Kementerian Kehutanan menyatakan operasi pengebom air atau water bombing menggunakan helikopter masih menjadi andalan untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
“Bukan hanya memadamkan termasuk pula untuk pencegahan karhutla kita masih membutuhkannya,” kata Kepala Subdit Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Kemenhut Israr Albar dalam webinar yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan ada beberapa pertimbangan yang masih mengharuskan bagi pemerintah melaksanakan pengebom air menggunakan helikopter ini.
Misalnya, sebaran api kebakaran di suatu wilayah yang luas sehingga tidak bisa lagi dikendalikan oleh tim pemadaman darat dan ditambah dengan kondisi cuaca yang dinamis mengarah ke kekeringan atau tujuan tertentu yang bersifat sekunder, seperti kegiatan penting negara.
“Dengan perhitungan yang baik maka metode ini cukup efektif karena dapat menjangkau seluruh luasan dalam waktu yang ringkas dan sangat membantu mengendalikan karhutla,” kata dia.
Akan tetapi, ia menegaskan, secara prinsip tidak ada satupun solusi permanen untuk karhutla selain pencegahan dan peningkatan kapasitas masyarakat di sekitar wilayah rawan terbakar. Pendekatan teknologi pengebom air hanya bersifat jangka pendek karena besarnya ongkos yang mesti dikeluarkan pemerintah.
Kemenhut mencatat biaya sewa helikopter pengebom air berkisar Rp80 juta-Rp200 juta per jam. Jumlah total bila merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2019, anggaran penanggulangan karhutla secara nasional mencapai Rp6,7 triliun dengan 70 persen di antaranya atau sekitar Rp3,6 triliun digunakan untuk sewa helikopter ini.
“Pengendalian potensi karhutla di Sumatera Selatan saja mengeluarkan anggaran senilai Rp1,2 triliun kebetulan saat itu menjadi tuan rumah Asean Games,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024