Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa menyebutkan jumlah petani milenial di provinsi tersebut adalah yang tertinggi di Indonesia, hasil Sensus Pertanian 2023 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Jumlahnya mencapai 971.102 orang, atau sebesar 15,71 persen dari total petani se-Indonesia sebanyak 6.183.009 orang," kata Khofifah dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Senin.
Jumlah tersebut mengungguli Provinsi Jawa Tengah sebanyak 625.807 petani, Jawa Barat 543.044 petani, Sumatera Utara 361.814 petani, Sumatera Selatan 340.436 petani, Lampung 337.487 petani, Sulawesi Selatan 272.817 petani, NTB 225.483 petani, NTT 225.185 petani dan Aceh 222.879 petani.
“Semangat milenial Jatim untuk berkarya di sektor pertanian begitu tinggi. Petani milenial menjadi indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian di Jatim. Sekaligus, menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan yang dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut hasil Sensus Pertanian 2023 BPS Pusat, petani milenial ada pada usia rentang 19-39 tahun di Jatim mencapai 15,71 persen dari total Indonesia atau terdapat 971.102 orang.
Khofifah sebelumnya melihat panen bunga sedap malam milik petani milenial di Desa Pekoren Rembang, Kabupaten Pasuruan, Minggu (29/9).
Pada lahan seluas satu hektare milik Slamet dan putrinya Karen tersebut Khofifah membersamai para petani milenial dan warga panen bunga sedap malam yang harumnya menjadi favorit masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bunga sedap malam yang memiliki nama latin Polianthes tuberosa ini cukup banyak diminati masyarakat karena baunya yang harum, bahkan juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan penting. Seperti acara nikahan, untuk aromatherapy, dan cukup banyak dijadikan untuk bahan kosmetik.
Dalam kesempatan ini, Khofifah sengaja menyempatkan diri melakukan panen bersama petani bunga sedap malam sekaligus untuk mendengar aspirasi dari mereka.
“Jadi sebenarnya ada potensi pasar yang besar yang belum terpenuhi untuk bunga sedap malam ini. Nah karena potensi besar maka yang harus dilakukan untuk mengembangkan usaha ada dua, yaitu bisa ekstensifikasi atau juga intensifikasi,” ujar Khofifah.
Khofifah mengatakan, yang dilakukan oleh Slamet untuk pengembangan bunga sedap malam di sini adalah ekstensifikasi. Mereka membuka lahan baru penanaman bunga sedap malam seluas satu hektare.
Hal ini dilakukan karena permintaan bunga sedap malam memang terus meningkat. Bahkan pemasaran bunga dari sini sampai menjangkau Pulau Dewata Bali.
“Nah sekarang kita bicara intensifikasi. Setelah diidentifikasi, yang diperlukan di sini adalah pemupukan dan pengairan. Soal pupuk, ini ternyata masih terjadi kendala. Di mana untuk tanaman bunga sedap malam ini pupuknya kategori non subsidi sementara skalanya masih pada UKM,” ujar Khofifah.
Pemilik lahan menyampaikan pada Khofifah bahwa cost produksi bunga sedap malam 50 persennya adalah untuk pupuk non subsidi.
Oleh sebab itu, dikatakan Khofifah hal ini harus dibahas di tingkat kabupaten dulu supaya masuk pada e-RDKK untuk pemupukan. Harapannya nanti penyediaan pupuk untuk petani bunga sedap malam bisa masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK).
“Supaya dibahas kembali pada kategori dan sektor berskala seperti apa yang masuk non subsidi dan pada sektor dengan skala seperti apa yang masuk subsidi,” ujar Khofifah.
Karena kalau untuk usaha bunga sedap malam seperti ini, yaitu skala kecil menengah, seyogyanya masih dapat kuota untuk pupuk subsidi.
Ketika mereka bisa mendapatkan jatah pupuk subsidi, maka peningkatan kesejahteraan bagi pada petani bisa diperjuangkan. Sebab menurut pemilik lahan, keuntungan bersih untuk satu hektare tanaman sedap malam adalah Rp7 juta per bulan.
“Namun kalau misalnya bisa mendapatkan dukungan dari pupuk subsidi dengan skala tertentu, mereka kira-kira bisa dapat tambahan untung sekitar Rp3 juta per bulan. Sehingga bisa menambah pendapatan dari petani bunga sedap malam menjadi Rp10 juta per bulan,” ujar Khofifah.
Jumlah tersebut mengungguli Provinsi Jawa Tengah sebanyak 625.807 petani, Jawa Barat 543.044 petani, Sumatera Utara 361.814 petani, Sumatera Selatan 340.436 petani, Lampung 337.487 petani, Sulawesi Selatan 272.817 petani, NTB 225.483 petani, NTT 225.185 petani dan Aceh 222.879 petani.
“Semangat milenial Jatim untuk berkarya di sektor pertanian begitu tinggi. Petani milenial menjadi indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian di Jatim. Sekaligus, menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan yang dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut hasil Sensus Pertanian 2023 BPS Pusat, petani milenial ada pada usia rentang 19-39 tahun di Jatim mencapai 15,71 persen dari total Indonesia atau terdapat 971.102 orang.
Khofifah sebelumnya melihat panen bunga sedap malam milik petani milenial di Desa Pekoren Rembang, Kabupaten Pasuruan, Minggu (29/9).
Pada lahan seluas satu hektare milik Slamet dan putrinya Karen tersebut Khofifah membersamai para petani milenial dan warga panen bunga sedap malam yang harumnya menjadi favorit masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bunga sedap malam yang memiliki nama latin Polianthes tuberosa ini cukup banyak diminati masyarakat karena baunya yang harum, bahkan juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan penting. Seperti acara nikahan, untuk aromatherapy, dan cukup banyak dijadikan untuk bahan kosmetik.
Dalam kesempatan ini, Khofifah sengaja menyempatkan diri melakukan panen bersama petani bunga sedap malam sekaligus untuk mendengar aspirasi dari mereka.
“Jadi sebenarnya ada potensi pasar yang besar yang belum terpenuhi untuk bunga sedap malam ini. Nah karena potensi besar maka yang harus dilakukan untuk mengembangkan usaha ada dua, yaitu bisa ekstensifikasi atau juga intensifikasi,” ujar Khofifah.
Khofifah mengatakan, yang dilakukan oleh Slamet untuk pengembangan bunga sedap malam di sini adalah ekstensifikasi. Mereka membuka lahan baru penanaman bunga sedap malam seluas satu hektare.
Hal ini dilakukan karena permintaan bunga sedap malam memang terus meningkat. Bahkan pemasaran bunga dari sini sampai menjangkau Pulau Dewata Bali.
“Nah sekarang kita bicara intensifikasi. Setelah diidentifikasi, yang diperlukan di sini adalah pemupukan dan pengairan. Soal pupuk, ini ternyata masih terjadi kendala. Di mana untuk tanaman bunga sedap malam ini pupuknya kategori non subsidi sementara skalanya masih pada UKM,” ujar Khofifah.
Pemilik lahan menyampaikan pada Khofifah bahwa cost produksi bunga sedap malam 50 persennya adalah untuk pupuk non subsidi.
Oleh sebab itu, dikatakan Khofifah hal ini harus dibahas di tingkat kabupaten dulu supaya masuk pada e-RDKK untuk pemupukan. Harapannya nanti penyediaan pupuk untuk petani bunga sedap malam bisa masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK).
“Supaya dibahas kembali pada kategori dan sektor berskala seperti apa yang masuk non subsidi dan pada sektor dengan skala seperti apa yang masuk subsidi,” ujar Khofifah.
Karena kalau untuk usaha bunga sedap malam seperti ini, yaitu skala kecil menengah, seyogyanya masih dapat kuota untuk pupuk subsidi.
Ketika mereka bisa mendapatkan jatah pupuk subsidi, maka peningkatan kesejahteraan bagi pada petani bisa diperjuangkan. Sebab menurut pemilik lahan, keuntungan bersih untuk satu hektare tanaman sedap malam adalah Rp7 juta per bulan.
“Namun kalau misalnya bisa mendapatkan dukungan dari pupuk subsidi dengan skala tertentu, mereka kira-kira bisa dapat tambahan untung sekitar Rp3 juta per bulan. Sehingga bisa menambah pendapatan dari petani bunga sedap malam menjadi Rp10 juta per bulan,” ujar Khofifah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024