Praktisi hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro) Gunawan Hadi Purwanto, SH., MH., menyatakan tidak akan ada sengketa Pilkada Bojonegoro 2024, dikarenakan hasil hitung cepat sejumlah lembaga penelitian menunjukkan selisih suara sangat jauh.
"Hasil Pilkada Bojonegoro tidak akan ada sengketa, karena selisih suara sangat jauh berdasarkan quick count lembaga penelitian," kata Gunawan di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat.
Gunawan memaparkan, hasil hitung cepat lembaga penelitian Populi Center menunjukkan pasangan calon (paslon) 01 Teguh Haryono-Farida Hidayati mendapatkan suara 10,85 persen dan paslon 02 Setyo Wahono-Nurul Azizah sebanyak 89,15 persen suara.
Sedangkan hitung cepat dari lembaga survei Poltracking Indonesia merilis paslon 01 hanya memperoleh suara 10,72 persen dan paslon 02 mendulang suara 89,28 persen.
Menurut dia, jika rentang perolehan suara terbilang jauh antara kedua paslon, kemungkinan untuk disengketakan di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat kecil.
"Namun kita kembalikan lagi ke masing-masing paslon dan tim pemenangan. Apakah dalam pelaksanaan Pilkada di lapangan menemukan dugaan atau potensi kecurangan yang bisa diajukan sengketa di MK," jelasnya.
Bila selisih peroleh suara antarpaslon, lanjut Gunawan, hanya tiga atau empat persen itu masih relevan disengketakan, karena ada dasar yang kuat untuk membalikkan suatu kondisi dan sampai saat ini sengketa Pemilu masih ditangani oleh MK.
Gunawan mengatakan, sejak 2017 sebanyak 58 persen perkara yang diregistrasi di MK berkaitan dengan sengketa pemilihan. Persoalan yang disengketakan di lembaga tersebut umumnya tentang manipulasi suara, pengondisian tertentu, ketidaknetralan aparat, dan sebagainya.
"Hukum acara yang diterapkan MK untuk mengadili sengketa Pilkada berbeda dengan perkara lainnya," terang Gunawan.
Ditambahkan dia, pembuktian berbeda dengan perkara perdata maupun pidana di bawah Mahkamah Agung (MA). Perkara di MK secara teknis, pihak yang mengajukan suatu gugatan harus membuktikan dalil-dalil yang diajukan.
Setelah itu tergugat juga akan melakukan pembuktian, sementara majelis hakim MK akan mengadili dan mempertimbangkan fakta masing-masing pihak yang menjadi dugaan kuat kecurangan Pilkada tersebut.
Sementara itu Dekan Fakultas Hukum Unigoro, H. Didik Wahyu Indarta, SH., S.P-1., juga menjelaskan, tindakan manipulasi suara dalam Pemilu termasuk tindak pidana yang dapat diproses secara hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 2 huruf B Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2018.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) berwenang memeriksa, mengadili dan memutus tindak pidana pemilu yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Bawaslu pusat, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, serta panwascam.
"Tindakan manipulasi suara termasuk kejahatan Pemilu, namun penyelesaian kasus ini berbeda dengan sengketa Pilkada secara perdata," kata Didik.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024