Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Perkumpulan Ahli Keselamatan Konstruksi Indonesia (PAKKI) Jatim mendorong implementasi manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sekaligus Sertifikasi Kompetensi Kerja (SKK) pada bidang konstruksi.
“Ini dilakukan mengingat masih tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi. Bidang konstruksi adalah yang paling banyak menimbulkan kecelakaan kerja," kata Ketua DPW PAKKI Jatim Soeparno di Surabaya, Jawa Timur, Senin.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada 2023 sebanyak 370.747 dan sekitar 2.965 atau sekitar 0,8 persen kasus dari peserta jasa konstruksi.
Soeparno mengatakan aturan tentang penerapan manajemen K3 sebenarnya sudah ada sejak 1970 melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, namun masih banyak terjadi kecelakaan karena pekerja konstruksi bekerja dalam kondisi tidak aman.
Hal tersebut ia buktikan saat melakukan audit proyek terkait sistem manajemen K3 konstruksi di wilayah Jawa Tengah pada 2016, yaitu ketercapaian K3 di lingkungan proyek BUMN sebesar 75 persen sedangkan proyek swasta hanya sekitar 15 persen.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan masih banyak kecelakaan kerja di bidang konstruksi, di antaranya karena proyek sektor konstruksi sangat luas dan mayoritas pekerjaan dilakukan di tempat terbuka sehingga pekerja terkena panas, angin, dan hujan.
"Pekerjanya pun berbagai macam, kadang kita temukan berbagai latar belakang pendidikan atau usia dan mereka seringkali mengabaikan safety atau keamanan," ujarnya.
Pemerintah pun kembali mengeluarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang mengatur bahwa pihak yang bekerja di bidang konstruksi wajib bersertifikat kompetensi kerja.
Dari Undang-undang tersebut, Menteri PUPR membuat ketentuan bahwa pihak yang bekerja di dunia konstruksi harus menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) baik pelaku usaha konstruksi kecil maupun besar dan BUMN.
Selanjutnya, pemerintah melalui Menteri PUPR kembali mengeluarkan Permen PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman SMKK-Keselamatan Konstruksi dan PP Nomor 14 Tahun 2021 yang mengatur perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam PP Nomor 22 Tahun 2020.
Selain itu, PP ini merupakan tindak lanjut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan melakukan beberapa perubahan dan inovasi yang menegaskan bahwa penyelenggara SMKK tidak hanya Kementerian PUPR namun semua kementerian.
Oleh sebab itu, DPW PAKKI Jatim mendukung sosialisasi K3 konstruksi sekaligus melakukan sertifikasi K3 konstruksi untuk memenuhi peraturan dan perundangan dengan harapan tercapainya target zero accident.
Anggota PAKKI Jatim sendiri kini mencapai lebih dari 400 orang ahli K3 konstruksi dan 300 petugas K3 yang terdiri atas pihak penyedia jasa dan pengguna jasa.
"Kami sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti Balai Jasa Konstruksi Wilayah 4 Surabaya, Kementerian PUPR, Dinas PU Cipta Karya Jatim, dinas PU kabupaten kota se Jatim," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
“Ini dilakukan mengingat masih tingginya tingkat kecelakaan yang terjadi. Bidang konstruksi adalah yang paling banyak menimbulkan kecelakaan kerja," kata Ketua DPW PAKKI Jatim Soeparno di Surabaya, Jawa Timur, Senin.
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada 2023 sebanyak 370.747 dan sekitar 2.965 atau sekitar 0,8 persen kasus dari peserta jasa konstruksi.
Soeparno mengatakan aturan tentang penerapan manajemen K3 sebenarnya sudah ada sejak 1970 melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, namun masih banyak terjadi kecelakaan karena pekerja konstruksi bekerja dalam kondisi tidak aman.
Hal tersebut ia buktikan saat melakukan audit proyek terkait sistem manajemen K3 konstruksi di wilayah Jawa Tengah pada 2016, yaitu ketercapaian K3 di lingkungan proyek BUMN sebesar 75 persen sedangkan proyek swasta hanya sekitar 15 persen.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan masih banyak kecelakaan kerja di bidang konstruksi, di antaranya karena proyek sektor konstruksi sangat luas dan mayoritas pekerjaan dilakukan di tempat terbuka sehingga pekerja terkena panas, angin, dan hujan.
"Pekerjanya pun berbagai macam, kadang kita temukan berbagai latar belakang pendidikan atau usia dan mereka seringkali mengabaikan safety atau keamanan," ujarnya.
Pemerintah pun kembali mengeluarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang mengatur bahwa pihak yang bekerja di bidang konstruksi wajib bersertifikat kompetensi kerja.
Dari Undang-undang tersebut, Menteri PUPR membuat ketentuan bahwa pihak yang bekerja di dunia konstruksi harus menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) baik pelaku usaha konstruksi kecil maupun besar dan BUMN.
Selanjutnya, pemerintah melalui Menteri PUPR kembali mengeluarkan Permen PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman SMKK-Keselamatan Konstruksi dan PP Nomor 14 Tahun 2021 yang mengatur perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam PP Nomor 22 Tahun 2020.
Selain itu, PP ini merupakan tindak lanjut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan melakukan beberapa perubahan dan inovasi yang menegaskan bahwa penyelenggara SMKK tidak hanya Kementerian PUPR namun semua kementerian.
Oleh sebab itu, DPW PAKKI Jatim mendukung sosialisasi K3 konstruksi sekaligus melakukan sertifikasi K3 konstruksi untuk memenuhi peraturan dan perundangan dengan harapan tercapainya target zero accident.
Anggota PAKKI Jatim sendiri kini mencapai lebih dari 400 orang ahli K3 konstruksi dan 300 petugas K3 yang terdiri atas pihak penyedia jasa dan pengguna jasa.
"Kami sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti Balai Jasa Konstruksi Wilayah 4 Surabaya, Kementerian PUPR, Dinas PU Cipta Karya Jatim, dinas PU kabupaten kota se Jatim," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024