Awal tahun 2012 diwarnai berbagai tragedi. Selain bencana alam gunung meletus atau erupsi, tanah longsor, banjir, puting beliung dan juga tragedi di ranah politik yang penuh intrik yang ujung-ujungnya memperebutkan uang dan jabatan. Tragedi lainnya, adalah ulah sopir, pengemudi maupun pilot yang dibayangi narkoba. Bila pilot dengan dalih agar lebih konsentrasi dan PD (percaya diri) selama menjalani tugas, sementara pengemudi maupun artis berdalih karena pergaulan. Namun, akibat yang ditimbulkan semuanya, korban jiwa pun melayang sia-sia. Mereka yang tidak tahu apa-apa dan tidak berdosa menjadi korban kebiadaban sopir, pengemudi dan tidak menutup kemungkinan juga pilot. Data Kepolisian Republik Indonesia mencatat, sejak Januari hingga pertengahan Februari 2012, setiap hari rata-rata sebanyak 35 orang tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Jumlah kecelakaan lalu lintas itu sebanyak 9.884 kasus yang menyebabkan 1.547 orang tewas, 2.562 orang luka berat, dan 7.564 orang luka ringan. Jenis kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan adalah sepeda motor sebanyak 9.555 unit, mobil penumpang 1.357 unit, dan bus sebanyak 207 unit. Kelalaian atau abai pada pengendara terkait dengan SDM. Bukan hal aneh bila pengendara di Tanah Air umumnya bisa menjalankan kendaraan dan bukan piawai atau pandai mengemudi. Pasalnya, mereka "asal" bisa menjalankan kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil dengan cara dilatih saudara atau secara alami "nekad" belajar, bukan melalui kursus mengemudi yang profesional. Jadi, dalam mengemudi tidak jarang mengabaikan aturan dan tata tertib berlalu lintas. Contoh, jalan pelan tapi di jalur kanan, bukan di kiri, sehingga tidak aneh bila kendaraan lain mendahului (nyalip) dari kiri. Lainnya, belok tanpa menyalakan lampu serta ujug-ujug berhenti di rambu larangan (S coret) atau parkir dilarang (P coret), melaju arah berlawanan (bukan jalurnya) hingga melaju kencang (lebih dari 60 Km maksimum kecepatan dalam kota). Selain itu, faktor insfrastruktur, kondisi perawatan dan laiknya kendaraan hingga pengawasan yang lemah dan buruk, menjadi pemicu kecelakaan. Bukan lagi rahasia bila urusan perizinan, surat kendaraan, KIR hingga kena tilang bila melanggar dan berurusan dengan birokrat maupun aparat, semuanya bisa diatur serta dikompromikan dengan fulus. Lagi, lagi.... uang yang bisa mengatur segalanya yang membuat karut marut republik ini. Khusus bus misalnya, marak pungutan liar melilit pengusaha transportasi, selain retribusi di daerah juga menguras pendapatan perusahaan. Berdasarkan catatan Hipmi Research Center, pungli angkutan darat setiap tahun mencapai lebih dari Rp25 triliun. Pungli terjadi mulai dari administrasi kendaraan sampai yang dikenakan sopir di tengah jalan. Jika dipukul rata pungli mengerogoti 25 persen pendapatan perusahaan. Perbuatan tercela birokrat dan aparat ini berkontribusi pada banyaknyan kecelakaan dimana-mana, sebab faktor pemeliharaan kendaraan dam kesejahteraan sopir menjadi taruhannya. Kondisi tersebut selama ini luput dari pengamatan pengambil kebijakan. Semestinya tingginya angka kecelakaan akhir-akhir ini dijadikan pemerintah sebagai momentum untuk memberantas pungli. Para birokrat dan aparat itu sebenarnya sadar bahwa gaji dan tambahan remunerasi mereka sudah tercukupi dari uang rakyat, namun lacur, mereka terserang penyakit pura-pura nggak tahu atau lupa, sehingga abai akan tugasnya melayani masyarakat bukan memalak warga. Birokrat dan aparat pengayom masyarakat seolah hanya menjadi slogan belaka yang jauh dari realita. Masak sih, "birokrat itu setan, tapi diperlukan", akan terus berlanjut. Semoga saja secepatnya berubah menjadi "birokrat itu malaikat yang dirindukan keberadaannya dan kehadirannya oleh masyarakat". (chandra_antara@yahoo.co.id) (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012