Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya meningkatkan nilai ekspor produk hasil hutan yang diproduksi secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Ristianto Pribadi di Jakarta, Rabu, mengatakan, peningkatan nilai ekspor juga akan diiringi dengan peningkatan nilai di pasar domestik untuk terus menggeliatkan hilirisasi hasil hutan.

Saat Pembukaan International Furniture Manufacturing Components Exhibition (IFMAC) & International Woodworking Machinery Exhibition (WOODMAC), dia mengatakan, pengelolaan hutan lestari adalah strategi nasional untuk memastikan hutan bisa menjadi sumber bahan baku untuk pemenuhan kebutuhan produk kayu dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekologi.

"Keberhasilan implementasi pengelolaan hutan lestari dipengaruhi oleh semua yang terlibat dalam rantai pasok produk kayu hingga ke tangan konsumen. Oleh sebab itu sangat penting untuk meningkatkan praktik ketelusuran, efisiensi, hingga pelestarian sumber bahan baku," katanya.

Menurut dia, beberapa tahun terakhir pasar global semakin menuntut produk yang diproduksi secara berkelanjutan. Konsumen bisnis maupun perseorangan mendesak adanya transparansi dan produk ramah lingkungan, oleh karena itu tata kelola rantai pasok pun menjadi fokus yang dipantau, termasuk untuk produk kayu.

"Oleh karena itu kita semua harus bekerja sama untuk memastikan bahan baku yang dimanfaatkan industri berasal dari sumber yang legal dan dikelola secara lestari," kata Tito, panggilan akrab Risanto.

Terkait tuntutan pasar global tersebut, tambahnya, Indonesia telah mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) untuk memastikan produk kayu yang dipasarkan berasal dari sumber yang legal dan lestari sekaligus untuk memperbaiki tata kelola hutan. SVLK juga telah mendapat pengakuan dari pasar global, termasuk dari Uni Eropa.

Berdasarkan data dari Satu Data PHL KLHK, nilai ekspor produk hasil hutan pada tahun 2024 hingga Agustus tercatat 8,22 miliar dolar AS. Produk panel kayu berkontribusi sebesar 17,75 persen dengan nilai 1,47 miliar dolar AS, kemudian furnitur berkontribusi 12,33 persen (1,01 miliar dolar AS), dan woodworking berkontribusi 6,8 persen (566,12 juta dolar AS).

Menyinggung penyelenggaraan IFMAC-WOODMAC, Tito menilai kegiatan tersebut kesempatan bagus untuk mengeksplorasi teknologi dan inovasi guna memperkuat ikatan antara hutan lestari dan industri pengolahan kayu.

"Mesin dan perangkat industri terbaru akan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, penggunaan bahan baku ramah lingkungan, mengurangi limbah, sekaligus menjawab isu perubahan iklim," katanya.

IFMAC-WOODMAC dibuka oleh Direktur Industri Kehutanan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Setia Diarta dan turut dihadiri oleh Ketua Asosiasi Industri Kayu Pertukangan (ISWA) Wiradadi Soeprayogo, Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Bambang Soepijanto, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Sekjen China National Forestry Machinery Association Wei Jian.

Pewarta: Subagyo

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024