Surabaya - Direktur Surabaya Heritage Society Freddy Handoko Istanto menyatakan banyak bangunan kuno di Kota Surabaya yang belum menjadi bangunan cagar budaya mulai dilirik investor untuk diubah menjadi gedung modern. "Banyak pengusaha yang incar bangunan kuno di Surabaya. Jika ini tidak segera di antisipasi oleh pemkot, maka identitas Surabaya sebagai kota pusaka akan hilang," kata Freddy, di Surabaya, Rabu. Menurut dia, salah satu bangunan kuno peninggalan zaman Belanda yang saat ini diincar investor atau pengusaha adalah Hotel Sahabat di Genteng Kali. Sedangkan ada lima bangunan rumah tua di Jalan Gubeng dan Sumatera yang sudah dibeli oleh investor. Bangunan-bangunan tersebut, lanjut dia, akan bongkar total dan akan dijadikan bangunan modern dengan meninggalkan bentuk keaslian bangunan. "Mangkanya ini yang selama ini membuat saya resah," katanya. Mestinya, lanjut dia, dengan banyaknya bangunan kuno yang tidak terawat tersebut, Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata cepat tanggap baik dengan cara memberi bantuan biaya perawatan bagi pemilik gedung, menyewa maupun membelinya. "Gedung Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) di Jalan Darmokali dulunya sempat diincar juga oleh investor. Tapi untung kemudian bangunan itu dijadikan bangunan cagar budaya," katanya. Dalam hal ini, lanjut dia, Pemkot Surabaya selalu kalah cepat dengan investor. Selama ini, pemkot hanya bergerak ketika ada investor yang akan membeli bangunan kuno bersejarah. "Mestinya jauh-jauh hari, pemkot sudah mengantisipasinya dengan menginventarisasi bangunan-bangunan tua mana saja yang bisa dijadikan bangunan cagar budaya," katanya. Hal ini perlu dilakukan agar identitas Surabaya sebagai Kota Pahlawan tetap terjaga. "Seperti halnya Kota Yogjakarta dan Surakarta yang kental dengan budaya Jawanya, tapi di Surabaya saya tidak merasakan hal itu," katanya. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan ihtiar mengelola "heritage" (warisan budaya) di Kota Pahlawan itu cukup berat tantangannya. "Mengelola heritage itu cukup berat karena ada kepentingan ekonomi, masyarakat, dan kepentingan melestarikannya," katanya. Menurut dia, adanya beberapa kepentingan tersebut membuat pengelolaan bangunan cagar budaya di Surabaya menjadi tersendat, karena jika memprioritaskan kepentingan ekonomi, maka itu akan berbenturan dengan kepentingan masyarakat dan keinginan Pemkot untuk melestarikan bangunan cagar budaya. Risma mengatakan, tidak semua bangunan tua bisa dimasukkan dalam cagar budaya. Hal itu dikarenakan bangunan bisa dikatakan cagar budaya jika memenuhi aspek sejarah, arsitektur, dan "image" atau citra dari Kota Surabaya. Namun demikian, lanjut dia, Pemkot Surabaya sudah melakukan upaya dalam melestarikan bangun bersejarah di Surabaya seperti halnya bangunan tua di sekitar Ampel atau kawasan Arab. Selain itu, ia menambahkan untuk mempermudah melakukan konservasi bangunan-bangunan cagar budaya yang dimiliki perorangan. Pemkot Surabaya memberikan intensif, seperti memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). "Masyarakat akan diberi insentif seperti PBB 50 persen, sedangkan kalau mau bangun rumah tua itu akan diberi kemudahan dalam mengusus izin, seperti renovasi dan lainya," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012