Surabaya - Peneliti Jepang Prof Yoshihiro Kawaoka menegaskan bahwa saat ini sudah ada koalisi virus Flu Burung (H5N1) dan flu babi (H1N1), sehingga potensi penularan Flu Burung antar-manusia akan menjadi sangat mudah. "Koalisi virus yang kami teliti itu berpotensi terjadi dimanapun, termasuk Indonesia," kata peneliti pada Laboratorium Wisconsin AS dan Erasmus, Prof Yoshihiro Kawaoka, di Rumah Sakit Penyakit Tropis Indonesia (RSPTI)-Unair Surabaya, Senin. Ia mengemukakan hal itu di sela-sela seminar internasional tentang hasil penelitian penyakit tropis di RSPTI-Unair Surabaya yang juga menampilkan Prof T Matano (peneliti vaksin HIV/AIDS) dan Prof Y Watanabe (peneliti malaria). Didampingi Kepala Strategi Riset Laboratorium BSL-3 pada RSPTI-Unair Surabaya Dr drh CA Nidom MS, ia menjelaskan pihaknya sudah melakukan mutasi virus pada koalisi kedua virus itu dan hasilnya bisa diuji coba pada hewan coba yang "mewakili" manusia. "Karena itu, koalisi kedua virus yang sudah terjadi itu menunjukkan bahaya penularan Flu Burung antar-manusia akan sangat mudah, sehingga Indonesia juga perlu melakukan 'surveilans' pada virus Flu Burung yang ada saat ini," katanya. Menurut dia, sejumlah negara sudah melakukan dua langkah untuk mencegah hal itu yakni eradiasi dan vaksinasi. "Jepang dan Korea memilih eradikasi dengan membunuh semua hewan yang terjangkit kedua virus itu," katanya. Sementara itu, Thailand yang semula menggunakan cara vaksinasi hewan agar terbebas dari kedua jenis virus itu juga sudah mulai memilih langkah eradiasi, karena vaksinasi pada hewan justru membuat virus Flu Burung mudah tersebar. Menanggapi hal itu, peneliti Flu Burung dari RSPTI-Unair Surabaya Dr drh CA Nidom MS menjelaskan Indonesia hingga kini masih menggunakan vaksinasi, tapi cara itu harus dikaji ulang dengan adanya temuan koalisi virus Flu Burung-Babi itu. "Kalau langkah eradiasi mungkin orang akan rugi dan negara juga mungkin masih akan berpikir kalau diminta mengganti biayanya, namun langkah itu lebih daripada nantinya sudah menular antar-manusia," katanya. Oleh karena itu, kata Nidom yang juga Kepala Strategi Riset Laboratorium BSL-3 pada RSPTI-Unair Surabaya itu, pihaknya mengusulkan "jalan tengah" dengan melakukan restrukturisasi dengan menjauhkan hewan (kadang hewan) dari kawasan padat penduduk. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012