Sejumlah legislator bersama unsur pimpinan DPRD Tulungagung, Jawa Timur, Selasa menemui pengunjuk rasa dari kelompok mahasiswa yang membawa isu penolakan Undang-undang No. 21 Tahun 2024 tentang Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

Dialog terbuka dipimpin langsung eh Ketua DPRD Tulungagung, Marsono bersama unsur pimpinan lainnya.

Para legislator bahkan ikut duduk bersila di atas aspal dan melakukan audiensi dengan para pengunjuk rasa yang sebelumnya berorasi dengan suara keras dan memblokir jalan depan kantor DPRD setempat.

"Unjuk rasa merupakan hak warga negara dalam menyuarakan aspirasinya. Namun demikian unjuk rasa harus dilakukan dengan santun, dan sesuai aturan yang ada," pesan Marsono mengawali dialog.

Tak hanya isu Tapera yang diusung pengunjuk rasa dari kelompok HMI tersebut.

Orator dan massa aksi juga sempat meneriakkan isu komersialisasi pendidikan, pembebasan aktivis yang ditahan oleh negara serta masalah infrastruktur daerah.

Khusus untuk Tapera dan pembebasan aktivis, Marsono berjanji akan meneruskan aspirasi mahasiswa ke tingkat di atasnya.

"Untuk komersialisasi pendidikan kita bisa panggil dinas pendidikan, untuk infrastruktur kita panggil dinas PUPR," katanya.

Setelah dari DPRD Kabupaten Tulungagung, aksi berlanjut ke Pemkab Tulungagung.

Peserta aksi ditemui oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tulungagung, Tri Hariadi.

Tri menanggapi sejumlah tuntutan mahasiswa tersebut.

Pihaknya akui ada beberapa ruas jalan di Tulungagung yang rusak. Namun untuk memperbaiki jalan tersebut membutuhkan anggaran yang cukup besar.

"Kita akan mengalokasikan anggaran untuk jalan yang sering dilalui," ujarnya.

Tri juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi dan melaporkan praktik calo serta pungutan liar (pungli) di bidang pendidikan dengan memberikan informasi yang detail.

Sementara itu Fuad Fajrus Sobah, Ketua HMI Cabang Tulungagung, menyampaikan sejumlah poin kritis yang menjadi perhatian utama mahasiswa dan masyarakat setempat.

Pihaknya mendapat instruksi untuk melakukan aksi nasional dengan membawa tiga tuntutan, yakni persoalan Tapera, komersial pendidikan dan, yang ketiga pembebasan aktivis yang mendapatkan kriminalisasi aparat.

Sedang terkait infrastruktur jalan, pihaknya menganggap pemerintah kurang serius dalam menanganinya.

Lalu terkait MPP (Mall Pelayanan Publik) yang berada di Gedung Balai Rakyat.

Pihaknya anggap MPP kurang maksimal dan tidak efektif.

Sebab setelah mengurus berkas di MPP, pemohon harus kembali ke kantor dinas terkait.

"Tanggapan itu akan kita kawal terus agar sampai ke DPR RI," katanya.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024