Oleh Slamet Hidayat Sumenep - Pada Selasa (17/7) lalu, ribuan alumni Ponpes Annuqayah Guluk Guluk mendatangi Mapolres Sumenep, Jawa Timur, hingga memenuhi jalan raya setempat. Mereka datang ke Mapolres Sumenep sebagai bentuk protes atas tidak diterimanya pendaftaran seorang alumni Madrasah Aliyah (MA) 2 Annuqayah Guluk Guluk, M Azhari, pada penerimaan Brigadir Brimob dan Dalmas Polri beberapa waktu lalu, dengan alasan ijazahnya tidak diakui oleh negara (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). "Itu alasan yang tidak mendasar. Pengelolaan MA 2 Annuqayah sudah berdasar kurikulum nasional. Siswa MA 2 Annuqayah juga ikut ujian nasional layaknya siswa SMA/MA lainnya," kata orator aksi, Muhri Zain. Pada 11 Juni 2012, seorang alumni MA 2 Annuqayah, M Azhari mendaftar sebagai anggota Brigadir Brimob dan Dalmas secara "online" (dalam jaringan). Selanjutnya, pendaftar tersebut melengkapi berkas persyaratan sebagaimana ketentuan dalam brosur pendaftaran anggota Polri, kepada panitia pembantu penerimaan yang berada di Polres Sumenep. Kemudian, pada 17 Juni lalu, Azhari dinyatakan tidak lulus administrasi atau lebih tepatnya tidak memenuhi syarat (TMS), dengan alasan ijazah MA 2 Annuqayah tidak diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada 18 Juni, pengelola MA 2 Annuqayah sudah berusaha melakukan klarifikasi kepada panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep, yang intinya, pengelolaan lembaganya itu berdasarkan kurikulum nasional dan selanjutnya diakui negara. "Kop pada ijazah MA 2 Annuqayah bergambar burung garuda (lambang negara), bukan logo ponpes. Tolong dibedakan antara lulusan ponpes dengan lembaga pendidikan formal di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes. MA 2 Annuqayah adalah lembaga pendidikan formal yang sudah berdasar kurikulum nasional," kata Muhri, salah seorang orator pada aksi ribuan alumni Ponpes Annuqayah di depan Mapolres Sumenep. Demo ribuan alumni Ponpes Annuqayah itu berlangsung cukup "panas" dan berjalan hingga sore hari, karena menunggu kedatangan Kapolres Sumenep AKBP Dirin yang pada Selasa pagi masih berada di Mapolda Jatim, Surabaya. "Kami memang akan bertahan hingga Pak Dirin menemui alumni Ponpes Annuqayah. Kami ingin mendapatkan penjelasan langsung dari Pak Dirin atas tidak diterimanya salah seorang alumni MA 2 Annuqayah dalam penerimaan anggota Polri, dengan alasan ijazahnya tidak diakui negara," kata Muhri di depan Kantor DPRD Sumenep. Pada Selasa itu, ribuan alumni Ponpes Annuqayah memang berdemo di dua lokasi, yakni depan Mapolres dan Kantor DPRD Sumenep. Ribuan alumni Ponpes Annuqayah tersebut baru membubarkan diri pada Selasa sore, setelah Kapolres Sumenep AKBP Dirin menemui mereka dan mengucapkan permohonan maaf. "Sebagai Muslim, saya minta maaf kepada semua alumni Ponpes Annuqayah atas munculnya persoalan ini. Saya juga minta kesalahpahaman ini jangan sampai melebar," katanya di hadapan alumni Ponpes Annuqayah di depan pintu gerbang sisi utara Kantor DPRD Sumenep. Sementara Kepala Biro Operasional Polda Jatim, Kombes Pol Abd Gofur menjelaskan, pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan ribuan alumni Ponpes Annuqayah tersebut. "Kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur guna membahas status ijazah MA 2 Annuqayah," katanya didampingi Dirin di halaman Kantor DPRD Sumenep. Salah Tafsir Pada Jumat (20/7) siang, DPRD Sumenep menggelar rapat guna menindaklanjuti pengaduan dari pengelola MA 2 Annuqayah dan pengurus Yayasan Annuqayah, terkait tidak diterimanya salah seorang alumni MA 2 Annuqayah untuk mendaftar sebagai anggota Polri beberapa waktu lalu, dengan alasan ijazahnya tidak diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pimpinan DPRD mengundang sejumlah pihak terkait guna membahas persoalan tersebut, di antaranya Kapolres Sumenep AKBP Dirin, A Masuni (Dinas Pendidikan), Idham Chalid (Kantor Kementerian Agama), dan perwakilan dari pengurus Yayasan Annuqayah. "Kami di Sumenep adalah panitia pembantu penerimaan Brimob dan Dalmas 2012. Untuk melakukan verifikasi berkas persyaratan, kami atas nama panitia membentuk tim yang personelnya di antaranya dari unsur dinas pendidikan (disdik) dan dinas kependudukan dan catatan sipil (dispendukcapil)," katanya. Personel Disdik Sumenep, kata dia, dilibatkan dalam tim verifikasi berkas persyaratan guna menilai keabsahan ijazah pendaftar, dan dispendukcapil untuk keabsahan kartu tanda penduduk. "Dalam kasus pendaftar dari alumni MA 2 Annuqayah Guluk Guluk, yakni M Azhari, berkas persyaratannya dinilai tidak memenuhi syarat (TMS), yang dalam hal ini adalah ijazahnya tidak diakui negara. Itu sesuai pendapat personel tim dari unsur disdik," ujarnya. Selanjutnya dengan pertimbangan itu, Azhari dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi untuk mendaftar sebagai anggota Polri. "Kami sebagai panitia melakukan itu (menyatakan berkas persyaratan Azhari dengan status TMS), karena pendapat personel tim dari unsur disdik menyatakan ijazah MA 2 Annuqayah tidak diakui negara. Tolong, proses ini juga harus dihitung dan dipahami bersama," ucapnya. Dirin menjelaskan, pihaknya melibatkan personel dari disdik dalam tim verifikasi berkas persyaratan, karena tidak memiliki kompetensi untuk menilai legalitas ijazah. "Itu sesuai instruksi dari pimpinan kami (Polda Jatim). Panitia pembantu penerimaan calon anggota Polri di masing-masing polres harus melibatkan personel disdik untuk menilai legalitas ijazah pendaftar. Istilahnya, personel disdik itu merupakan saksi ahli bagi kami," katanya. Namun, dalam rapat itu, Kepala Disdik Sumenep, A Masuni mengakui keabsahan ijazah MA 2 Annuqayah Guluk Guluk, karena sekolah tersebut adalah lembaga pendidikan formal yang menggunakan kurikulum nasional. "Ada kesalapahaman yang dilakukan personel kami yang tergabung dalam panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep. Ijazah MA 2 Annuqayah itu sah dan diakui oleh negara," katanya. "Kami bertanggungjawab atas terjadinya kesalahpahaman tersebut. Staf kami seharusnya tidak memberikan pendapat, ketika diminta penilaian atas legalitas ijazah MA 2 Annuqayah, karena ada yang lebih berhak, yakni Kantor Kementerian Agama (Kemenag)," ucapnya. Kepala Kantor Kemenag Sumenep, Idham Chalid juga menyatakan, MA 2 Annuqayah adalah lembaga pendidikan formal yang telah menggunakan kurikulum nasional dari dua kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Nasional dan Kemenag. "Artinya, ijazah MA 2 Annuqayah itu sah dan diakui negara. Kami menilai telah terjadi salah tafsir oleh personel tim dari unsur disdik, dan selanjutnya dijadikan pedoman oleh panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep, yang akhirnya 'berbuah' protes dari pengelola MA 2 Annuqayah dan pengurus Yayasan Annuqayah," ujarnya. Di Sumenep, kata dia, terdapat banyak MA yang berstatus lembaga pendidikan formal dan telah menggunakan kurikulum nasional. "Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan pada masa mendatang, kami mengusulkan sekaligus meminta Polres Sumenep untuk melibatkan kami, ketika ada penerimaan anggota Polri. Alumni MA itu berpotensi menjadi pendaftar anggota Polri," ucapnya. Idham juga mengemukakan, sebagian besar MA itu memang di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes. "Namun, tolong dibedakan antara lulusan ponpes dengan lembaga pendidikan formal di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes. Kalau sudah menggunakan kurikulum nasional, ijazah lembaga pendidikan formal di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes itu, sah dan diakui oleh negara," katanya. Menanggapi hal itu, Dirin menjelaskan, pihaknya tidak bisa melakukan tindakan sendiri guna menindaklanjuti perkembangan baru tersebut, yakni ijazah MA 2 Annuqayah sebenarnya sah dan diakui oleh negara. "Kami punya aturan sendiri. Oleh karena itu, kami akan mengirimkan laporan sekaligus meminta petunjuk lebih dulu ke Polda Jatim. Apa pun petunjuk atau arahannya, akan kami laksanakan," ucapnya. Ia juga mengemukakan, pihaknya memang hanya melibatkan personel disdik dalam tim yang dibentuknya untuk melakukan verifikasi berkas persyaratan, karena menyesuaikan dengan instruksi pimpinannya. Sesuatu yang diduga menjadi penyebab salah tafsir itu terdapat pada poin persyaratan lain dalam pengumuman penerimaan Brigadir Brimob dan Dalmas 2012. Pada angka 2 dalam poin persyaratan lain itu disebutkan: khusus untuk lulusan ponpes, sesuai surat edaran Departemen Pendidikan Nasional (sudah berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Nasional), yang diakui setara dengan SMU dan diperbolehkan menjadi anggota Polri, antara lain Ponpes Gontor Ponorogo, Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep, Ponpes Mathabul Ulum Sumenep, dan Ponpes Modern Al-Barokah Patianrowo Nganjuk. Sementara pada angka 1 dalam poin persyaratan lain tersebut disebutkan: (pendaftar) berijazah serendah-rendahnya SMU/MA jurusan IPA/IPS atau SMK yang sesuai dengan kompetensi dengan tugas pokok Polri (kecuali Tata Busana dan Tata Kencantikan), dengan nilai rata-rata hasil ujian akhir nasional minimal 6,25 untuk IPA dan 6,5 untuk jurusan IPS, dan SMK. "Kasus tidak diterimanya alumni MA 2 Annuqayah ketika mendaftar sebagai anggota Polri, dengan alasan ijazahnya tidak diakui oleh negara, membuat semua pengelola MA di Sumenep yang sudah menggunakan kurikulum nasional, resah, utamanya kami," kata pengurus Yayasan Annuqayah Guluk Guluk, K Muh Nakib Hasan, dalam rapat yang digagas pimpinan DPRD setempat. Ia menilai panitia pembantu penerimaan anggota Polri di Polres Sumenep, telah melakukan keteledoran dalam melakukan tugasnya. "Polres Sumenep sebagai panitia pembantu penerimaan anggota Polri seharusnya lebih hati-hati sebagai bagian dari profesionalismenya," ucapnya. Nakib juga mengemukakan, secara kelembagaan, pengurus Yayasan Annuqayah meminta Polres Sumenep meminta maaf kepada seluruh pengelola lembaga pendidikan formal di bawah naungan yayasan yang juga mengelola ponpes, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas munculnya kasus Azhari. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012