Pengamat pendidikan Prof Warsono mengatakan Jawa Timur membutuhkan penyelenggaraan pendidikan bermutu dan terjangkau oleh lapisan masyarakat dibanding dengan pendidikan gratis seperti dijanjikan salah satu calon gubernur.
Warsono di Surabaya, Jumat, mengatakan pendidikan menjadi kewajiban pemerintah dan rakyat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam biaya pendidikan, dan ini sudah dijamin dalam undang-undang.
"Janganlah pendidikan dipolitisasi. Jangan sampai pengalaman kemarin pada terminologi pendidikan gratis membuat sekolah mengeluh. Bolehlah gratis tetapi untuk yang miskin. Sedangkan bagi yang mampu tetap bisa berkontribusi," ujarnya.
Menurut dia, anggaran pendidikan tidak cukup dalam menunjang mutu pendidikan jika semuanya digratiskan. Termasuk memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler siswa.
"Jadi, saya sedih jika pendidikan dijadikan alat kampanye," katanya.
Salah satu calon gubernur mengklaim program sekolah gratis akan berhasil diterapkan untuk jenjang SMA/SMK se-Jatim seperti saat dia membuat kebijakan yang sama saat menjadi Wali Kota Surabaya.
Warsono menyatakan tidak bisa dibandingkan realisasi program di lingkup kota dengan provinsi, mengingat pendapatan asli daerah (PAD) lebih tinggi Kota Surabaya dibanding Provinsi Jawa Timur yang meliputi 38 kabupaten/kota.
Kota Surabaya tidak bisa dijadikan indikator keberhasilan program jika diterapkan di Provinsi Jawa Timur.
"Tidak bisa disamakan ya. Surabaya besar pendapatan, jumlah penduduk tidak sebanyak Jatim. Sementara Jatim pendapatan besar, jumlah penduduk juga cukup besar, wilayah tersebar meluas," katanya.
PAD Surabaya, lanjut dia, mungkin cukup untuk pendidikan gratis Kota Surabaya, karena pendapatan besar. Jumlah penduduk pun tidak sebanyak Jatim.
"Sementara PAD ini juga untuk yang lain. Tidak hanya pendidikan saja. Ada sektor-sektor lain juga yang jadi fokus utama. Katakanlah kalau dipakai pendidikan saja ini cukup. Namun, bagaimana untuk sektor lain apa ya tidak butuh pembangunan?" katanya.
Menurut Warsono, terminologi gratis ini harus detail. Apakah untuk siswa negeri dan swasta, atau hanya negeri saja. Karena komponen biaya pendidikan itu banyak, termasuk uang saku, transportasi, biaya operasional, dan investasi.
Jika yang dibebaskan adalah biaya yang merupakan kontribusi siswa atau orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan, Warsono mempertanyakan peran pemerintah dalam mencukupi seluruh biaya penyelenggaraan pendidikan dengan standar mutu yang baik. Sebab, kualitas atau mutu pendidikan berkorelasi dengan biaya pendidikan.
"Pengalaman kemarin sekolah mengeluh tidak bisa lagi mengambil pungutan dan dianggap melanggar. Sementara tidak mengambil partisipasi dari masyarakat ternyata anggaran yang diterima tidak cukup menutupi seluruh biaya operasional. Kami berharap pendidikan gratis jangan dipakai dalam kampanye karena akan menipu rakyat," katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah sudah menyediakan berbagai bantuan pembiayaan pendidikan, seperti BOS, BOSDA Madin, dan BPOPP. Meskipun demikian, masih ada sekolah kekurangan dana untuk pendidikan bermutu.
Sementara itu, dalam hal peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan Jatim.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Warsono di Surabaya, Jumat, mengatakan pendidikan menjadi kewajiban pemerintah dan rakyat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam biaya pendidikan, dan ini sudah dijamin dalam undang-undang.
"Janganlah pendidikan dipolitisasi. Jangan sampai pengalaman kemarin pada terminologi pendidikan gratis membuat sekolah mengeluh. Bolehlah gratis tetapi untuk yang miskin. Sedangkan bagi yang mampu tetap bisa berkontribusi," ujarnya.
Menurut dia, anggaran pendidikan tidak cukup dalam menunjang mutu pendidikan jika semuanya digratiskan. Termasuk memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler siswa.
"Jadi, saya sedih jika pendidikan dijadikan alat kampanye," katanya.
Salah satu calon gubernur mengklaim program sekolah gratis akan berhasil diterapkan untuk jenjang SMA/SMK se-Jatim seperti saat dia membuat kebijakan yang sama saat menjadi Wali Kota Surabaya.
Warsono menyatakan tidak bisa dibandingkan realisasi program di lingkup kota dengan provinsi, mengingat pendapatan asli daerah (PAD) lebih tinggi Kota Surabaya dibanding Provinsi Jawa Timur yang meliputi 38 kabupaten/kota.
Kota Surabaya tidak bisa dijadikan indikator keberhasilan program jika diterapkan di Provinsi Jawa Timur.
"Tidak bisa disamakan ya. Surabaya besar pendapatan, jumlah penduduk tidak sebanyak Jatim. Sementara Jatim pendapatan besar, jumlah penduduk juga cukup besar, wilayah tersebar meluas," katanya.
PAD Surabaya, lanjut dia, mungkin cukup untuk pendidikan gratis Kota Surabaya, karena pendapatan besar. Jumlah penduduk pun tidak sebanyak Jatim.
"Sementara PAD ini juga untuk yang lain. Tidak hanya pendidikan saja. Ada sektor-sektor lain juga yang jadi fokus utama. Katakanlah kalau dipakai pendidikan saja ini cukup. Namun, bagaimana untuk sektor lain apa ya tidak butuh pembangunan?" katanya.
Menurut Warsono, terminologi gratis ini harus detail. Apakah untuk siswa negeri dan swasta, atau hanya negeri saja. Karena komponen biaya pendidikan itu banyak, termasuk uang saku, transportasi, biaya operasional, dan investasi.
Jika yang dibebaskan adalah biaya yang merupakan kontribusi siswa atau orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan, Warsono mempertanyakan peran pemerintah dalam mencukupi seluruh biaya penyelenggaraan pendidikan dengan standar mutu yang baik. Sebab, kualitas atau mutu pendidikan berkorelasi dengan biaya pendidikan.
"Pengalaman kemarin sekolah mengeluh tidak bisa lagi mengambil pungutan dan dianggap melanggar. Sementara tidak mengambil partisipasi dari masyarakat ternyata anggaran yang diterima tidak cukup menutupi seluruh biaya operasional. Kami berharap pendidikan gratis jangan dipakai dalam kampanye karena akan menipu rakyat," katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah sudah menyediakan berbagai bantuan pembiayaan pendidikan, seperti BOS, BOSDA Madin, dan BPOPP. Meskipun demikian, masih ada sekolah kekurangan dana untuk pendidikan bermutu.
Sementara itu, dalam hal peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan Jatim.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024