Bojonegoro - Warga Desa Kalianyar, Wedi dan Tanjungharjo, Kecamatan Kapas, Bojonegoro mendambakan berdirinya sebuah pasar salak untuk memasarkan salak produksi tiga desa tersebut, sekaligus bisa berfungsi sebagai lokasi obyek wisata kuliner. "Warga mendambakan Pasar Kalianyar dibangun menjadi pasar salak, sebab selama ini pemasaran produksi salak masih tidak menentu," kata Kepala Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas, Nanik Lustyorini, Minggu. Ia menyatakan, gagasan pembangunan pasar salak di Desa Kalianyar sudah pernah diusulkan kepada pemkab oleh Camat Kecamatan Kapas, dua tahun lalu. Namun, usulan pembangunan pasar salak yang pernah dibahas di DPRD itu, tidak jelas kelanjutannya. "Kami belum pernah menanyakan kepada pemkab kelanjutan pembangunan pasar salak," katanya, menjelaskan. Menurut dia, yang jelas keberadaan pasar salak sangat dibutuhkan, warga yang selama ini memiliki tanaman salak di tiga desa itu. Selain bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produksi salak di tiga desa itu, keberadaan pasar salak, juga bisa menjadi ajang wisata kuliner. Lebih lanjut dijelaskan, selama ini warga dalam memasarkan salaknya masih tidak menentu, bisa di Pasar Kalianyar, bisa juga ke Pasar Kota atau ke pasar lainnya di lokal Bojonegoro. Apalagi, produksi salak di tiga desa itu, sering mengalami "over" produksi, pada puncak panen yang biasanya terjadi Oktober-Desember. "Kalau sudah panen raya, harga salak jatuh," ucapnya. Bahkan, katanya, luas tanaman salak di Desa Kalianyar, yang semula sempat mencapai 50 hektare, semakin menyusut dan diperkirakan hanya tinggal sekitar lima hektare. Namun, di Desa Tanjungharjo dan Wedi, masih banyak dijumpai warga yang memiliki tanaman salak. "Warga menjual tanahnya untuk perumahan, sebab keberadaan tanaman salak dianggap tidak menguntungkan," ujarnya, mengungkapkan. Secara terpisah, seorang petani salak Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas, Ahmadi (58), menyatakan, tidak tahu pasti, berapa jumlah para petani di tiga desa yang masih menekuni menanam komoditas salak. Namun, dari tahun ke tahun, jumlah petani dan pedagang salak di tiga desa yang menjadi sentra salak di Bojonegoro, semakin menurun. "Banyak petani yang menebang tanaman salaknya dan mengganti dengan pohon pisang, dengan alasan menanam salak tidak menguntungkan lagi," ungkap Ahmadi. Ia menambahkan, produksi salak di Bojonegoro itu pemasaran tidak hanya lokal, juga merambah Surabaya, Cepu, Jateng, bahkan hingga Jakarta. Salak produksi Bojonegoro memiliki rasa yang khas yaitu manis, kecut, dan segar, selain ada rasa "masir". Hanya saja, lanjutnya, pemasarannya bergantung kemampuan pedagang salak dalam mencari pelanggan. "Sudah ada uji coba memproses salak di sini menjadi keripik, hanya saja harganya masih terlalu mahal," katanya, menambahkan.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012