Bojonegoro - Perajin tempe di Bojonegoro, Jatim, mengurangi produksinya hingga mencapai 50 persen karena naiknya harga kedelai menjadi Rp7.200 per kilogram dari sebelumnya Rp5.200 per kilogram. Anggota Dewan Pengawas Primer Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) Bojonegoro, Rusdi, Rabu, mengatakan, harga kedelai cenderung meningkat sejak dua bulan lalu, dari Rp5.200 per kilogram, menjadi Rp6.000 per kilogram. Memasuki puasa, lanjutnya, harga kedelai masih naik menjadi Rp7.000 per kilogram dan saat ini naik menjadi Rp7.200 per kilogram. "Sebagian besar perajin tempe mengurangi produksinya, tapi ada sebagian lainnya yang berhenti berproduksi," katanya menjelaskan dampak naiknya harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dan tahu. Ia mengemukakan, perajin tempe mengurangi produksi tempenya, sekaligus mempercil penjualan tempenya untuk mensiasati agar tetap bisa berproduksi. Ia mencontohkan, dirinya yang juga perajin tempe, biasanya memproduksi tempe sebanyak 70 kilogram per hari, memasuki puasa dikurangi hanya 60 kilogram. Dengan pengurangan itu, harga jual tempe tetap, tapi besarnya dikurangi, dengan alasan agar pembeli tetap bersedia membeli tempe. "Keuntungan menjadi berkurang, kalau biasanya misalnya per kilogram memperoleh keuntungan Rp2.500, kalau sekarang bisa Rp1.000 sudah bagus," katanya. Primkopti, menurut dia, dengan jumlah anggota 133 perajin tahu dan tempe di daerah setempat, tidak bisa berbuat banyak menghadapi naiknya harga kedelai. "Kalau harapan para perajin tahu dan tempe, hanya menunggu harga kedelai turun kembali, sebab kedelai lokal juga sama sekali tidak pernah ada," ujarnya. Ditemui terpisah seorang perajin tempe di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, Sriana, mengaku, memasuki puasa Ramadhan mengurangi produksi tempenya yang biasanya 35 kilogram, kini hanya 15 kilogram. "Harga tetap hanya bentuknya yang kami kurangi," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012