Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menyoroti fenomena kejar tayang legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjelang berakhirnya masa jabatan para wakil rakyat di parlemen dalam webinar nasional bertema "Kejar Tayang Legislasi di akhir Masa Jabatan".

Narasumber guru besar HTN Universitas Jambi Prof. Elita Rahmi mengatakan, praktik kejar tayang legislasi di DPR harus dihentikan karena sesuatu hal yang terburu-buru tidak menghasilkan hal yang baik.

"Kejar tayang legislasi harus dihentikan. Padahal, sarana dan prasarana yang dimiliki DPR sangat lengkap tapi legislasi kerap bermasalah karena ada komponen yang tidak digunakan dengan baik," katanya dalam webinar yang diselenggarakan APHTN HAN, Senin .

Beberapa RUU yang sedang dibahas di DPR seperti RUU Mahkamah Konstitusi, RUU TNI, RUU Polri, RUU Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan RUU Kementerian Negara.

Ia mengatakan, fenomena kejar tayang legislasi disebabkan dua faktor, yakni internal dan eksternal, faktor internal di antaranya agenda politik di tahun 2024 dan rendahnya ketaatan waktu pembahasan UU di DPR, konflik kepentingan partai politik dan pemerintahan.

"Sedangkan faktor eksternal dibutuhkan keselarasan kerja antara DPR, pemerintah, DPD, dan masyarakat," katanya.

Dalam kesempatan yang sama Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Lampung Prof. Rudi mengatakan, realisasi prolegnas selama 20 tahun terakhir mengalami stagnasi, yakni realisasi Prolegnas di angka 30-40 persen dari target Prolegnas.

"Seperti Prolegnas Prioritas tahun 2014 sebanyak 69, hanya mampu direalisasi 21 UU. Artinya, ini bukan kejar tayang, tapi agenda rutin yang dilakukan oleh DPR," tuturnya.

Ia menilai fenomena kejar tayang muncul karena tidak ada pola dalam penetapan prolegnas prioritas tahunan, namun si sisi yang lain terdapat fenomena kompetisi antar-kementerian untuk menggolkan UU yang terkait dengan kementerian termasuk DPR dan DPD.

"Fenomena kejar tayang legislasi juga karena longgarnya pembentukan UU seperti tidak adanya kewajiban menyelesaikan UU dalam satu tahun," katanya.

Rudi juga menyebutkan perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan membolehkan RUU Luncuran (carry over) bila tidak tuntas dibahas di DPR periode sedang berjalan dapat dilanjutkan di DPR periode selanjutnya.

Sementara pengajar HTN di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Ferdian Andi mengatakan legislasi kejar tayang tidak selalu berada di akhir masa jabatan DPR, namun juga di masa tengah masa jabatan.

"Seperti UU MK pada tahun 2020 dibahas hanya 7 hari, UU KPK pada tahun 2019 dibahas hanya 13 hari, UU IKN pada tahun 2021 dibahas 43 hari," katanya.

APHTN HAN secara berkala menggelar diskusi baik luring maupun daring atas isu-isu ketatanegaraan yang sedang hangat diperbincangkan.



 

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024