Oleh Indra Setiawan Perkembangan Kota Surabaya tidak hanya menjadi persoalan bagi Kota Pahlawan tersebut, melainkan juga Kabupaten Sidoarjo sebagai daerah penyangga. Salah satu dampak yang dirasakan dari perkembangan Kota Surabaya adalah meningkatnya kebutuhan rumah bagi masyarakat. Sidoarjo menjadi alternatif, salah satunya karena harga tanah cenderung lebih murah dibandingkan dengan Surabaya. "Korbannya" adalah lahan pertanian yang semakin menyusut. Lahan-lahan produktif itu berubah fungsi untuk tempat tinggal, selain untuk kebutuhan perkembangan industri. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Sidoarjo Handajani mengatakan, saat ini luasan lahan tanam di wilayahnya sekitar 22 ribu hektare dengan kapasitas produksi gabah pada setiap hektarenya rata-rata 7 ton. "Angka ini hanya ada di atas kertas, karena untuk mengetahui berapa lahan yang masih eksis kami masih belum mengetahuinya. Karena saat ini, sudah ada beberapa lahan persawahan yang sudah dialihfungsikan menjadi perumahan," katanya. Ia menyebutkan, lahan perumahan di Kabupaten Sidoarjo setiap tahun terus terjadi peningkatan mengingat saat ini banyak di antara warga masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal. "Apalagi Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten penyanggah Kota Surabaya yang merupakan kota kedua terbesar di Indonesia setelah Jakarta," katanya,. Sidoarjo adalah kabupaten yang wilayahnya tidak memiliki hutan. Karena itu, kabupaten yang dikenal sebagai penghasil bandeng itu mengalami kesulitan untuk mengejar target peningkatan produksi hasil pertanian, khususnya padi seiring dengan meningkatkan kebutuhan lahan perumahan. Namun, kabupaten yang dikenal sebagai Kota Delta itu memiliki potensi yang lain yang mungkin bisa dikembangkan untuk areal pertanian. Potensi itu adalah lahan tambak yang berada di wilayah timur. Handajani mengakui bahwa program pencetakan sawah baru yang diterapkan oleh pemerintah pusat masih sulit untuk diterapkan di Kabupaten Sidoarjo. "Namun, dalam pandangan kasar saya, ada kemungkinan kawasan pertambakan yang ada di Kabupaten Sidoarjo ini bisa digunakan sebagai areal pencetakan sawah baru," katanya. Perempuan berjilbab ini menjelaskan, areal pertambakan yang ada di sisi timur Kabupaten Sidoarjo merupakan satu-satunya kemungkinan lahan yang bisa digunakan sebagai lahan pencetakan sawah baru mengingat saat ini di kawasan tersebut sudah ada pendangkalan lahan. "Tapi itu menurut pandangan saya secara pribadi, karena kami masih belum melakukan pendalaman lebih lanjut terkait dengan potensi lahan tanam dengan melakukan pencetakan sawah di tempat tersebut," katanya. Karena itu, sebelum perluasan lahan dengan memanfaatkan areal tambak bisa direalisasikan, pihaknya memprioritaskan pembudidayaan jenis varietas padi baru yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca dan hama. "Mengingat jenis hama saat ini makin berkembang dengan dibantu dengan perubahan iklim cuaca yang tidak menentu membuat sejumlah lahan pangan di Sidoarjo semakin menurun produksinya," katanya. Program lainnya adalah gerakan kembali ke pupuk organik. Baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melakukan panen raya hasil padi organik di Desa Gelang, Kecamatan Tulangan dengan produksi 11 ton gabah dalam satu hektare lahan tanam. Tingginya produksi gabah tersebut membuktikan bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi pangan bisa ditingkatkan meski dengan areal tanam yang masih sama. "Angka capaian produksi pangan tersebut memang cukup menggemberikan, karena selama ini produksi padi dalam satu hektare di Sidoarjo rata-rata hanya mencapai 7 ton saja," kata Wakil Bupati Sidoarjo MG Hadi Sutjipto saat melangsungkan panen raya tersebut. Menurutnya, angka capaian produksi tersebut harus tetap dipertahankan dan kalau bisa harus ditingkatkan mengingat saat ini banyak di antara lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo sudah berubah menjadi perumahan dan kawasan industri. "Dengan adanya produksi padi organik, maka rakyat akan semakin sehat, karena pupuk yang digunakan dalam produksi ini adalah pupuk kandang yang dihasilkan dari ternak para petani di Sidoarjo," katanya. Keunggulan itu juga didukung adanya edaran dari Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang menyatakan larangan impor sapi dari luar Jawa Timur serta ekspor sapi keluar Jawa Timur. "Dengan adanya kebijakan ini, maka para petani dan juga peternak sapi yang ada di Jawa Timur akan semakin diuntungkan mengingat keberadaan dua komidatas ini saling berkait yakni sapi memakan jerami hasil produksi pertanian dan kotoran sapi digunakan untuk pemupukan tanaman padi," katanya. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo, Handajani juga mengatakan, kalau pemerintah saat ini akan terus mengarahkan petani untuk kembali menggunakan pupuk organik dalam setiap kali musim tanam hingga penen padi. "Dengan pupuk organik, maka kesuburan tanah yang ada di dalam sawah akan tetap terpelihara dan diharapkan akan berpengaruh pula pada hasil produksi padi para petani yang ada di Sidoarjo," katanya. Ia juga mengakui jika pemerintah saat ini hanya bisa mengimbau kepada para petani untuk menentukan jenis tanaman yang akan diproduksi. Hal itu, karena sudah ada peraturan dan undang-undang yang mengatur terkait dengan jenis tanaman apa yang akan ditanam oleh petani. "Kami sebagai pemerintahan di tingkat kabupaten tidak bisa seenaknya memerintahkan petani untuk memproduksi jenis pangan tertentu karena hal itu sudah diatur dalam undang-udang," katanya. Selain mengarahkan petani untuk melaksanakan program kembali ke organik, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga meminta kepada para petani untuk mengoptimalkan tujuh langkah tepat produksi padi. Pertama adalah, pengendalian organisme. Kalau organisme pengganggu tersebut bisa dikendalikan, maka produksi padi bisa ditingkatkan. Langkah berikutnya adalah koordinasi petugas lapangan untuk menangani pengganggu tanaman. Petani harus senantiasa melakukan koordinasi dengan petugas dari dinas setempat supaya kalau ada permasalahan seputar penanaman padi bisa segera diselesaikan. Program lainnya adalah kordinasi para pemangku kepentingan serta produsen pestisida. Hal ini dimaksudkan supaya permasalahan seputar hama yang menyerang padi bisa segera diselesaikan dengan cepat dan tepat. "Yang tidak kalah penting adalah aktifkan posko pengendalian wabah. Karena saat ini keberadaan posko tersebut masih belum dilaksanakan dengan maksimal," kata Handajani. Langkah kelima adalah laporan cepat. Hal ini bertujuan untuk menindaklanjuti segala bentuk laporan di masayarkat seputar masalah gangguan pertanian supaya cepat diatasi. Program keenam adalah memilih padi unggul dan menggunakan pupuk organik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh pemerintah, dengan adanya pemilihan benih padi unggul dan penggunaan pupuk organik maka hasil produksi pertanian bisa ditingkatkan. Terakhir adalah budidaya peternakan untuk dijadikan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik dalam setiap melakukan tanam padi memang sangat diperlukan. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012