioritaskan kebijakan yang berpihak pada kesehatan mental. Bencana alam, misalnya, secara teori 10 persen warga bisa mengalami gangguan jiwa," katanya ditemui dalam acara sosialisasi tentang Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa di kantor Pemerintah Kabupaten Kediri, Jumat.
Ia mengatakan, kasus warga yang terkena gangguan mental cukup besar. Di Jatim saja, tercatat sekitar 335 ribu warga yang mengalami gangguan mental. Padahal, jumlah warga di Jatim cukup besar mencapai 37 juta jiwa.
Pihaknya menyebut, di masyarakat fenomena bencana sosial gangguan mental ini cukup besar. Misalnya, adanya fenomena pembunuhan, tawuran di kalangan pelajar ataupun masyarakat yang sampai merenggut korban jiwa. Beberapa kejadian itu bisa dikatakan sebaga gangguan mental, tapi dengan tingkat yang berbeda.
Saat ini, ia dengan komisi IX lainnya sedang membuat Rancangan UU tentang Kesehatan Jiwa. Isi dari UU tersebut di antaranya mengatur tentang kewajiban negara untuk memberikan kesehatan bukan hanya secara fisik melainkan mental spiritual, sampai sosial.
Selain itu, di dalam UU tersebut juga akan mencakup tentang pelayanan kesehatan yang diberikan pada petugas medis sampai masalah anggaran.
Nova menyebut, anggaran untuk mereka yang menderita gangguan mental masih sangat minim. Harusnya, anggaran minimal untuk gangguan mental mencapai 5 persen dari total anggaran kesehatan, tapi saat ini masih 1 persen.
"Pemerintah harusnya menganggarkan minimal 5 persen dari total anggaran kesehatan, tapi saat ini masih 1 persen. Kesehatan mental itu sangat krusial," ucapnya.
Ia juga mengatakan, sampai saat ini banyak keluarga terutama warga miskin yang belum bisa memanfaatkan kartu itu untuk mengobatkan keluarganya yang menderita sakit mental. Padahal, kartu jaminan kesehatan seperti Jamkesmas pun bisa dimanfaatkan.
"Dari data yang diterima hanya 10 persen pasien gangguan jiwa yang berobat dengan fasilitas kesehatan jiwa, sementara sisanya 90 persen tidak tahu," jelasnya.
Ia berharap dengan UU itu, masyarakat bisa lebih terbuka. Mereka juga lebih mengetahui untuk memperlakukan anggota keluarga mereka yang menderita gangguan mental, misalnya yang sampai memasung anggota badan mereka yang sakit, untuk lebih memperlakukannya secara manusiawi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Adi Laksono menyambut baik rancangan UU tersebut. Ia juga rutin komunikasi dan melakukan kerja sama dengan pengelola di Rumah Sakit Jiwa Lawang, Malang.
"Sudah cukup baik kami bekerja sama. Dua bulan lalu, kami kerja sama dan kami juga diberi obat-obatan untuk jangka panjang," kata Adi.
Ia berharap, rancangan UU ini bisa terealisasi dan segera diputuskan. Dengan itu, dalam melakukan kegiatan akan ada payung hukum lebih tegas. (*)