Dulu, saat masih sebagai mahasiswa S1 dan berkecimpung di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) terkadang dalam obrolan santai sambil guyon, sahabat-sahabat mempelesetkan kata Pergerakan tersebut menjadi ”gerak-gerik”. Tentu hal itu bukan sesuatu yang bermaksud untuk melecehkan atau mendiskreditkan korps kebanggaan kita ini. Tetapi hal ini lebih sebagai rasa cinta, atau sayang agar PMII terus bergerak, PMII tetap dinamis. Bukan jalan di tempat, atau sekedar ngintrik  yang diasosiasikan dengan “gerak-gerik” tersebut.

Waktu telah berlalu. Dan seiring dengan itu para aktivis PMII akan masuk pada suatu fase yang disebut sebagai post PMII, atau menjadi Alumni PMII. Secara faktual, alumni PMII akan berkiprah sesuai dengan rencana awal dari profesi yang diinginkan. Atau bisa juga terjebak takdir menekuni profesi atau pekerjaan tertentu yang kemungkinan lepas dari jurusan pada jenjang pendidikan perguruan tinggi yang dipilih dulu. Apapun itu seyogyanya tentu harus dijalani. Adapun ikhtiar lain untuk pengembangan, dan seterusnya tentu terbuka lebar tergantung bagaimana yang bersangkutan berkarir mengembangkan diri.

Sebagai lulusan pendidikan tinggi, alumni PMII boleh dibilang telah berkiprah di berbagai profesi atau ladang pekerjaan. Memang awalnya PMII banyak dihuni oleh lulusan perguruan tinggi keagamaan Islam. Tetapi saat ini telah menyebar pada ragam profesi, mulai bidang agama, sosial humaniora hingga eksakta --jika ditinjau dari basis keilmuannya. Mulai dari kiai, hingga politisi. Tidak terkecuali yang terjun pada ranah pendidikan sebagai guru atau dosen.

Sayangnya, belum ada angka pasti berapa yang masuk ke masing-masing ceruk profesi tersebut. Meskipun sudah ada kepengurusan Ikatan Alumni PMII hingga level kecamatan atau kampus. Pun demikian alumni PMII yang berkiprah sebagai dosen. Mungkin saja ada kegelisahan untuk membentuk organ baru dari korps alumni tersebut yang berbasis rumpun profesi. Termasuk sahabat-sahabat yang berprofesi sebagai dosen ini.

Rintisan Pendirian ADP

Masing-masing sahabat tentu memiliki kisahnya sendiri-sendiri, terkait pendirian Asosiasi Dosen PMII yang dinamai ADP (Asosiasi Dosen Pergerakan) ini. Seingat saya, Mas Ali Formen alumni PMII UGM yang kira-kira se-angkatan dengan saya yang melontarkan ide pembentukan wadah organisasi alumni PMII yang dosen di suatu WA grup. Lalu disambut oleh Mas Lutfi Hamidi mantan rektor IAIN Purwokerto --yang lebih senior dari kami-- dan bersambung oleh sahabat yang lain. Intinya adalah dirasa perlu untuk kumpul-kumpul  secara lebih luas (secara nasional dan luring), yang mengumpulkan sejawat dosen alumni PMII di tanah air. Obrolan ini seingat saya awal 2019 sebelum pandemi.

Setelah sekian lama, proses ini dan itu, usulan tuan rumah sana-sini, jatuhlah pilihan sebagai tuan rumah pertemuan IAIN Tulungagung (sekarang UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung atau UIN SATU). Dibuat suatu seminar yang didalamnya pendirian atau deklarasi organisasi ini. Seingat saya dari chatingan di grup WA tersebut, prosesnya Prof. Maftukin (Rektor saat itu) langsung ditodong saja, dan tidak banyak alibi, langsung menjawab "OK".

Singkatnya, jadilah Muktamar Pemikiran dan Kongres Dosen PMII itu di Tulungagung 5-7 April 2021 dimana saat itu himbauan memakai masker belum dicabut oleh pemerintah. Dengan demikian kami yang hadir saat itu juga mematuhi protokol kesehatan COVID 19. Yang hadir daring juga ada oleh sebab itu panitia menyiapkan acara secara hybrid.

Animo yang hadir luring luar biasa, dosen dan pimpinan PTN dan PTS dari Aceh hingga Papua. Ekspresi bangga dan senang terpancar dari wajah yang hadir saat itu. Mendambakan asa terhadap wadah baru yang mereka bentuk tersebut, baik untuk membantu jenjang karir sebagai dosen maupun sekedar reuni mantan aktivis PMII.

Dari forum seminar dan persidangan, menghasilkan keputusan dan rekomendasi penting. Wadah organisasi baru ini  dinamai Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP). Pemilihan nama menjadi perdebatan yang cukup alot. Dengan demikian, ADP adalah sayap organisasi IKA PMII pada profesi dosen. Lazimnya organisasi baru, selanjutnya dilakukan rekrutmen pengurus, pelantikan dan raker. Ketum perdana adalah Prof. Abdurrahman Mas'ud, Gubes UIN Semarang itu terakhir jadi Eselon 1 di Kemenag (Ka.Balitbang Diklat). Beliau lulusan S3 University of California Los Angeles (UCLA). Alumni PMII Walisongo ini memang dipandang cukup senior dan pantas untuk menahkodai organisasi ini.

Tantangan Dosen dalam wadah Asosiasi

Sebagai suatu organisasi profesi dosen entah organisasi yang sudah lama atau masih baru, ada sejumlah tantangan yang dihadapi, atau mungkin banyak. Tetapi paling tidak saya ingin mengemukakan empat hal, sebagai berikut:

Pertama, Perubahan Regulasi. Semakin ke depan ada perubahan regulasi, utamanya terkait kepangkatan dan karir dosen. 

Apakah hal ini semakin mempersulit karir untuk menuju jabatan fungsional dosen menuju jenjang paling tinggi (profesor)? Memang niscaya perubahan regulasi senantiasa akan terjadi. Hal ini tentu harus ada konektivitas antara luaran product knowledge seorang dosen untuk diaktualkan dalam ranah pembelajaran sesuai desain kurikulum, maupun didesiminasikan atau cara lain untuk pengabdian dan pengembangan masyarakat.

Kedua, Persoalan Administratif dan Birokrasi. Hal ini yang secara faktual harus dihadapi, se-ribet apapun. Selagi kita masih menginjak bumi, maka hal yang terkait dengan birokrasi dan administrasi ini mesti dilalui. Apakah sebagai dosen biasa (DS), terlebih sebagai dosen dengan tugas tambahan (DT).

Sebenarnya kita berharap dengan sistem yang terintegrasi hal ini dapat mengurangi beban teknis administratif ini. Tetapi nampaknya, faktanya sejauh ini masih ada beberapa sistem yang harus di entry atau dilalui berulang kali, yang belum dimungkinkan tersinkronisasi secara otomatis. Belum lagi sistem birokrasi yang case by case berbeda di masing-masing lembaga.

Ketiga, Orientasi Pendidikan/Pembelajaran. Faktor ketiga ini sebenarnya adalah orientasi  dari perguruan tinggi, dimana dosen sebagai ujung tombak pembelajaran. Saya melihat dewasa ini semenjak adanya fenomena perangkingan perguruan tinggi, mayoritas PT ikut larut dalam hal itu. Misalnya orientasi world class university/WCU. 

Saya tidak mengatakan hal ini salah, dan memang sejumlah parameter perangkingan tersebut beragam mulai dalam mereview suatu kapabilitas PT, baik pada sisi employment outcomes hingga international research collaboration. Dari kondisi tersebut saya melihat akhirnya orientasinya lebih mendidik lulusan menjadi ilmuwan dari pada keseimbangan pada sisi profesi yang memutuhkan skill yang agak technically, sekalipun itu prodi akademik. Keterjebakan pada orientasi WCU tersebut --dan membantu karir dosen pengampu matakuliah-- berdampak pada article based learning. Celakanya kompetensi teknis sesuai keilmuan mahasiswa ternafikkan.

Keempat, Jebakan domestik. Dari akumulasi yang saya sebutkan diatas, akhirnya bermuara pada satu istilah yang saya gunakan sebagai ‘Jebakan Domestik’. Urusan pembelajaran, tuntutan karir dosen melalui penelitian dan publikasi, maupun ‘rutinitas’ dalam menggugurkan kewajiban pengabdian masyarakat tiap semester demi Tri Dharma serta demi sustainibilitas ekonomi dan kesejahteraan sebagai dosen yang akhirnya menciptakan rutinitas kita secara sangat mesinistik (mekanistik).

Dosen yang kabarnya masuk sebagai kelas menengah sebagai agen perubahan sosial terjebak pada rutinitas domestik, yang jauh dari apa yang dikoarkan oleh Gramsci sebagai ‘intelektual organik’.  Dengan kesadaran dan pengetahuannya harusnya mampu mengambil langkah untuk membangkitkan kesadaran kritis emansipatoris. 

Peran ADP

Sebagai wadah asosiasi dosen yang anggotanya alumni PMII, perlu juga dieksplor karakter PMII dan alumninya. Sebagaimana diketahui bahwa PMII adalah wadah organisasi mahasiswa yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, dengan segala ciri yang khas melekat, baik dalam konteks organisasi dan kulturalnya.

Karakter yang inklusif, serta model beragama Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah menjadi mainstream menjadi ciri personal dari PMII dan alumninya tersebut. Termasuk aktivis PMII yang berasal dari daerah tertempa mental tangguhnya untuk survive di kota atau dalam perantauannya.

Oleh sebab itu berbekal softskill diatas, keberanian, bahkan kenekatan menjadikan spirit dalam berkarir, berjuang dalam wadah komunitas profesi, termasuk pada organisasi Asosiasi Dosen Pergerakan ini. Dengan demikian sejumlah peran yang dapat dilakukan alumni PMII dalam wadah ADP ini paling tidak sebagai berikut, dalam kerangka untuk menjawab sejumlah persoalan dan tantangan yang dikemukakan di atas:

Pertama, Peran Kemampuan absorptive, atau Absortive Capacity.  Yaitu kemampuan individu dan organisasi untuk mengidentifikasi, mengasimilasi, mengubah, dan mendayagunakan pengetahuan, teknologi serta dinamika  eksternalnya untuk pengembangan diri. Oleh sebab itu perilaku adaptable menjadi ruh baik sebagai individu, maupun secara kelembagaan. 

Bagaimana ADP tidak jumud, dan status quo, tetapi ambil peran yang agile dalam merespon perubahan. Selaras dengan peran kemampuan menyerap pengetahuan atau sumberdaya dari luar ini (Absortive Capacity), ada satu teori organisasi yang disebut dengan dynamic capabilities (kapabilitas dinamis).

Hal itu didasarkan pada kemampuan sensing, seizing, dan transforming. Yaitu bagaimana organisasi mampu secara cepat dan akurat dalam menangkap perkembangan (sensing), selanjutnya melakukan kalkulasi terhadap sumberdaya internalnya (seizing), untuk selanjutnya melakukan aksi penyesuaian sebagai langkah tindak lanjut (transforming). 

Kedua, Advokasi kebijakan. Advokasi atau review kebijakan bukan sesuatu bentuk pemberontakan. Juga bukan bermaksud kembali pada regulasi masa lalu. Menurut saya review kebijakan lebih pada mencermati secara lebih komprehensif dari segala lini, terintegrasi, dan berdasarkan orientasi waktu berdasar target capaian kinerja. Oleh sebab itu turunan operasional dari suatu kebijakan sangat penting. Jika tidak maka akan ada problem teknis dalam operasional di lapangan. 

Sebagai asosiasi, ADP harus dapat memberi sumbang saran yang terbaik, serta berani bersuara jika dirasa ada hal-hal yang tidak tepat dari sisi kebijakan. Termasuk keberpihakan dan pembelaan terhadap anggota asosiasi.

Ketiga, Peneguhan profesionalitas melalui jejaring. Sebagai organisasi cendikia, profesionalitas mutlak untuk diteguhkan.  Melalui jejaring ADP, peran profesionalitas dalam mengemban amanah Tri Dharma PT niscaya bisa untuk di optimalkan. Keberadaan ADP menjadi daya tarik dengan bertambahnya potensi anggota di berbagai kampus baik negeri dan swasta. Oleh sebab itu kolaborasi resource sharing dalam hal riset dan publikasi maupun sumber belajar. 

Jejaring ini juga dapat diperluas, misalnya dengan Ikatan Sarjana NU (ISNU), pada wadah organisasi Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU), dengan PERGUNU, maupun kolaborasi dengan organisasi non NU sekalipun. Pengembangan diri dan kelembagaan melalui pelatihan atau pertemuan-pertemuan yang produktif sangat terbuka melalui berbagai wadah dan forum tersebut. 

Keempat, Peran kepemimpinan dan efektivitas struktur organisasi. Sebagai komunitas dan organisasi formal, tidak bisa tidak perlu juga ditelaah dari sisi leadership dan struktur organisasi ADP. Sudahkah menemukan suatu model atau formulasi yang terbaik? Tahun ini ADP genap 3 tahun, yang pada bulan juni 2024 ini akan dihelat perayaan Harlahnya melalui suatu Seminar Fiqh Peradaban di Universitas Islam Malang. 

Memang terlalu dini untuk menyimpulkan pada aspek itu terhadap efektivitas pola kepemimpinannya maupun dari sisi struktur. Pada Harlah ke-2 tahun lalu di Wonosobo, terlontar wacana kemungkinan untuk membuat struktur pada level provinsi. Tetapi nampaknya hal itu dirasa belum perlu. Yang jelas, bagaimanapun faktor ini sebagai driving factor, yang mungkin lebih fair dievaluasi selama lima tahunan, atau satu periode kepemimpinan. 

Maka kembali pada judul tulisan ini, apakah ADP mampu secara baik memerankan diri sebagai wadah asosiasi dosen di tanah air dengan segala asa yang diharapkan, atau terjebak pada rutinitas reuni tahunan dengan segala seremonialnya, tentu kita tunggu kiprah selanjutnya. Sehingga ungkapan ‘plesetan’ gerak-gerik tersebut tidak menjadi kenyataan. Semoga….!

* Penulis tercatat sebagai pengurus bidang di ADP; Sekretaris LPTNU Jatim; Dosen dan Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Pewarta: Oleh: Dr. Yusuf Amrozi, M.MT

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024