Anggota DPR RI Danang Wicaksana Sulistya menilai usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto dan Presiden Ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur adalah bentuk penghormatan terhadap perjuangan mereka.
Menurut dia, berbagai pihak tidak boleh menutup mata akan perjuangan yang dilakukan oleh dua sosok hanya karena perbedaan pandangan politik. Dia menilai hal itu juga harus dilihat sebagai upaya bangsa untuk menghargai kontribusi nyata mereka terhadap kemajuan Indonesia.
“Kita perlu bersikap objektif dan adil dalam menilai sejarah. Semua pemimpin memiliki sisi positif yang layak diapresiasi," kata Danang di Jakarta, Minggu.
Dia menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur merupakan bentuk penghormatan negara terhadap dedikasi dan pengabdian mereka dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Dia menjelaskan Soeharto telah memimpin Indonesia lebih dari tiga dekade dan membawa banyak kemajuan di sektor ekonomi dan infrastruktur. Sedangkan Gus Dur menjadi simbol kebebasan dan kemanusiaan, yang mengajarkan pentingnya keberagaman.
Untuk itu, dia menyebut bahwa pengakuan terhadap jasa kedua tokoh ini tidak boleh dilihat dari sisi politik semata.
"Dalam filosofi leluhur, ada istilah mikul dhuwur mendhem jero (menjunjung tinggi martabat, kebaikan, dan kehormatan leluhur/pendahulu)," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Sosial mengusulkan sebanyak 40 nama tokoh untuk mendapat gelar pahlawan nasional, termasuk aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah.
Selain Marsinah, Presiden RI Ke-2 Soeharto dan Presiden RI Ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta tokoh lain yang diusulkan, antara lain ulama asal Bangkalan Syaikhona Muhammad Kholil; Rais Aam PBNU K.H. Bisri Syansuri; K.H. Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang; Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan; serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin dari Jakarta (mantan Gubernur Jakarta).
Editor : Abdullah Rifai
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025