Surabaya - Provinsi Jawa Tmur menempati peringkat ketiga paling banyak dalam jumlah kecelakaan kerja selama 2010-2011 dengan catatan sebanyak 26 ribu kasus. "Ini sama dengan 30 persen total angka kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun yang sama," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan pada Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi Drs Muji Handaya, M.Si kepada wartawan di sela-sela seminar nasional bulan keselamatan dan kesehatan kerja di Gedung Politeknik Perkapalan Negeri ITS Surabaya, Sabtu. Jawa Timur berada di bawah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang menempati urutan pertama dan kedua dengan kisaran angka di atas 26 ribu kasus. Hanya saja Muji mengaku tidak ingat persis angka pastinya. "Angka pastinya saya lupa, tapi di atas 26 ribu dan di bawah 30 ribu. Sedangkan untuk kisaran tahun 2011-2012 jumlahnya tidak beranjak jauh dari angka sebelumnya," tutur dia. Untuk skala nasional, angka kecelakaan kerja menurun sejak 2010, namun tidak diikuti oleh angka kematian pekerja. Dari data yang dimilikinya, pada 2010 terdapat 98 ribu kasus kecelakaan kerja dan turun menjadi 86 ribu kasus pada 2011. Sedang untuk angka kematian pekerja mencapai 2.100 kasus. Menurut dia, alasan utama seringnya terjadi kasus kecelakaan karena di provinsi-provinsi besar dan padat penduduk banyaknya kawasan industri. Bahkan di Jawa Timur sendiri, lanjut dia, resiko terjadi kecelakaan sangat tinggi karena termasuk daerah paling sibuk Indonesia. Pihaknya mengimbau kepada semua perusahaan agar menerapkan standar Keselamatan kerja (K3) sesuai prosedur. Sebab selama ini ia menilai masih banyak yang melupakan dan mengabaikannya. "Kematian mendadak pekerja saat bekerja dan saat perjalanan maupun pulang bekerja termasuk kasus kecelakaan kerja. Karena itulah K3 harus menjadi budaya dan tidak bosan-bosannya disosialisasikan," kata Muji. Karena itulah pihaknya saat ini gencar menggandeng sejumlah perguruan tinggi untuk menekan angka kecelakaan kerja serta menerapkan standar K3. Selain itu, pihaknya juga menganggap perguruan tinggi sebagai agen tenaga kerja. Sementara itu, Rektor ITS Surabaya Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono DEA menyambut baik dan mengapresiasi langka pemerintah pusat bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi. Pihaknya mengaku sangat prihatin dan menyayangkan terjadinya angka kecelakaan kerja karena mengabaikan standar K3. "Dengan menerapkan standar K3, diharapkan kasus kecelakaan kerja bisa diminimalisasi. Dalam hal ini jangan sampai pekerja tidak mengerti karena beresiko sangat tinggi. Pekerja maupun perusahaan tidak boleh menganggap remeh," ucapnya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012