Yerusalem (ANTARA/AFP) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkaan, Presiden Palestina Mahmud Abbas memilih "meninggalkan jalur perdamaian" jika ia melaksanakan perjanjian rekonsiliasi dengan Hamas yang ditandatangani Senin.
Netanyahu menyampaikan peringatan itu tak kama setelah Abbas dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal menandatangani perjanjian itu di Qatar, yang menetapkan presiden Palestina tersebut sebagai kepala pemerintah sementara yang akan mempersiapkan pemilihan umum tahun ini.
"Jika Abu Mazen (Abbas) melaksanakan apa yang ditandangani di Doha, ia memilih meninggalkan jalur perdamaian dan menyatukan dirinya dengan Hamas," kata Netanyahu pada pertemuan para menteri partai Likud kubunya.
Perjanjian Doha itu dicapai ketika kelompok-kelompok yang bersaing, Hamas dan Fatah, berusaha melaksanakan sebuah perjanjian rekonsiliasi yang ditandatangani pada Mei yang menetapkan pembentukan pemerintah sementara dan pemilihan umum dalam waktu setahun.
Israel mempertegas sikapnya menentang perjanjian itu dengan memperingatkan, Abbas tidak bisa rujuk dengan gerakan Hamas yang menguasai Gaza sambil melakukan perundingan dengan Israel.
"Saya telah mengatakan beberapa kali di masa silam bahwa pemerintah Palestina (yang dipimpin Abbas) harus memilih antara persekutuan dengan Hamas atau perdamaian dengan Israel. Hamas dan perdamaian tidak akan bisa bersama-sama," kata Netanyahu, Senin.
Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei 2011 namun hingga kini belum melaksanakannya.
Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.
Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.
Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.
Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.
Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa empat tahun lalu.
Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.
Operasi "Cast Lead" Israel itu, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza. Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu.
Proses perdamaian Timur Tengah macet sejak konflik itu, dan Jalur Gaza yang dikuasai Hamas masih tetap diblokade oleh Israel. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012