Surabaya - Bencana tsunami di Jepang menghambat realisasi serah terima kapal tanker Pertamina Perkapalan dengan nama MT Kasim untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) dari PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) karena adanya keterlambatan pengiriman mesin dari negeri "Matahari Terbit" tersebut.
"Bencana alam tersebut membuat komponen 'gearbox' yang kami pesan tidak datang sesuai jadwal sehingga pembangunan kapal MT Kasim menjadi terkendala. Bahkan, terlambat tiga bulan dari waktu yang ditetapkan," kata Direktur Produksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya/DPS (Persero), I Wayan Yoga Djunaedy, ditemui saat peluncuran tanker MT Kasim pesanan PT Pertamina Perkapalan, di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, "gearbox" merupakan komponen mesin yang bekerja untuk mereduksi putaran mesin ke baling-baling yang diimpor DPS dari Jepang.
"Akibat keterlambatan itu, Pertamina pasti akan memasukkan hal tersebut dalam evaluasi anggaran," ujarnya.
Meski demikian, kata dia, kejadian keterlambatan serah terima kapal MT Kasim dengan bobot 6.500 "Long Ton Dead Weight/LTDW" akan menjadi pengalaman tersendiri bagi perusahaan galangan kapal tersebut.
"Kami harap, Pertamina bisa melihat keterlambatan ini dari berbagai sisi termasuk faktor yang membuat serah terima kapal ini terlambat dan ke depan tetap bersinergi dengan perusahaan ini," katanya.
Mengenai besaran investasi pembuatan kapal MT Kasim, "Senior Vice President" PT Pertamina Perkapalan (Persero), Suhartoko, mengemukakan, kapal dengan panjang 108 meter itu mempunyai nilai investasi 14,5 juta dolar Amerika Serikat.
"Kapal MT Kasim adalah tanker ketujuh yang kami pesan di PT DPS. Sementara, enam kapal sebelumnya antara lain Ketaling, Klasogun, Katomas,Plaju, Kamojang, Kakap, dan seluruhnya mempunyai bobot 6.500 'LTDW'," katanya.
Akan tetapi, ia optimistis, keterlambatan serah terima kapal MT Kasim tidak mempengaruhi kelancaran penyaluran BBM di Tanah Air. Apalagi, selama ini distribusi BBM tersebut masih bisa dipenuhi dengan menyewa "tanker".
"Khusus kapal MT Kasim, kami gunakan untuk penyaluran premium, kerosin atau minyak tanah, dan solar terutama untuk kepentingan pasar BBM di Kawasan Indonesia Timur. Contoh, Papua dan Sulawesi," katanya.
Sementara itu, tambah dia, sekarang pihaknya sudah mengoperasionalkan sekitar 180 "tanker" untuk distribusi BBM ke seluruh pelosok di Indonesia. Dari jumlah tersebut 75 persen di antaranya berstatus sewa dan 25 persen lainnya milik Pertamina.
"Pada masa mendatang, kami berupaya agar kepemilikan kapal tersebut bisa meningkat menjadi 50 persen hingga tahun 2018. Salah satunya, mendukung pembuatan kapal dari galangan dalam negeri yakni memprioritaskan 'tanker' yang berbobot 17.500 ke bawah," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012