BNPB Miliki Peta Rawan Bencana 33 Provinsi
Rabu, 3 April 2013 19:15 WIB
Surabaya - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat ini telah memiliki peta rawan bencana pada 33 provinsi se-Indonesia, namun peta itu saat ini masih belum selesai dijabarkan menjadi peta rawan kabupaten/kota se-Indonesia.
"Kami telah menyelesaikan peta rawan bencana pada 33 provinsi di Indonesia. Saat ini, peta itu mulai dijabarkan menjadi peta rawan bencana di tingkat kabupaten/kota," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Ir Sugeng Triutomo DESS di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu dalam workshop "Pengantar Pemetaan Risiko Bencana" di Gedung Rektorat ITS yang menampilkan pembicara lain, yakni Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Dr Amien Widodo MS.
"Hingga kini, peta rawan bencana tingkat kabupaten/kota masih rampung untuk 32-33 dari ratusan kabupaten/kota di Indonesia," katanya dalam workshop yang dihadiri sejumlah perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah kabupaten/kota se-Jawa Timur itu.
Untuk memudahkan sosialisasi peta rawan bencana di masing-masing daerah, pria kelahiran Banyuwangi pada 1953 itu mengimbau untuk tidak melupakan kearifan lokal dari daerah tersebut, baik dari kultur yang ada atau pun tokoh masyarakat setempat yang harus diajak berintegrasi.
"Cobalan ilmiahkan kearifan lokal yang ada, karena beberapa kearifan lokal tersebut ternyata memang ada benarnya bila ditilik secara kajian ilmiah dalam menghadapi bencana," kata alumni Ilmu Tanah UGM Yogyakarta itu.
Menurut dia, peta rawan bencana itu penting untuk membantu meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya bencana tersebut, sehingga antisipasi dapat dilakukan tanpa menunggu bencana datang dulu.
"Bencana tidak terjadi begitu saja, tapi diawali dengan adanya bahaya dan kerentanan dari segala aspek di suatu daerah yang akhirnya menyebabkan terjadinya suatu risiko. Setelah ada pemicu, barulah akhirnya terjadi sebuah bencana di suatu wilayah," katanya.
Sementara itu, pembicara lain Dr Amien Widodo MS dari PSKBPI ITS mengungkap rencana pemerintan pada tahun 2013 untuk membangun sejumlah bangunan "shelter" untuk menampung para korban bencana tsunami secara serentak di sejumlah wilayah.
"Di Jawa Timur sendiri akan dibangun sebanyak empat shelter yang tersebar di pesisir pantai selatan yang dinilai paling rawan terjadi tsunami. Dengan begitu, kita akan mampu mengantisipasi bencana yang sering dianggap sebagai musibah dan akhirnya tak diantisipasi," katanya.
Sebelumnya (2/4), Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya menanamkan pendidikan ruang terbuka hijau (RTH) sejak dini melalui pelatihan merencanakan, merancang dan memelihara infrastruktur RTH dan sanitasi permukiman.
"Tingginya tingkat polusi saat ini, terutama di daerah perkotaan, membutuhkan adanya RTH yang memadai untuk menyerap polusi itu, karena itu pendidikan 'virus' RTH sejak dini itu penting," kata dosen Teknik Lingkungan ITS Alia Damayanti ST MT PhD.
Dalam paparannya, ia memberikan sejumlah trik memilih tanaman yang baik untuk RTH berdasarkan beberapa pertimbangan, agar tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan muncul, di antaranya pertimbangan aspek hortikultural dalam pemilihan jenis tanaman, dan aspek arsitektural dan artistik visual guna menunjang estetika urban design.
Lain halnya dengan pemateri lain yang juga guru besar Teknik Lingkungan ITS Prof Dr Ir Sarwoko Mangkoedihardjo MScES. Ia menyarakan lahan untuk RTH di kota Surabaya sebaiknya dipilih yang menyebar dari utara ke selatan.
"Hal itu berkaitan dengan arah angin di Surabaya yang kebanyakan bertiup dari barat ke timur, sehingga RTH yang ada akan memfilter segala sesuatu (polusi) yang terbawa oleh angin guna menetralkan udara di sekitarnya," katanya. (*)