Mpox yang sebelumnya dikenal sebagai monkeypox atau cacar monyet menjadi perhatian publik di dunia beberapa waktu belakangan seiring penetapan status kegawatdaruratan global akibat wabah infeksi virus penyakit ini untuk kedua kalinya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Status kegawatdaruratan ini ditetapkan akibat varian clade 1B yang menurut pakar kesehatan sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, lebih berbahaya dari clade II yang ada di dunia pada tahun lalu.
WHO mencatat terdapat lebih dari 100.000 kasus Mpox yang terkonfirmasi telah dilaporkan sejak wabah global dimulai pada tahun 2022.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan penularan berpusat di Republik Demokratik Kongo dengan 90 persen dari kasus yang dilaporkan pada tahun 2024.
Di negara itu, dilaporkan telah ada lebih dari 16.000 dugaan kasus termasuk 575 kematian pada tahun 2024. Varian yang ditemukan yakni clade IB dan clade I endemik.
Varian clade IB yang semula hanya di Afrika, kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Swedia. Di Asia Tenggara, Thailand menemukan kasus pertama varian baru clade IB, lalu Filipina melaporkan kasus dari jenis clade II yang lebih ringan.
Sementara di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat terdapat sebanyak 88 kasus sejak tahun 2022 dan sekitar 12-14 kasus pada tahun ini.
Menurut Menkes, kasus di Indonesia lebih banyak varian clade IIB yang bisa diobati dengan tingkat fatalitas yang kecil. Pasien di Indonesia pun dapat pulih sehingga masyarakat tak perlu khawatir.
Kasus di Jakarta
Khusus di Jakarta yang kini bukan lagi menjadi Ibu Kota Negara, Dinas Kesehatan mencatat terdapat sekitar 59 kasus terkonfirmasi sejak 13 Oktober 2023 hingga 19 Agustus 2024.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengemukakkan berdasarkan persebaran kasus Mpox di Jakarta tahun 2024, terdapat 11 kasus Mpox yang tersebar di delapan kecamatan yakni Ciracas, Grogol Petamburan, Jatinegara, Kebon Jeruk, Matraman, Pasar Minggu, Tanah Abang dan Tanjung Priok. Seluruh kasus ditemukan pada warga berusia 21 sampai 50 tahun.
Pakar kesehatan termasuk dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropik infeksi di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya dr. Hadianti Adlani, Sp. P.D, Subsp. P.T.I. (K) mengingatkan bahwa semua orang dari segala usia dan jenis kelamin dapat terkena Mpox.
Umumnya, jika sudah pernah terkena, pasien akan mempunyai daya tahan atau kekebalan terhadap penyakit ini hingga 85 persen. Kekebalan ini sama dengan seseorang yang sudah pernah mendapatkan vaksinasi cacar smallpox.
Namun demikian, jika daya tahan tubuh menurun, seperti pada kondisi seseorang yang sistem imunnya tak berfungsi normal, maka bisa saja terserang kembali atau terkena lebih dari satu kali.
Gejala klinis dari Mpox pada manusia hampir sama dengan kasus smallpox atau cacar yang pernah dieradikasi tahun 1980. Seperti halnya virus Variola penyebab smallpox atau cacar, virus penyebab Mpox juga merupakan spesies yang termasuk ke dalam genus Orthopoxvirus dan keluarga Poxviridae.
Gejala Mpox lebih ringan dari cacar yang disebabkan oleh smallpox virus, tetapi dapat lebih berat dari cacar air yang disebabkan karena virus varicella. Mpox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14-21 hari.
Gejala awal Mpox antara lain demam tinggi lebih dari 38 derajat Celsius, sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat dirasakan di leher, ketiak, ataupun selangkangan, nyeri otot atau punggung dan badan terasa lemas.
Kemudian dalam 1-3 hari setelah gejala awal tersebut dapat muncul ruam atau lesi pada kulit dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainya, lalu timbul bintik merah seperti cacar (makulapapula) lepuh berisi cairan bening ataupun lepuh berisi nanah.
Setelah melewati tujuh hari pertama, lesi atau lepuh berlubang dan bernanah tersebut dapat berkembang di seluruh tubuh mulai dari wajah hingga kaki.
Salah satu ciri paling khas dari Mpox yakni adanya limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening. Kemungkinan kematian dari penyakit Mpox berkisar antara 3-6 persen. Sementara pada penderita cacar air, demam dialami hingga 39 derajat Celcius dengan ruam yang muncul di hari pertama hingga kedua infeksi.
Ruam yang muncul diawali dengan makula, papula, vesikel-pustul, hingga diakhiri dengan pustul dan krusta. Sementara ciri khas cacar air adalah ruam gatal. Cacar air sangat jarang menyebabkan kematian.
Lalu, demam dan ruam juga dialami oleh penderita campak. Umumnya penderita campak mengalami demam tinggi hingga 40,5 derajat Celcius dengan ruam yang muncul setelah hari kedua hingga keempat.
Ruam dapat muncul mulai dari kepala dan menyebar hingga ke tangan dan kaki. Ciri khas dari campak adalah adanya koplik spots atau bercak putih di area mulut. Risiko kematian dari campak tergantung pada kondisi masing-masing penderitanya.
Ruam pada kulit juga bisa saja disebabkan oleh infeksi bakteri pada kulit, scabies, sifilis, maupun alergi terhadap obat-obatan.
Oleh karenanya, apabila mengalami demam dan melihat adanya ruam yang muncul, maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropik infeksi sehingga mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Hadianti mengatakan, meskipun gejala Mpox jauh lebih ringan daripada cacar, tetapi dapat berakibat fatal. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder, gangguan pernapasan, seperti pneumonia, sepsis, dan gangguan pada mata berupa penurunan penglihatan, bahkan kebutaan.
Di samping itu, Mpox juga dapat menimbulkan akibat yang fatal hingga kematian, terutama pada anak-anak dengan angka kasus fatal 1-10 persen.
Penularan
Penularan Mpox antar-manusia terjadi akibat kontak jarak dekat dengan sekresi saluran pernapasan, darah, cairan tubuh, dan lesi kulit atau mukosa yang mengandung virus dari penderita Mpox.
Selain itu, penularan juga dapat terjadi melalui kontak erat yang terjadi dalam waktu lama dengan orang yang terinfeksi Mpox, terlebih yang terpapar droplet maupun berhubungan seksual. Definisi lama pada kasus ini adalah lebih dari empat jam.
Penularan pun dapat terjadi apabila seseorang menggunakan atau menyentuh pakaian, sprei, selimut, maupun permukaan yang sebelumnya digunakan maupun telah terkontaminasi cairan tubuh atau cairan pada lepuhan orang yang menderita Mpox.
Seorang wanita yang hamil dan sedang terinfeksi Mpox bisa saja menularkan penyakit ini ke janinnya, maupun ketika proses persalinan melalui kontak kulit ibu dan bayi
Dilaporkan bahwa angka keparahan Mpox berkisar antara 1-10 persen dengan jumlah kematian terbanyak pada kelompok usia muda.
Kasus yang parah lebih banyak terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, dan tingkat keparahan komplikasi.
Kasus kematian sebagian besar terjadi pada kelompok usia yang lebih muda karena dianggap lebih rentan terhadap penyakit, mengingat status imun belum sempurna.
Hingga saat ini, belum ditemukan antivirus untuk penyakit Mpox, sama dengan penyakit lain yang setara dengan Mpox. Namun Mpox dapat dicegah dengan vaksinasi cacar smallpox.
Selain itu, penularan dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air mengalir, dengan teknik mencuci tangan yang benar.
Lalu, menghindari kontak langsung dengan tikus, primata, atau hewan yang mati mendadak maupun sedang sakit dan menghindari kontak fisik dengan penderita atau material yang terkontaminasi penderita Mpox.
Apabila melakukan kontak dengan penderita Mpox tidak terhindarkan, maka gunakan alat pelindung diri ketika merawat orang yang terinfeksi Mpox.
Hal yang tak kalah penting yakni memasak makanan hingga matang, terutama untuk daging maupun jeroan hewan. Upaya lainnya yakni menerapkan perilaku seks yang aman dengan tidak bergonta-ganti pasangan, serta tunda, atau setidaknya menggunakan kondom, ketika berhubungan intim dengan penderita Mpox.
Masyarakat perlu menggunakan masker untuk mencegah penularan Mpox ketika terpaksa berjumpa orang lain, membersihkan rumah, terutama permukaan benda yang sering disentuh oleh banyak orang, secara rutin.
Kemudian, pelaku perjalanan yang kembali dari wilayah terjangkit segera memeriksakan diri jika mengalami demam tinggi mendadak, pembesaran kelenjar getah bening, dan ruam kulit dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan. Pasien Mpox wajib diisolasi atau karantina mandiri, agar tidak menularkan virus ke orang lain.
Penanggulangan
Dalam menanggulangi kondisi Mpox yang sedang terjadi saat ini, Kementerian Kesehatan melakukan tiga upaya penanggulangan yakni surveilans, terapeutik, dan vaksinasi.
Upaya surveilans dilakukan dengan penyelidikan epidemiologi dan penyiapan laboratorium pemeriksa. Upaya terapeutik dilakukan dengan memberikan terapi simtomatis, pemenuhan logistik antivirus khusus Mpox, serta pemantauan kondisi pasien.
Kementerian Kesehatan juga melakukan vaksinasi Mpox terutama pada populasi yang paling berisiko, yaitu laki-laki yang dalam dua minggu terakhir melakukan hubungan seksual berisiko dengan sesama jenis dengan atau tanpa status orang dengan human immunodeficiency virus (ODHIV).
Namun saat ini Kemenkes belum menilai perlu dilakukannya vaksinasi Mpox massal karena belum ada rekomendasi dari WHO. Vaksin masih diprioritaskan bagi kelompok yang berisiko terpapar virus.
Di Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Mpox guna mencegah penyebaran lebih lanjut. Pemerintah terus menjalankan sistem cegah tangkal terhadap Mpox meliputi promosi kesehatan terkait pencegahan dan penularan Mpox, pelaporan penemuan kasus melalui rumah sakit dan puskesmas.
Selain itu, dilakukan pula studi kasus kontrol yang memberikan rekomendasi penanganan. Hasil studi mengidentifikasi kelompok rentan penularan Mpox, yaitu laki-laki berusia 20-40 tahun yang bekerja di luar rumah, memiliki orientasi seksual homoseksual dan biseksual serta pasien HIV atau IMS. Kelompok ini diutamakan dalam program edukasi dan promosi kesehatan terkait Mpox.
Adapun program vaksinasi Mpox tahun 2023 lalu telah menjangkau 495 orang dari populasi kunci atau kelompok risiko tinggi di DKI Jakarta.
Mpox telah menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia, dan dengan langkah-langkah yang terus dilakukan pemerintah, diharapkan kasus Mpox dapat diminimalisasi.
Selain itu, masyarakat juga perlu tetap waspada serta berperan aktif dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit ini. Meskipun belum ada pengobatan khusus, pengobatan simptomatik dan suportif berdasarkan gejala yang ditimbulkan dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Status kegawatdaruratan ini ditetapkan akibat varian clade 1B yang menurut pakar kesehatan sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, lebih berbahaya dari clade II yang ada di dunia pada tahun lalu.
WHO mencatat terdapat lebih dari 100.000 kasus Mpox yang terkonfirmasi telah dilaporkan sejak wabah global dimulai pada tahun 2022.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan penularan berpusat di Republik Demokratik Kongo dengan 90 persen dari kasus yang dilaporkan pada tahun 2024.
Di negara itu, dilaporkan telah ada lebih dari 16.000 dugaan kasus termasuk 575 kematian pada tahun 2024. Varian yang ditemukan yakni clade IB dan clade I endemik.
Varian clade IB yang semula hanya di Afrika, kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Swedia. Di Asia Tenggara, Thailand menemukan kasus pertama varian baru clade IB, lalu Filipina melaporkan kasus dari jenis clade II yang lebih ringan.
Sementara di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat terdapat sebanyak 88 kasus sejak tahun 2022 dan sekitar 12-14 kasus pada tahun ini.
Menurut Menkes, kasus di Indonesia lebih banyak varian clade IIB yang bisa diobati dengan tingkat fatalitas yang kecil. Pasien di Indonesia pun dapat pulih sehingga masyarakat tak perlu khawatir.
Kasus di Jakarta
Khusus di Jakarta yang kini bukan lagi menjadi Ibu Kota Negara, Dinas Kesehatan mencatat terdapat sekitar 59 kasus terkonfirmasi sejak 13 Oktober 2023 hingga 19 Agustus 2024.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengemukakkan berdasarkan persebaran kasus Mpox di Jakarta tahun 2024, terdapat 11 kasus Mpox yang tersebar di delapan kecamatan yakni Ciracas, Grogol Petamburan, Jatinegara, Kebon Jeruk, Matraman, Pasar Minggu, Tanah Abang dan Tanjung Priok. Seluruh kasus ditemukan pada warga berusia 21 sampai 50 tahun.
Pakar kesehatan termasuk dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropik infeksi di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya dr. Hadianti Adlani, Sp. P.D, Subsp. P.T.I. (K) mengingatkan bahwa semua orang dari segala usia dan jenis kelamin dapat terkena Mpox.
Umumnya, jika sudah pernah terkena, pasien akan mempunyai daya tahan atau kekebalan terhadap penyakit ini hingga 85 persen. Kekebalan ini sama dengan seseorang yang sudah pernah mendapatkan vaksinasi cacar smallpox.
Namun demikian, jika daya tahan tubuh menurun, seperti pada kondisi seseorang yang sistem imunnya tak berfungsi normal, maka bisa saja terserang kembali atau terkena lebih dari satu kali.
Gejala klinis dari Mpox pada manusia hampir sama dengan kasus smallpox atau cacar yang pernah dieradikasi tahun 1980. Seperti halnya virus Variola penyebab smallpox atau cacar, virus penyebab Mpox juga merupakan spesies yang termasuk ke dalam genus Orthopoxvirus dan keluarga Poxviridae.
Gejala Mpox lebih ringan dari cacar yang disebabkan oleh smallpox virus, tetapi dapat lebih berat dari cacar air yang disebabkan karena virus varicella. Mpox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14-21 hari.
Gejala awal Mpox antara lain demam tinggi lebih dari 38 derajat Celsius, sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat dirasakan di leher, ketiak, ataupun selangkangan, nyeri otot atau punggung dan badan terasa lemas.
Kemudian dalam 1-3 hari setelah gejala awal tersebut dapat muncul ruam atau lesi pada kulit dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainya, lalu timbul bintik merah seperti cacar (makulapapula) lepuh berisi cairan bening ataupun lepuh berisi nanah.
Setelah melewati tujuh hari pertama, lesi atau lepuh berlubang dan bernanah tersebut dapat berkembang di seluruh tubuh mulai dari wajah hingga kaki.
Salah satu ciri paling khas dari Mpox yakni adanya limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening. Kemungkinan kematian dari penyakit Mpox berkisar antara 3-6 persen. Sementara pada penderita cacar air, demam dialami hingga 39 derajat Celcius dengan ruam yang muncul di hari pertama hingga kedua infeksi.
Ruam yang muncul diawali dengan makula, papula, vesikel-pustul, hingga diakhiri dengan pustul dan krusta. Sementara ciri khas cacar air adalah ruam gatal. Cacar air sangat jarang menyebabkan kematian.
Lalu, demam dan ruam juga dialami oleh penderita campak. Umumnya penderita campak mengalami demam tinggi hingga 40,5 derajat Celcius dengan ruam yang muncul setelah hari kedua hingga keempat.
Ruam dapat muncul mulai dari kepala dan menyebar hingga ke tangan dan kaki. Ciri khas dari campak adalah adanya koplik spots atau bercak putih di area mulut. Risiko kematian dari campak tergantung pada kondisi masing-masing penderitanya.
Ruam pada kulit juga bisa saja disebabkan oleh infeksi bakteri pada kulit, scabies, sifilis, maupun alergi terhadap obat-obatan.
Oleh karenanya, apabila mengalami demam dan melihat adanya ruam yang muncul, maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropik infeksi sehingga mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Hadianti mengatakan, meskipun gejala Mpox jauh lebih ringan daripada cacar, tetapi dapat berakibat fatal. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder, gangguan pernapasan, seperti pneumonia, sepsis, dan gangguan pada mata berupa penurunan penglihatan, bahkan kebutaan.
Di samping itu, Mpox juga dapat menimbulkan akibat yang fatal hingga kematian, terutama pada anak-anak dengan angka kasus fatal 1-10 persen.
Penularan
Penularan Mpox antar-manusia terjadi akibat kontak jarak dekat dengan sekresi saluran pernapasan, darah, cairan tubuh, dan lesi kulit atau mukosa yang mengandung virus dari penderita Mpox.
Selain itu, penularan juga dapat terjadi melalui kontak erat yang terjadi dalam waktu lama dengan orang yang terinfeksi Mpox, terlebih yang terpapar droplet maupun berhubungan seksual. Definisi lama pada kasus ini adalah lebih dari empat jam.
Penularan pun dapat terjadi apabila seseorang menggunakan atau menyentuh pakaian, sprei, selimut, maupun permukaan yang sebelumnya digunakan maupun telah terkontaminasi cairan tubuh atau cairan pada lepuhan orang yang menderita Mpox.
Seorang wanita yang hamil dan sedang terinfeksi Mpox bisa saja menularkan penyakit ini ke janinnya, maupun ketika proses persalinan melalui kontak kulit ibu dan bayi
Dilaporkan bahwa angka keparahan Mpox berkisar antara 1-10 persen dengan jumlah kematian terbanyak pada kelompok usia muda.
Kasus yang parah lebih banyak terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, dan tingkat keparahan komplikasi.
Kasus kematian sebagian besar terjadi pada kelompok usia yang lebih muda karena dianggap lebih rentan terhadap penyakit, mengingat status imun belum sempurna.
Hingga saat ini, belum ditemukan antivirus untuk penyakit Mpox, sama dengan penyakit lain yang setara dengan Mpox. Namun Mpox dapat dicegah dengan vaksinasi cacar smallpox.
Selain itu, penularan dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air mengalir, dengan teknik mencuci tangan yang benar.
Lalu, menghindari kontak langsung dengan tikus, primata, atau hewan yang mati mendadak maupun sedang sakit dan menghindari kontak fisik dengan penderita atau material yang terkontaminasi penderita Mpox.
Apabila melakukan kontak dengan penderita Mpox tidak terhindarkan, maka gunakan alat pelindung diri ketika merawat orang yang terinfeksi Mpox.
Hal yang tak kalah penting yakni memasak makanan hingga matang, terutama untuk daging maupun jeroan hewan. Upaya lainnya yakni menerapkan perilaku seks yang aman dengan tidak bergonta-ganti pasangan, serta tunda, atau setidaknya menggunakan kondom, ketika berhubungan intim dengan penderita Mpox.
Masyarakat perlu menggunakan masker untuk mencegah penularan Mpox ketika terpaksa berjumpa orang lain, membersihkan rumah, terutama permukaan benda yang sering disentuh oleh banyak orang, secara rutin.
Kemudian, pelaku perjalanan yang kembali dari wilayah terjangkit segera memeriksakan diri jika mengalami demam tinggi mendadak, pembesaran kelenjar getah bening, dan ruam kulit dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan. Pasien Mpox wajib diisolasi atau karantina mandiri, agar tidak menularkan virus ke orang lain.
Penanggulangan
Dalam menanggulangi kondisi Mpox yang sedang terjadi saat ini, Kementerian Kesehatan melakukan tiga upaya penanggulangan yakni surveilans, terapeutik, dan vaksinasi.
Upaya surveilans dilakukan dengan penyelidikan epidemiologi dan penyiapan laboratorium pemeriksa. Upaya terapeutik dilakukan dengan memberikan terapi simtomatis, pemenuhan logistik antivirus khusus Mpox, serta pemantauan kondisi pasien.
Kementerian Kesehatan juga melakukan vaksinasi Mpox terutama pada populasi yang paling berisiko, yaitu laki-laki yang dalam dua minggu terakhir melakukan hubungan seksual berisiko dengan sesama jenis dengan atau tanpa status orang dengan human immunodeficiency virus (ODHIV).
Namun saat ini Kemenkes belum menilai perlu dilakukannya vaksinasi Mpox massal karena belum ada rekomendasi dari WHO. Vaksin masih diprioritaskan bagi kelompok yang berisiko terpapar virus.
Di Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Mpox guna mencegah penyebaran lebih lanjut. Pemerintah terus menjalankan sistem cegah tangkal terhadap Mpox meliputi promosi kesehatan terkait pencegahan dan penularan Mpox, pelaporan penemuan kasus melalui rumah sakit dan puskesmas.
Selain itu, dilakukan pula studi kasus kontrol yang memberikan rekomendasi penanganan. Hasil studi mengidentifikasi kelompok rentan penularan Mpox, yaitu laki-laki berusia 20-40 tahun yang bekerja di luar rumah, memiliki orientasi seksual homoseksual dan biseksual serta pasien HIV atau IMS. Kelompok ini diutamakan dalam program edukasi dan promosi kesehatan terkait Mpox.
Adapun program vaksinasi Mpox tahun 2023 lalu telah menjangkau 495 orang dari populasi kunci atau kelompok risiko tinggi di DKI Jakarta.
Mpox telah menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia, dan dengan langkah-langkah yang terus dilakukan pemerintah, diharapkan kasus Mpox dapat diminimalisasi.
Selain itu, masyarakat juga perlu tetap waspada serta berperan aktif dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit ini. Meskipun belum ada pengobatan khusus, pengobatan simptomatik dan suportif berdasarkan gejala yang ditimbulkan dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024