Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak akan mendapatkan suara terbanyak di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur karena masyarakat lebih dominan melihat figur.

"Ada beberapa faktor yang menjadi peran penting yang menjadi modal kuat Khofifah. Pertama, dalam pilkada masyarakat lebih dominan melihat figur, kemudian baru partai politik," kata Adib di Surabaya, Rabu.

Figur akan dilihat sejauh mana popularitas, elektabilitas, dan akseptabilitas atau penerimaan figur tersebut di masyarakat, dan sejauh mana calon sudah berbuat atau track record atau rekam jejak kinerja-nya seperti apa.

"Jika dilihat seperti ini, Khofifah lebih diunggulkan lantaran pengalaman lebih banyak dari Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamidah. Apalagi Khofifah juga matang secara organisasi. Dia pernah menjadi anggota DPR, menteri dan gubernur. Track record itu yang tidak dimiliki dua pesaingnya. Yang paling mendekati saya kira Risma, itu pun hanya wali kota dan menteri," kata Adib yang juga Dosen Fisip Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS) Tangerang.

Baca juga: Pengamat: Khofifah-Emil butuh usaha ekstra menangkan Pilkada Jatim

Khusus bagi Khofifah, lanjut Adib, jika Khofifah bisa mengkonversikan figur yang dominan dengan mesin partai yang mendukungnya, maka peluang menang justru akan menjadi lebih besar.

"Kalau pun harus head to head, maka Risma memang yang paling mendekati. Risma figur populer, tapi calon wakil gubernur yang tidak bisa mendukung suara basis elektoralnya. Berbeda dengan Khofifah yang ditunjang dengan Emil Dardak, yang menyumbang suara signifikan terutama kalangan muda Gen Z. Sementara Risma mungkin hanya didukung wilayah Arek karena pernah menjabat sebagai Wali Kota di Surabaya," ucapnya.

Kedua, masih kata Adib, banyak anggapan suara NU akan terpecah. Tetapi hal itu tidak secara signifikan. Kembali lagi ke pilkada bahwa figur lebih dominan daripada partai.

Dia menjelaskan PDIP dan PKB bisa mendapat suara besar di Pileg, tetapi nantinya akan berbeda dengan pilkada. Sebab, pada saat Pileg, Caleg berjuang dan mendapatkan suara, secara otomatis partai juga mendapatkan suara.

Baca juga: Risma hadiri rapat bersama Presiden Jokowi di tengah isu mundur
Baca juga: Luluk Nur Hamidah ingin tunjukkan perbedaan kepemimpinan perempuan di Jatim

"Dan ini pilkada, bukan Pileg. Justru saya memprediksi suara Pilpres kemarin akan linier dengan suara pilkada. Dengan didukung koalisi KIM, Representasi Khofifah adalah Prabowo-Gibran. Sementara Khofifah juga didukung Muslimat yang bisa diandalkan," tuturnya.

Sebaliknya klaim Luluk yang menyebutkan suara utuh PKB, hal itu diragukan. Identitas politik ke-NU-an dari masing-masing kandidat memang cukup kuat, tapi kalangan nahdliyin juga pemilih rasional.

"Ketiga kandidat secara identitas politik ke-NU-an dari masing-masing cukup kuat, tetapi kalangan nahdliyin juga pemilih rasional. Apalagi Khofifah keuntungannya adalah petahana. Dengan demikian keunggulan politik teknokratik yaitu bagaimana menghadirkan visi-misi serta program yang nyata dan realistis untuk masyarakat Jatim, Khofifah sudah membuktikan," ucapnya.

Oleh sebab itu, menurut Adib, ancaman Khofifah hanya pada Risma. Tetapi, itu juga bukan ancaman serius, sebab Risma hanya populer di wilayah Arek, dan tidak didukung suara wakilnya, seperti Emil Dardak.
 

Pewarta: Willi Irawan

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024