Adalah Museum seni "House of Sampoerna" (HoS) dan Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya (KiBaS) yang merayakan Hari Batik Nasional 2 Oktober dengan menilik misteri di balik motif batik. Ada misteri di balik motif batik? Untuk menilik misteri itulah, HoS dan KiBaS yang didukung Jamu Iboe memamerkan 30 kain batik bermotif Kawung dan Gringsing di Galeri Seni HoS Surabaya pada 28 September-4 November 2012. Tidak hanya itu, pameran itu juga dimeriahkan dengan pelatihan batik (6/10), diskusi pewarna herbal untuk batik (13/10), diskusi misteri Batik Gringsing (20/10), dan Trip to Batik Center di Tanjungbumi, Bangkalan, Madura (27/10). Ya, pameran batik selama satu bulan lebih di Surabaya itu diakhiri dengan menilik misteri di Batik Center, Tanjungbumi, Bangkalan, Madura, yang dijadwalkan pada 27 Oktober 2012. "Kita mengangkat Gringsing dan Kawung, karena motif itulah yang tergolong kuno dan tersebar di Tuban, Trenggalek, Sidoarjo, Madura, Banyuwangi," ucap Ketua KiBaS, Lintu Tulistyantoro. Di sela-sela persiapan pameran itu di HoS Surabaya (26/9), ia menjelaskan Batik Gringsing itu lebih bersifat ritual, sedangkan Batik Kawung lebih menggambarkan status pemakainya. Misalnya, Gringsing Paled di Tuban yang diyakini mampu menyembuhkan sakit, atau Gringsing Moto Iwak di Tuban yang diyakini mampu mendatang ikan bila diletakkan di kapal nelayan. Didampingi Manajer Museum HoS Rani Anggraini, dosen Desain Interior Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya itu mengatakan Batik Kawung menunjukkan status sosial pemakainya, apakah ningkrat, pejabat, tokoh masyarakat, atau masyarakat awam, namun intinya merujuk pada keseimbangan kehidupan. "Kami berharap melalui pengenalan filosofi di balik batik akan mengedukasi masyarakat, sehingga kepedulian masyarakat terhadap batik khas Jawa Timur akan lebih meningkat, apalagi kami juga mengadakan pelatihan dan diskusi untuk lebih memasyarakatkan batik," paparnya. Dalam pameran yang didominasi Batik Gringsing itu antara lain dipamerkan Batik Gringsing Gedok (Tuban), Kawung Rambut dan Kawung Beton (Sidoarjo), Gringsing Klusu (Trenggalek), Kawung Banyuwangi, dan Gringsing Wer Ower (Tuban). Selain itu, Gringsing Ter Oter (Madura), Sesse Bulu Mata Tanjungbumi (Bangkalan), Sesse Pamekasan, Kerang-kerangan Sabut Tanjungbumi (Bangkalan), Cacah Gori (Tuban), Sisik (Sidoarjo). Agaknya, misteri batik menjadi lengkap dengan kehadiran Sanggar Batik "Rumpoko Mulyo" Gresik, yang dipimpin Anang Samsu Arifin. Ia mengenalkan batik kuno yang menggunakan warna alam. "Pewarnaan alam tertua adalah Indigo (biru) dan Kesumba (merah) yang dikenalkan Belanda kepada masyarakat Indonesia," tukasnya. Kedua pewarna alam itu merupakan pewarna tua yang dimanfaatkan untuk batik, tentunya pewarna alam itu perlu diikat melalui fiksasi agar tidak luntur. "Cara fiksasi adalah warna yang ada dikunci dengan tawas, air kapur, atau batu ijo (E2SO4)," tuturrnya. Ia mencontohkan tanaman untuk pewarna alam pada batik antara lain kesumba, trenguli, ulin, jalawe, nilai, kembang teleng, bawang merah, mahoni, jambe/pinang, gambir, jambu biji, pulutan, kepel, srigading, mangga, andong, alpukat, dan sebagainya. Setelah menyaksikan misteri Batik Gringsing dan Kawung serta pewarna alami untuk batik, maka pengunjung pameran dapat mengikuti "Trip to Batik Centre" di Tanjungbumi, Bangkalan, Madura, yang diagendakan pada 27 Oktober 2012. Sentra batik itu terletak 50 kilometer sebelah utara kota Bangkalan dan dapat ditempuh dengan mobil pribadi selama 45-60 menit. Namun, jika Anda menggunakan angkutan umum, dari kota Bangkalan ke Tanjung Bumi cukup merogoh kocek Rp8.000 hingga Rp10.000 sudah tiba di perkampungan batik Tanjung Bumi. Ya, misteri di balik batik yang menjadi tradisi berbusana dan dipadu dengan warna alam agaknya menegaskan bahwa Batik Indonesia itu ada filosofinya, bukan sekadar busana yang asal pakai tanpa maksud !. "Kalau filosofi itu benar-benar kita tilik, maka Batik Indonesia sebenarnya bisa mendunia, kendati pemerintah belum sepenuhnya memanfaatkan momentum itu untuk menjadikan batik sebagai 'trend' global," ungkap Lintu. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012