Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Syamsul Lussa mengatakan, rencana konglomerat media Korea Selatan membeli jaringan bioskop modern Blitz Megaplex perlu dikaji ulang karena termasuk dalam investasi negatif. Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, ia mengatakan, rencana itu melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010 dimana tercantum daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. "Berdasarkan keputusan itu, bioskop menjadi salah satu jenis usaha yang termasuk dalam investasi negatif di Indonesia dengan mencabut bidang usaha distribusi film (ekspor, impor, dan pengedaran)," katanya sehubungan dengan rencana pembelian jaringan bioskop modern tersebut. Disebutkan pihak yang berencana membeli Blitz Megaplex itu adalah CJ CGV, konglomerat yang bergerak di multibisnis seperti makanan, biofarma, logistik, hiburan, musik, media, dan distribusi film. Menurut informasi, sebelum dilirik investor Korea Selatan, Blitz sempat ditawarkan kepada Chaerul Tanjung (CT), namun pengusaha media pemilik CT Corporation tersebut menyatakan belum berniat membeli Blitz. Tidak beda dengan CT Corporations, Corporate Secretary PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) Arya Sinulingga mengaku pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengakuisisi PT Graha Layar Prima, pengelola jaringan bioskop Blitzmegaplex. Bahkan, perseroan belum terpikir untuk memasuki bisnis layar lebar di Tanah Air. "Belum ada rencana (akuisisi Blitzmegaplex), jadi kami belum bisa komentar apa-apa. Sampai saat ini belum ada," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012