Jember - Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengemukakan bahwa realisasi mobil listrik di Indonesia bisa lebih cepat dari yang direncanakan untuk diproduksi massal pada 2018. "Kemungkinan bisa lebih cepat. Karena untuk produksi prototipe riset sesuai roadmap pada 2014, ternyata LIPI sudah selesai memproduksi sekarang," katanya kepada wartawan seusai mengisi kuliah tamu di Universitas Jember (Unej), Jatim, Minggu. Menurut dia, harga mobil listrik itu bisa bersaing dengan mobil yang menggunakan bahan bakar minyak. Saat ini mobil listrik yang diproduksi LIPI untuk jenis bus itu sekitar Rp1,5 miliar. "Itu biaya yang dikeluarkan untuk produksi penelitian. Kalau diproduksi secara massal bisa berkurang 30 persen. Padahal mobil bus dengan bahan bakar minyak menghabiskan Rp850 juta. Kan relatif sama nantinya," katanya. Padahal, kata dia, mobil listrik itu kalau digunakan sangat irit untuk biaya operasionalnya karena tidak menggunakan BBM, termasuk oli. Mobil listrik juga ramah lingkungan dan tidak perlu ada uji emisi. Saat kuliah tamu, Menristek mendapat pertanyaan dari seorang dosen Unej Prof Bambang Kuswandi, PhD mengenai masa depan mobil listrik. Bambang khawatir tidak berkelanjutan karena Indonesia tidak memiliki pengalaman panjang dengan teknologi otomotif semacam itu. Mendapatkan pertanyaan semacam itu, Hatta mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serius untuk mengembangkan mobil listrik. "Keseriusan Presiden itu dapat dilihat dengan mengundang pakar dari UI, ITB, ITS dan UGM. Terakhir juga melibatkan UNS. Kemudian sudah disusun roadmap, yakni 2013 prototipe riset, 2014 memproduksi prototipe riset, 2015 mulai produksi terbatas, yakni 15 unit. Baru 2018 diproduksi massal, yakni 10.000 unit per tahun," katanya. Hatta mengemukakan bahwa saat bersamaan Menteri BUMN Dahlan Iskan memanggil sejumlah tenaga ahli otomotif Indonesia yang selama ini berkiprah di luar negeri. Di antara mereka ada juga yang ahli di bidang sepeda motor sehingga bisa memenuhi masyarakat yang menginginkan sepeda motor listrik. Ia mengakui bahwa setelah program mobil listrik itu terwujud, maka perlu didukung infrastruktur, terutama untuk men-charge mobil listrik. Infrastruktur itu bisa dibangun di SPBU atai di mal. Agar program itu tidak berubah ketika berganti kepemimpinan nasional, kata dia, maka perlu ada pengikat berupa undang-undang. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012