Surabaya - Komisi Nasional HAM segera menyelidiki insiden pembakaran rumah di Sampang, Madura, Jawa Timur yang diduga dipicu kakak-beradik yang kebetulan berbeda aliran dalam beragama (29/12). "Mereka sudah meminta keterangan korban pembakaran rumah di Sekretariat LBH Surabaya, lalu mereka segera turun ke Sampang," kata Direktur LBH Surabaya M Syaiful Aris di Surabaya, Senin. Di sela-sela menerima kedatangan dua komisioner Komnas HAM Kabul Supriadi dan Esti Armiwulan, ia menjelaskan mereka meminta keterangan dua korban pembakaran rumah yakni ustadz Tajul Muluk dan ustadz Iklil. "Kedua korban yang didampingi kuasa hukumnya itu menguraikan kronologis kejadian yang mereka ketahui, tapi komisioner Komnas HAM hanya datang untuk mengumpulkan informasi dan data dari berbagai pihak," katanya. Setelah dari LBH Surabaya, katanya, komisioner Komnas HAM itu turun ke lokasi kejadian di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura. "Di Sampang, mereka akan menuju ke TKP secara langsung, tapi mereka juga akan menemui pengungsi, bertemu pejabat dan polisi terkait," katanya. Sementara itu, LBH dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk membuat kebijakan yang secara khusus melindungi Jamaah Syiah Sampang. "Pemerintah juga perlu memulihkan semua hak-haknya yang terampas akibat tindak kekerasan yang menimpa mereka, sedangkan polisi dan Komnas HAM juga mengusut tuntas kasus itu secara pidana atau HAM," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Andy Irfan J. Sebagai catatan, katanya, pada bulan April 2011, pihak Jamaah Syiah telah melaporkan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang menimpa mereka kepada Komnas HAM, tetapi Komnas HAM hingga kini tidak melakukan apapun sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki. "Sikap acuh tak acuh dari Pemkab Sampang, Pemerintah Provinsi Jatim, Pemerintah Pusat, dan Komnas HAM itu merupakan bentuk pelanggaran HAM juga, karena itu upaya mengungsikan jamaah Syiah di GOR bukan merupakan penyelesaian," katanya. Apalagi, pengungsian itu justru menimbulkan masalah baru bagi mereka, karena pemerintah hanya memberikan fasilitas kepada pengungsi berupa nasi bungkus, dan fasilitas kesehatan ala kadarnya. Sementara itu, PCNU Kabupaten Sampang meminta kepada pengungsi korban insiden itu yang kini berada di Gedung Olah Raga (GOR) Sampang agar segera kembali ke rumah. "Sebenarnya konflik tidak terjadi antarwarga setempat, namun konflik dipicu akibat pemimpin Syiah Sampang Ustadz Tajul Muluk menyelipkan nada provokasi dalam dakwahnya, padahal sesama warga dua kelompok sebenarnya tidak ada masalah dan bertetangga," ujar Direktur Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) PCNU Kabupaten Sampang, Faidlol Mubarak. Saat ditemui di PWNU Jatim, ia menjelaskan kasus yang memicu pembakaran di Sampang itu tidak terjadi seketika, namun berlangsung kurang lebih enam tahun dan sebanarnya telah dilakukan dengan kesepakatan bersama antara pihak yang pro-kontra bersama pemerintah. "Hanya saja tidak jalannya sebagian kesepakatan akhirya berdampak buruk dan berakibat pada reaksi pembakaran. Apalagi, banyak pemberitaan yang provokatif sehingga tidak malah menyelesaikan masalah, seperti desakan dan pencopotan Kapolres Sampang dan Kapolda Jatim, sehingga kami sulit bekoordinasi dengan polisi di lapangan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012