Wabah kolera di Sudan Selatan telah merenggut hampir 60 nyawa sejak epidemi itu dimulai pada 28 Oktober, menurut pengumuman seorang menteri pada Jumat.

Saat berbicara kepada wartawan menyusul pertemuan Kabinet yang dipimpin Presiden Salva Kiir Mayardit, Menteri Informasi dan Komunikasi Sudan Selatan, Michael Makuei Lueth, mengatakan bahwa lebih dari 6.000 kasus kolera telah tercatat di seluruh negara itu.

Dua hari lalu, pemerintah dan sejumlah badan PBB melaporkan bahwa mereka memulai vaksinasi untuk merespons wabah kolera di Sudan Selatan, setelah mereka mencatat total 2.184 kasus dan 31 kematian yang dilaporkan.

"Kolera kini telah mewabah di Sudan Selatan. Penyakit tersebut muncul lagi, tetapi kini menyebar ke mana-mana, dan hingga kini, kami telah kehilangan sekitar 60 orang dan mencatatkan sekitar 6.000 kasus kolera," kata Lueth.

Dia mencatat bahwa wabah tersebut telah terkonsentrasi di kamp-kamp pengungsi internal (IDP) di ibu kota Juba, Daerah Rubkona di Negara Bagian Unity, Aweil di Bahr el Ghazal Utara, kamp pengungsi di bagian utara negara itu, khususnya di Renk.

Lueth menekankan bahwa kolera terutama merajalela di kalangan pengungsi yang melarikan diri dari Sudan, dengan upaya yang sedang berlangsung untuk mengatasi situasi tersebut.

Dia mengatakan Kementerian Kesehatan telah meminta tambahan vaksin karena kuantitas yang diterima sejauh ini sangat sedikit, dan sudah dikirim ke Renk agar masyarakat yang ada di sana tertangani.

"Sejumlah upaya tengah dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak vaksin bagi daerah lain, namun, pesan Menteri Kesehatan adalah jaga kebersihan rumah, dan jangan minum atau makan makanan dingin, Anda harus makan makanan hangat. Ini adalah perlindungan terbaik terhadap kolera," kata menteri tersebut.

Menurut pernyataan gabungan yang dikeluarkan pada awal pekan ini oleh Kementerian Kesehatan Sudan Selatan dan beberapa badan PBB, wabah tersebut berdampak terhadap para pengungsi, warga yang kembali, dan penduduk tetap.

Anak-anak balita dan orang tua sangat rentan. Konsentrasi penduduk yang tinggi di pusat-pusat transit dan kamp, ditambah dengan terbatasnya akses air bersih, sanitasi buruk, kebiasaan buang air besar sembarangan, serta praktik kebersihan yang tidak memadai, telah memperburuk krisis tersebut.

Kasus kolera awal terdeteksi di negara tetangga Sudan, di mana wabah berdampak terhadap lebih dari 40 ribu orang. Sejak April 2023, lebih dari 880 ribu orang telah melarikan diri dari Sudan, dengan banyak di antaranya menyeberang ke Sudan Selatan melalui Daerah Renk.

PBB mendukung pusat transit untuk menyediakan layanan istirahat dan layanan penting bagi mereka yang datang.



Sumber: Anadolu-OANA

Pewarta: Katriana

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024