London (ANTARA) - Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia untuk merevisi dan mengesahkan undang KUHP baru, pada kesempatan pertama, yang sesuai dengan hukum dan standard HAM internasional, termasuk ketentuan secara eksplisit melarang dan menghukum tindakan penyiksaan.
Menurut hukum kebiasaan internasional (customary international law) hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan buruk adalah absolut dan tidak bisa dicabut, demikian dikatakan Josef Roy Benedict, Campaigner - Indonesia & Timor-Leste, Amnesty International Secretariat kepada ANTARA London, Minggu.
"Apalagi Indonesia adalah negara pihak pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Konvensi PBB menentang Penyiksaan dan Tindakan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan, yang melarang tindakan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dalam segala situasi," ujarnya.
Pemerintah juga harus meratifikasi Protokol Opsional Konvensi PBB menentang Penyiksaan dan Tindakan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan, yang akan membentuk sistem kunjungan rutin dan independen ke semua tempat penahanan oleh badan-badan nasional dan internasional.
Hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain, bebas dari penganiayaan, diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan, sebagai aturan hukum kebiasaan internasional, mengikat semua negara, termasuk Indonesia.
Ia membebankan pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa kasus pencari suaka diproses dengan cara yang adil dan perlindungan disediakan bagi mereka yang membutuhkannya.
Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa penyelidikan mereka terkait kematian akibat penyiksaan seorang pencari suaka Afghanistan di pusat tahanan imigrasi di Kalimantan Barat adalah independen, tidak memihak dan efisien.
Mereka diduga terlibat, termasuk pihak relevan yang bertanggung jawab komando, harus dibawa ke pengadilan dan keluarga korban harus diberikan reparasi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012