Sejumlah generasi muda di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mempertahankan eksistensi kesenian tradisional Wayang Beber, dengan karya-karyanya yang dipamerkan di Galeri Prabangkara Surabaya, pada 6-8 November 2024.
Pameran tersebut merupakan bagian dari pagelaran Pekan Wayang Jawa Timur 2024 yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Budaya Jawa Timur.
"Kita mengangkat seni rupa tradisi. Seperti Wayang Beber ini kan sangat langka. Jarang sekali orang melihat," kata kurator seni rupa yang ditunjuk oleh UPT Taman Budaya Jawa Timur Agus "Koecink" Sukamto saat dikonfirmasi di sela pembukaan pameran, Rabu petang.
Kurator Agus menjelaskan seni rupa Wayang Beber berkembang di Pacitan sejak era sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.
"Kemudian semakin berkembang di masa kejayaan Kerajaan Majapahit dan setelahnya masih eksis sampai sekarang. Dari pameran seni rupa Wayang Beber ini kita akan mendapatkan cerita-cerita lokal dari masa lalu," ujarnya.
Pameran di Galeri Prabangkara tersebut menampilkan karya-karya seni rupa Wayang Beber dari seniman generasi penerus asal Sanggar Lung, Desa Nanggungan, Kabupaten Pacitan.
Sanggar yang didirikan oleh Dalang Rudhi Prasetyo sejak tahun 2012 ini menjaga asa pelestarian Wayang Beber yang merupakan kesenian tradisional asli Pacitan dari ambang kepunahan.
"Pertunjukan Wayang Beber itu tuturnya khas, klasik dan banyak anak-anak tidak paham. Anak-anak sekarang ingin instan dan cepat. Kalau seperti itu, ya, mengajarinya harus sabar dan telaten," kata alumnus Sastra Daerah Universitas Negeri Yogyakarta yang di awal tahun 2000-an pernah berguru kepada Mbah Mardi semasa hidup, Dalang Wayang Beber generasi ke- 14 asal Pacitan.
Hampir sama seperti kesenian wayang kulit yang pertunjukannya dinarasikan serta dimainkan oleh dalang dengan diiringi musik gamelan, bedanya Wayang Beber dinarasikan serta disajikan oleh dalang dengan cara membentangkan gulungan kertas yang menggambarkan tokoh-tokoh beserta alur ceritanya.
Jika dalam wayang kulit mengisahkan percintaan Shinta dan Rama yang bersumber dari Kitab Ramayana gubahan pujangga Jawa kuno, pentas Wayang beber mengisahkan romantisme Asmarabangun, yaitu kisah percintaan Dewi Sekartaji dengan Joko Kembang Kuning yang bersumber dari cerita panji di era Kerajaan Singhasari hingga masa kejayaan Kerajaan Majapahit.
Pelukis dari Sanggar Lung Febri Indra Hermawan mengisahkan awalnya dulu gulungan Wayang Beber menggunakan kertas daluwang yang terbuat dari kulit kayu. Kemudian pewarnaannya menggunakan bahan-bahan alami dari ragam tumbuhan.
"Kalau sekarang sudah sangat mahal dan sulit didapat. Maka kami alternatifnya menggunakan kertas Samson. Pewarnaannya menggunakan cat tembok atau akrilik," ujar pemuda usia 23 tahun ini.
Dalang Rudhi Prasetyo menandaskan, di era digital sekarang, berharap generasi muda dapat lebih kreatif.
"Generasi muda dapat menemukan celah dari eksistensi seni tradisi Wayang Beber yang bisa terus dikembangkan," tutur Dalang berusia 40 tahun itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Pameran tersebut merupakan bagian dari pagelaran Pekan Wayang Jawa Timur 2024 yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Budaya Jawa Timur.
"Kita mengangkat seni rupa tradisi. Seperti Wayang Beber ini kan sangat langka. Jarang sekali orang melihat," kata kurator seni rupa yang ditunjuk oleh UPT Taman Budaya Jawa Timur Agus "Koecink" Sukamto saat dikonfirmasi di sela pembukaan pameran, Rabu petang.
Kurator Agus menjelaskan seni rupa Wayang Beber berkembang di Pacitan sejak era sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.
"Kemudian semakin berkembang di masa kejayaan Kerajaan Majapahit dan setelahnya masih eksis sampai sekarang. Dari pameran seni rupa Wayang Beber ini kita akan mendapatkan cerita-cerita lokal dari masa lalu," ujarnya.
Pameran di Galeri Prabangkara tersebut menampilkan karya-karya seni rupa Wayang Beber dari seniman generasi penerus asal Sanggar Lung, Desa Nanggungan, Kabupaten Pacitan.
Sanggar yang didirikan oleh Dalang Rudhi Prasetyo sejak tahun 2012 ini menjaga asa pelestarian Wayang Beber yang merupakan kesenian tradisional asli Pacitan dari ambang kepunahan.
"Pertunjukan Wayang Beber itu tuturnya khas, klasik dan banyak anak-anak tidak paham. Anak-anak sekarang ingin instan dan cepat. Kalau seperti itu, ya, mengajarinya harus sabar dan telaten," kata alumnus Sastra Daerah Universitas Negeri Yogyakarta yang di awal tahun 2000-an pernah berguru kepada Mbah Mardi semasa hidup, Dalang Wayang Beber generasi ke- 14 asal Pacitan.
Hampir sama seperti kesenian wayang kulit yang pertunjukannya dinarasikan serta dimainkan oleh dalang dengan diiringi musik gamelan, bedanya Wayang Beber dinarasikan serta disajikan oleh dalang dengan cara membentangkan gulungan kertas yang menggambarkan tokoh-tokoh beserta alur ceritanya.
Jika dalam wayang kulit mengisahkan percintaan Shinta dan Rama yang bersumber dari Kitab Ramayana gubahan pujangga Jawa kuno, pentas Wayang beber mengisahkan romantisme Asmarabangun, yaitu kisah percintaan Dewi Sekartaji dengan Joko Kembang Kuning yang bersumber dari cerita panji di era Kerajaan Singhasari hingga masa kejayaan Kerajaan Majapahit.
Pelukis dari Sanggar Lung Febri Indra Hermawan mengisahkan awalnya dulu gulungan Wayang Beber menggunakan kertas daluwang yang terbuat dari kulit kayu. Kemudian pewarnaannya menggunakan bahan-bahan alami dari ragam tumbuhan.
"Kalau sekarang sudah sangat mahal dan sulit didapat. Maka kami alternatifnya menggunakan kertas Samson. Pewarnaannya menggunakan cat tembok atau akrilik," ujar pemuda usia 23 tahun ini.
Dalang Rudhi Prasetyo menandaskan, di era digital sekarang, berharap generasi muda dapat lebih kreatif.
"Generasi muda dapat menemukan celah dari eksistensi seni tradisi Wayang Beber yang bisa terus dikembangkan," tutur Dalang berusia 40 tahun itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024