Cendekiawan Muslim Indonesia Prof. Nadirsyah Hosen menyoroti keakurasian daftar produk yang saat ini banyak terkena boikot oleh masyarakat sebagai bentuk protes atas situasi terjadi di Palestina.
"Memang ini menjadi problem, kita ingin memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran," kata Nadirsyah dalam keterangan resmi di Jakarta.
Dalam seminar yang digelar di Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (3/12), Nadirsyah mengingatkan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran.
Banyaknya daftar produk beredar di tengah publik yang diterbitkan berbagai sumber non-pemerintah dan sumber-sumber tersebut tidak mengungkapkan secara rinci alasan produk harus diboikot yang membuat akurasi informasi dapat dipertanyakan.
Padahal dibanding mempercayai daftar itu, lebih baik masyarakat melihat daftar perusahaan pro-Israel yang telah dikeluarkan oleh PBB. Ada sebanyak 167 produk yang masuk dalam daftar itu pada 2023 lalu.
PBB bahkan telah mengonfirmasi dan berkirim surat dengan perusahaan yang masuk dalam daftar tersebut.
Dengan demikian, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk bersama dan mencari solusi sambil mencari fakta akurat terkait perusahaan terafiliasi Israel yang ada di Indonesia.
Ia menilai MUI harus mengeluarkan secara resmi daftar produk yang terafiliasi Israel, kemudian pemerintah membuat sebuah aplikasi yang bisa digunakan masyarakat untuk mengetahui produk yang diboikot.
"Dibuat aplikasi sehingga orang ketika berbelanja itu dia tinggal men-scan saja. Ibu-ibu mau belanja mau apa tinggal scan barcode," kata dia.
Sedangkan pada masyarakat, ia meminta agar semua pihak lebih bijaksana ketika mengetahui suatu produk terafiliasi Israel agar jangan sampai karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot yang justru merugikan dalam negeri sendiri.
Sebab ada faktor perekonomian nasional yang juga perlu diperhatikan dalam gerakan boikot. Dampak dari gerakan itu menurutnya sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia, karena banyak cabang perusahaan yang akhirnya melakukan PHK massal karena omzet yang terus menurun.
"Dampaknya lebih ke dalam negeri karena setelah satu tahun ternyata perangnya masih terus, tidak memberi efek, tetapi justru produsen lokal kita yang kena. Apalagi perusahaan lokal kita yang franchise, yang bermasalah itu adalah perusahaan yang di pusatnya. Jadi menurut saya, dampaknya lebih kepada kita (Indonesia) sendiri. Kita ingin menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena dampak saudara kita sendiri," kata dia.(*)Baca juga: Dukung Palestina, merek kebab lokal berhenti gunakan produk afiliasi Israel
Baca juga: Demonstran serukan boikot produk AS dan Israel demi bela Palestina
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024