Terdapat kemungkinan 80 persen suhu rata-rata global di dekat permukaan Bumi pada setidaknya satu hingga lima tahun kalender mendatang akan melebihi 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, serta 47 persen kemungkinan bahwa rata-rata suhu lima tahun dari 2024-2028 akan melampaui ambang batas tersebut, kata PBB pada Rabu.

Laporan baru dari beberapa lembaga, yang dikoordinasikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), mengatakan konsentrasi gas rumah kaca berada pada tingkat tertinggi sepanjang sejarah, memicu kenaikan suhu di masa depan.

Tahun 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah dengan selisih yang signifikan, disertai dengan cuaca ekstrem yang meluas, dan tren ini berlanjut pada paruh pertama tahun 2024, menurut laporan tersebut.

Kesenjangan emisi antara aspirasi dan kenyataan masih sangat besar. Berdasarkan kebijakan saat ini, terdapat dua pertiga kemungkinan bahwa pemanasan global akan mencapai 3 derajat Celcius pada abad ini, menurut laporan United in Science.

"Kita membutuhkan tindakan mendesak dan ambisius, sekarang, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, aksi iklim, dan pengurangan risiko bencana. Keputusan yang kita buat hari ini bisa menjadi perbedaan antara keruntuhan masa depan atau terobosan menuju dunia yang lebih baik," kata Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dalam konferensi pers PBB.

Saulo mencatat bahwa sejak Juni 2023, dunia telah mengalami rangkaian suhu permukaan daratan dan laut yang sangat tinggi secara global.

"Meski ada kemungkinan kemunculan peristiwa pendinginan jangka pendek La Nina, hal itu tidak akan mengubah trajektori jangka panjang dari kenaikan suhu global akibat gas rumah kaca yang menjebak panas di atmosfer," katanya.

Sembilan tahun terakhir telah menjadi yang terpanas dalam sejarah, meski ada pengaruh pendinginan dari La Nina yang berlangsung beberapa tahun dari 2020 hingga awal 2023.

Peristiwa El Nino 2023-24 mulai muncul pada Juni 2023 dan memuncak pada November 2023 - Januari 2024 sebagai salah satu dari lima El Nino terkuat yang tercatat, sebelum mereda – meskipun beberapa dampaknya masih berlanjut.

Kecerdasan Buatan (AI)

"Kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin telah muncul sebagai teknologi yang berpotensi transformatif yang merevolusi prakiraan cuaca dan dapat membuatnya lebih cepat, lebih murah, dan lebih mudah diakses. Teknologi satelit canggih dan realitas virtual yang menjembatani dunia fisik dan digital membuka cakrawala baru, misalnya dalam pengelolaan lahan dan air," kata Celeste Saulo.

Namun, dia menambahkan bahwa sains dan teknologi saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Di dunia yang semakin kompleks, dunia harus merangkul beragam pengetahuan, pengalaman, dan perspektif untuk menciptakan solusi bersama.

KTT Masa Depan PBB yang akan berlangsung akhir September di New York memberikan kesempatan sekali seumur hidup untuk menghidupkan kembali dan memperbarui komitmen kolektif terhadap tujuan global, kata laporan yang disusun oleh konsorsium badan PBB, organisasi meteorologi, serta badan ilmiah dan penelitian tersebut.

Laporan tersebut juga mencakup masukan dari kaum muda dan ilmuwan pemula yang merupakan agen perubahan masa depan.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah mengakibatkan perubahan yang luas dan cepat di atmosfer, lautan, cryosphere (wilayah es), dan biosfer.

Tahun 2023 adalah yang terpanas dalam sejarah dengan margin yang signifikan, disertai dengan cuaca ekstrem yang meluas, dan tren ini berlanjut pada paruh pertama tahun 2024.

Emisi gas rumah kaca (GRK) global naik sebesar 1,2 persen dari 2021 ke 2022, mencapai 57,4 miliar ton setara karbon dioksida (CO2).

Konsentrasi rata-rata permukaan global dari CO2, metana (CH4), dan nitrous oxide juga mencapai level tertinggi baru.

Ketika Perjanjian Paris PBB diadopsi pada 2015, emisi gas rumah kaca diproyeksikan meningkat sebesar 16 persen pada 2030 dibandingkan dengan tahun 2015.

Peningkatan yang diproyeksikan sekarang sebesar 3 persen, menunjukkan adanya kemajuan, menurut laporan tersebut.

Namun, kesenjangan emisi untuk tahun 2030 tetap tinggi. Untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius dan 1,5 derajat Celcius (di atas era pra-industri), emisi GRK global pada 2030 harus dikurangi masing-masing sebesar 28 persen dan 42 persen dari level yang diproyeksikan oleh kebijakan saat ini.


Sumber: Anadolu

Pewarta: Primayanti

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024