Madiun - Kasus gugatan dugaan ijazah palsu Bupati Madiun Muhtarom sebesar Rp251 miliar yang ditangani oleh Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Madiun gagal berlanjut, menyusul keputusan majelis hakim yang menyatakan tidak berwenang memeriksa pada perkara ini. Hal ini disampaikan oleh majelis hakim pada sidang perdata dugaan ijazah palsu Bupati Madiun Muhtarom yang digelar di PN Kabupaten Madiun, Jawa Timur, dengan agenda pembacaan putusan sela, Rabu. "Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun tidak berwenang mengadili dan memeriksa perkara ini. Karena itu, majelis hakim memerintahkan penghentian perkara," ujar Hakim Ketua Bambang Hermanto saat pembacaan putusan sela setebal 36 halaman yang dibaca bergantian. Menurut majelis hakim, Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun tidak berwenang memeriksa kasus ini sebab pokok perkara berada di wilayah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dari rangkaian jawaban hingga duplik, majelis hakim menyimpulkan bahwa pokok perkara kasus ini adalah tentang sengketa pilkada. Yaitu tentang proses verifikasi dan kelengkapan berkas, yang di dalamnya terdapat ijazah dan KTP palsu. "Dengan demikian, secara formalitas gugatan ini tidak bisa diteruskan. Kami memang belum sampai ke pokok perkara gugatan soal dugaan ijazah palsu," ujar hakim anggota kasus ini yang juga Humas PN Kabupaten Madiun, Lucy Ermawati, seusai sidang. Pada putusan sela ini, majelis hakim telah mempertimbangkan banyak hal termasuk menggunakan berbagai dasar hukum. Di antaranya adalah, pasal 134 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement/hukum Indonesia yang Diperbarui) juncto UU 51/2009 tentang perubahan UU no. 5/1986. Dimana, kasus tersebut termasuk sengketa pilkada yang merupakan kompetensi absolut dan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. Selain itu, majelis hakim juga mengggunakan juris prudensi keputusan pada sidang pilkada di Sumbawa tahun 2011, yaitu Keputusan MA No. 145K/TUN/2011 tentang penolakan kasasi pada kasus gugatan terkait ijazah Zulkifli Muhadi, Bupati Kabupaten Sumbawa Barat. Kepada para penggugat, PN Kabupaten Madiun juga mewajibkan untuk membayar biaya sidang sebesar Rp391 ribu. "Putusan ini sudah final. Namun bila penggugat tidak puas, penggugat bisa saja melakukan upaya hukum lain seperti banding," kata Lucy. Kuasa hukum Bupati Madiun Muhtarom dan KPUD Kabupaten Madiun, Indra Priangkasa, menyatakan bahwa keputusan majelis hakim sudah tepat. "Obyek gugatan adalah terkait pilkada dan sebuah keputusan secara administrasi negara. Jadi memang harus ke PTUN," kata Indra. Sementara, pihak penggugat tidak hadir dalam persidangan tersebut. Melalui rilisnya yang dikirim melalui kurir ke PN setempat, para penggugat menilai putusan sela yang dikeluarkan PN terkait gugatan yang dilontarkannya adalah ilegal. Dalam rilis tersebut juga diutarakan ketidakhadiran mereka dalam sidang merupakan bentuk protes dan kekecewaan kepada hakim dalam menangani perkara ini. Selain rilis, para penggugat juga melampirkan fotokopi surat terkait sikap hakim dan jalannya persidangan yang telah dikirimkan ke sejumlah institusi terkait seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Presiden RI, serta Pengadilan Tinggi Jatim. Dalam kasus ini, perwakilan warga Kabupaten Madiun yang tergabung dalam Pentas Gugat Indonesia menggugat Bupati Madiun Muhtarom dan KPUD setempat senilai Rp251 miliar di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun terkait dugaan ijazah palsu yang digunakannya mencalonkan diri pada Pilkada Kabupaten Madiun 2008. Pihak Pentas Gugat Indonesia menyangsikan keabsahan ijazah Bupati Madiun Muhtarom dari tingkat SD, MTs, MA, dan perguruan tinggi. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012