Bandarlampung (ANTARA) - Para jurnalis di Lampung yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung, siap bergabung dengan elemen buruh di daerahnya, untuk memperingati Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2012. Ketua AJI Bandarlampung, Wakos Reza Gautama, di Bandarlampung, Senin malam, menegaskan bahwa para jurnalis anggota AJI Bandarlampung itu, siap bergabung dalam aksi unjuk rasa elemen buruh dan serikat pekerja di daerahnya. Direncanakan, peringatan Hari Buruh Sedunia akan diawali dengan aksi di kawasan Tugu Adipura, pusat Kota Bandarlampung, Selasa pagi, kemudian dilanjutkan aksi serupa di kantor Pemerintah Provinsi Lampung. "Jurnalis itu juga buruh, sehingga harus ikut aktif memperjuangkan nasib buruh yang lebih baik serta berpartisipasi aktif dalam aksi peringatan Hari Buruh Sedunia tahun ini untuk menyuarakan tuntutan para buruh umumnya," ujar Wakos pula. AJI mengajak jurnalis untuk dapat merebut kesejahteraan profesi yang menjadi haknya, dan perusahaan media massa diingatkan kewajiban memenuhi hak tersebut dengan baik. Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Maryadi, didampingi Agustinus Eko Raharjo, Koordinator Divisi Serikat Pekerja, dalam pernyataan tertulis menyambut Hari Buruh Internasional (May Day), sesuai amanat Kongres ke-8 di Makassar tahun 2011, mengamanatkan organisasi ini untuk lebih serius mengusung isu kesejahteraan jurnalis. Beberapa langkah sudah dilakukan AJI untuk mewujudkannya, antara lain kampanye upah layak, pembentukan serikat pekerja, dan penolakan terhadap bentuk outsourcing jurnalis. Dia menegaskan, tanpa upah layak, mustahil jurnalis bisa bekerja secara profesional dan memproduksi karya jurnalistik dengan baik. Upah rendah dari perusahaan media terhadap jurnalis, membuat jurnalis mudah tergoda suap, kata dia. Akibat upah rendah, tidak sedikit jurnalis harus mencari pemasukan tambahan dengan bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ujar Eko lagi. Saat ini, AJI Indonesia menilai, pertumbuhan perusahaan media tidak berbanding lurus dengan kenaikan upah layak. Dalam banyak kasus, hak dasar jurnalis seperti honor basis, kontrak kerja, jaminan kesehatan, serta tunjangan hari tua tidak dipenuhi perusahaan, dan masih banyak jurnalis dibayar di bawah standar upah minimum kota (UMK) yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu, AJI Indonesia mengingatkan, menghadapi problem rendahnya kesejahteraan jurnalis, para pekerja pers berusaha mengikatkan diri dalam organisasi pekerja pers dengan membentuk serikat pekerja. Namun, banyak perusahaan media menolak kehadiran Serikat Pekerja Jurnalis, kata Eko. Perusahaan media beralasan, Serikat Pekerja (SP) dapat mengacaukan operasional perusahaan. Padahal, dengan adanya Serikat Pekerja, hubungan industrial pekerja dan perusahaan bisa lebih baik, di samping tersedia mekanisme penyelesaian sengketa kasus perburuhan yang menguntungkan kedua pihak, ujar dia. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012