Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya menilai berulangnya kasus kekerasan jurnalis menunjukkan penegakan hukum dalam kasus itu tidak pernah tuntas.
"Kekerasan yang dialami fotografer Sumatra Ekspres, Kris Samiadji, yang dilakukan oleh anggota TNI AU saat melaksanakan tugas jurnalistiknya itu menambah jumlah kasus kekerasan jurnalis," kata Direktur LBH Pers Surabaya Athoillah di Surabaya, Kamis.
Informasi yang diterima LBH Pers Surabata menyebutkan kasus itu terjadi saat Kris Samiadji dan sejumlah wartawan lain sedang meliput warga yang menutup jalan saat aparat TNI AU hendak melakukan penggusuran.
Namun, secara tiba-tiba, sejumlah anggota TNI AU mengejar Kris dan memukuli serta berusaha mengambil kameranya di lokasi sekitar kawasan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang.
Sebelum kejadian tersebut, kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan aparat keamanan juga terjadi di Riau (pelaku anggota TNI AU) dan di Padang (pelaku anggota TNI AL).
Di Jawa Timur, kekerasan oleh aparat keamanan kepada wartawan juga terjadi saat sejumlah wartawan meliput pawai Falun Gong di Balai Kota Surabaya, namun proses hukum atas kasus itu tidak jelas ujung pangkalnya.
Selain itu, pada tahun 2011, aparat Kepolisian dan TNI terlibat secara langsung dalam pelarangan pemutaran rekaman pentas Opera Tan Malaka yang akan disiarkan oleh Batu TV dan KSTV Kediri.
"Banyaknya kasus kekerasan terhadap jurnalis itu disebabkan tidak seriusnya upaya penegakan hukum. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi tidak ditangani dalam prosedur hukum yang benar dan profesional," katanya.
Akibatnya, kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan aktivitas jurnalistiknya berakhir dengan impunitas.
"Pada level internasional, impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia mengakibatkan menurunkan peringkat kemerdekaan pers di Indonesia dari 117 pada tahun 2011 menjadi 146 pada 2012," katanya.
Turunnya peringkat Indonesia versi World Press Index 2012 yang dikeluarkan oleh "Reporters Without Borders" itu erat kaitannya dengan banyaknya kekerasan dan upaya menghalang-halangi kemerdekaan pers di Indonesia serta kurangnya penegakan hukum.
Terkait kasus di Palembang itu, pihaknya menuntut adanya proses hukum atas seluruh tindak kekerasan dan upaya menghalang-halangi aktivitas jurnalistik itu merupakan pelanggaran terhadap jaminan kemerdekaan pers yang diatur dalam UU Nomor 40/1999 tentang Pers.
"Kami mendesak juga pimpinan TNI agar mengambil langkah efektif guna memastikan adanya kontrol yang efektif bagi prajurit agar tidak melakukan tindakan kekerasan dan menghalang-halangi tugas jurnalis," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012