(Oleh Masuki M Astro) - Dakwah selalu diidentikkan dengan penyampaian ajaran Islam lewat kata-kata di forum-forum pengajian atau di tempat-tempat ibadah. Padahal Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah lewat berbagai media yang hasilnya juga tak kalah efektif dibandingkan dengan kata-kata, yakni "bilhal" atau perbuatan, khususnya perdagangan. Jalan itu yang dipilih oleh KH Muhammad Yasin alias Gus Yasin, salah seorang pengasuh di Pesantren Al Qurthuby, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso, Jatim. "Dakwah secara umum sudah banyak dilakukan oleh para tokoh, tapi dakwah lewat perdagangan ini yang masih terbilang jarang disentuh bahkan diabaikan. Padahal Nabi dulu juga berdagang dan itu bagian dari dakwah beliau," katanya. Lewat bisnis, Gus Yasin yang kini dipilih menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Jatim ini, mengajarkan bagaimana berperilaku jujur secara langsung, bukan hanya kata-kata. Kejujuran adalah landasan utama yang diajarkan oleh Rasulullah dalam menjalankan bisnis. "Rasulullah juga mengajarkan bagaimana memanaj bisnis dengan baik. Inilah yang kami ajarkan juga dalam bisnis di kalangan santri," kata alumni Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang ini. Lelaki asal Jawa Tengah yang aktif berbisnis mulai dari buku, karpet, pakaian sejak di pesantren itu mengemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia yang disebarkan oleh para wali itu juga menggunakan media bisnis. "Ini yang selama ini sangat jarang disentuh oleh dunia pesantren, sehingga ilmu santri ketika keluar dari pesantren banyak yang tidak dimanfaatkan maksimal. Coba, berapa santri yang keluar dari pesantren kemudian menjadi kiai? Paling hanya yang anaknya kiai saja atau menjadi menantunya kiai," ucapnya, tertawa. Ia mengemukakan lewat kiprahnya ini, termasuk di HIPSI diharapkan kalangan santri lebih berdaya, sehingga tidak ada kesan lagi bahwa seorang santri hanya bertugas mengimami shalat atau memimpin doa. Agar menjadi contoh yang baik, selain mengajarkan kepada santri untuk memiliki jiwa entrepreneur, ia sendiri juga aktif berbisnis di berbagai bidang, terutama agrobisnis. Para santri Al Qurthuby yang umumnya berasal dari keluarga tidak mampu, tidak dibiarkan terlena dengan subsidi biaya dari pesantren. Mereka digugah mengenai berbagai potensinya untuk menjadi pengusaha, sebagaimana juga dilakukan oleh Rasulullah. Santri di Pesantren Al Qurthuby yang didirikan oleh almarhum KH Moch Qurtubi Zein ini diajarkan bisnis sesuai minatnya masing-masing. Ada yang di pertanian, peternakan, atau pertokoan yang di lokasi pondok didirikan toko swalayan untuk tempat praktik sekaligus. "Alhamdulillah, orang tua santri di sini sangat senang anak-anaknya diajari berusaha sehingga selulus dari pondok tidak bingung mencari pekerjaan. Mereka kami ajari berbisnis dengan landasan berbuat baik kepada sesama, terutama lewat zakat dan sedekah. Kami tanamkan juga jiwa kedermawanan," katanya. Ia menceritakan bahwa almarhum KH Qurtubi sendiri semasa hidupnya juga dikenal sebagai kiai yang memiliki banyak usaha, terutama di bidang pertanian. Pesantren yang berdiri pada 2006 itu kini memiliki 300-an santri yang 200 di antaranya menetap di lokasi pondok. Saat ini pondok yang juga memiliki usaha klinik kesehatan tersebut dilengkapi lembaga pendidikan PAUD hingga SMA. Seiring kiprahnya di HIPSI, Gus Yasin berharap agar para santri dibangunkan kemampuannya untuk berdakwah lewat bisnis. HIPSI sendiri memiliki program mencetak sejuta santri pengusaha di Indonesia. "Lewat HIPSI kami ingin mengubah pola pikir tentang santri yang selama ini hanya diidentikkan dengan pintar mengaji, tukang mengimami shalat dan lainnya. Santri harus berdaya secara ekonomi," paparnya. Ia mengemukakan bahwa lewat wirausaha, umat diajak berihtiar untuk menyeimbangkan diri antara dunia dan akhirat. Kalau hanya urusan akhirat terus, dikatakannya kurang baik juga dan sebaliknya, kalau urusan dunia terus maka akan menjadi "panas". Gus Yasin, mengemukakan bahwa HIPSI yang didirikan di Pesantren Al-Yasini, Pasuruan, ini juga sudah dideklarasikan di sejumlah daerah, seperti Jateng, Kalimantan dan Palembang. Sejumlah provinsi lain juga akan menyusul untuk pendiriannya. "Saat deklarasi di Al-Yasini ada sekitar 40 santri yang kami cuci otaknya agar memiliki jiwa wirausaha. Kami datangkan mentor-mentor yang berpengalaman, dari Jakarta dan Surabaya untuk membimbing para santri itu," katanya. Di Bondowoso sendiri, pihaknya sudah mengumpulkan 300-an santri dari berbagai pesantren yang dididik memiliki jiwa wirausaha. Diharapkan mereka setelah lulus dari pesantren, tidak lagi bingung mencari kerja, melainkan justru bisa membuka lapangan pekerjaan. Menurut dia, HIPSI yang berada di bawah "Rabithah Ma'ahid Islamiah" (RMI) atau organisasi pondok pesantren di bawah NU itu memiliki misi menjadi wadah pengembangan pendidikan wirausaha santri yang mandiri. "Selain itu juga menjadi institusi pendidikan nonformal berkualitas yang bukan menciptakan calon pencari kerja, tapi kader pesantren yang mampu menciptakan peluang pekerjaan dan menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin serta menciptakan pengusaha baru kreatif dan inovatif," katanya. Misi lainnya adalah menyinergikan kekuatan ekonomi santri di seluruh Indonesia serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sementara itu pendiri komunitas Internet Cerdas Indonesia (ICI) Rahmat Saputra yang banyak mendidik masyarakat memanfaatkan internet untuk bisnis mengemukakan bahwa para santri memiliki potensi untuk berjiwa entrepreneur. Apalagi saat di pesantren mereka sudah dididik untuk selalu mandiri. Karenanya, alumni pesantren Salafiyah Assyafiiyah, Asembagus, Situbondo, ini mengapresiasi langkah Gus Yasin dan HIPSI. Diharapkan gerakan ini menjadi titik awal kebangkitan umat Islam di masa mendatang. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012