Bojonegoro - Kepala Dinas Perindustrian dan Perikanan (Disperin) Bojonegoro, Jawa Timur, Tukiwan Yusa menyatakan, naiknya harga sapi di wilayahnya tidak merugikan peternak, tapi mengurangi keuntungan pedagang penjual daging sapi. "Kenaikan harga sapi di peternak masih dalam batas kewajaran, tapi merugikan pedagang penjual daging sapi, sebab keuntungannya berkurang," katanya, Kamis. Ia menjelaskan saat ini biaya produksi sapi mencapai Rp31 ribu/kilogram, sedangkan harga daging sapi hidup di pasaran mencapai Rp33 ribu/kilogram. "Kenaikan harga sapi dipicu meningkatnya biaya produksi, sebab pakan ternak juga mahal, baik dedak juga jerami," ujarnya. Oleh karena itu, ia menilai, kenaikan harga sapi di peternak masih dalam batas kewajaran, sebab biaya produksi sapi juga meningkat. Ia menolak pendapat naiknya harga sapi termasuk harga daging sapi yang semula Rp70 ribu/kilogram, menjadi Rp80 ribu/kilogram, yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, karena populasi sapi di masyarakat menyusut drastis. "Populasi sapi di Bojonegoro masih mencukupi, dibandingkan dengan jumlah kebutuhan sapi untuk konsumsi masyarakat," katanya, menegaskan. Sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011, jelasnya, populasi sapi di wilayahnya baik jantan maupun betina, mencapai 196 ribu ekor sapi. Padahal, lanjutnya, kebutuhan sapi di daerah setempat yang disembelih untuk konsumsi masyarakat hanya 7.300 ekor sapi/tahunnya, belum termasuk yang dikirim ke luar daerah. Bahkan ia juga memberikan perhitungan kasar, kalau saja populasi sapi di wilayahnya itu ada sekitar 40 persen yang sapi jantan berarti stok sapi yang bisa disembelih untuk dijual dagingnya masih cukup banyak. Mengenai jagal yang melakukan penyembelihan sapi betina, ia menegaskan, sesuai ketentuan penyembelihan sapi betina yang produktif dilarang. "Untuk mencegah terjadinya penyembelihan sapi betina tanggung jawab kita, juga termasuk jagal sapi," ucapnya, menambahkan. (*).

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012