Konser musik tradisional bertajuk Selendang Biru Tak Pernah Usai" yang digelar Kemendikbud Ristek di pelataran Museum dan Galeri Seni SBY*ANI, Kabupaten Pacitan, Kamis (20/6) berlangsung meriah dan mendapat sambutan antusias masyarakat.
Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, Jumat, menyebut konser musik tradisional yang dikemas dengan aransemen milenial-kontemporer itu diharapkan menginspirasi khasanah seni-budaya di daerahnya, khususnya dalam hal pelestarian kesenian lokal.
"Malam yang luar biasa. Semoga menginspirasi seniman-seniman kita di daerah," kata Bupati Indrata Nur Bayuaji.
Respon apik juga disampaikan beberapa warga penikmat musik tradisi.
Purwo Sasongko, misalnya. Pecinta seni tradisi yang juga seorang penyiar radio di Pacitan bertutur bahwa banyak warga yang datang dari berbagai pelosok daerah, dan mereka terlihat begitu menikmati seluruh rangkaian konser dari awal hingga akhir.
Pertunjukan malam itu dibuka dengan lagu Lesung Jumengglung karya cipta Ki Narto Sabdo.
Kendati lagu-lagu yang dibawakan merupakan karya seni musik tradisional, seperti gending dan karawitan, namun aransemen dan kemasan yang bernuansa milenial didukung permainan lampu dan panggung yang apik membuat keseluruhan pertunjukan terlihat menarik.
"Banyak penonton yang hadir di kompleks Museum Dan Galeri Seni SBY-ANI terkesima, termasuk saya," aku Purwo.
Konser musik bersama komposer kondang Gondrong Gunarto tersebut menyajikan persembahan musik yang berbeda.
Lagu-lagu ciptaan sang maestro pewayangan Ki Narto Sabdo yang aslinya menggunakan musik tradisional diubah sehingga masuk ke dalam musik milenial.
Gelaran konser Selendang Biru Tak Pernah Usai merupakan event kedua yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media bersama Gondrong Gunarto.
Sebelumnya, pada 2023 Gondrong Gunaro juga sukses menggelar konser Selendhang Bitu Tak Pernah Usai di Benteng Pendhem Van Den Bosch, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Selain untuk menghormati dan membumikan kembali karya-karya Ki Nartosabdo, konser itu bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan karya-karya agung gending karawitan Jawa di masyarakat yang lebih luas dan lintas generasi.
Ki Nartosabdo dikenal sebagai maestro dan komponis ulung.
Ia piawai menggubah gending baru, menemukan dan mengurai cara, gaya, pendekatan, dan perspektif baru
dalam penciptaan gending berbasis gamelan.
Bahasa musikal baru ini adalah dengan mengaransir ulang gending-gending Ki Nartosabdo dengan cara, gaya, dan pendekatan yang lebih berwajah sekarang, juga masa mendatang.
"Konser ini menjadi wadah yang sangat baik dalam menarasikan kembali karya-karya seniman terdahulu, salah satunya karya Ki Nartosabdo,” kata Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Ahmad
Mahendra, dalam pers rilis yang diterima awak media.
Dia mengatakan, karya gending Ki Nartosabdo yang diaransemen ulang oleh Gondrong Gunarto dalam konser Selendang Biru Tak Pernah Usai menjadi bukti bahwa generasi masa kini terus mengembangkan karya seniman terdahulu.
"Ekosistem yang sudah berjalan positif ini harus terus didukung oleh seluruh
kalangan, baik itu oleh pemerintah (Kemendikbudristek), pelaku seni dan budaya, serta masyarakat luas," kata Mahendra.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, Jumat, menyebut konser musik tradisional yang dikemas dengan aransemen milenial-kontemporer itu diharapkan menginspirasi khasanah seni-budaya di daerahnya, khususnya dalam hal pelestarian kesenian lokal.
"Malam yang luar biasa. Semoga menginspirasi seniman-seniman kita di daerah," kata Bupati Indrata Nur Bayuaji.
Respon apik juga disampaikan beberapa warga penikmat musik tradisi.
Purwo Sasongko, misalnya. Pecinta seni tradisi yang juga seorang penyiar radio di Pacitan bertutur bahwa banyak warga yang datang dari berbagai pelosok daerah, dan mereka terlihat begitu menikmati seluruh rangkaian konser dari awal hingga akhir.
Pertunjukan malam itu dibuka dengan lagu Lesung Jumengglung karya cipta Ki Narto Sabdo.
Kendati lagu-lagu yang dibawakan merupakan karya seni musik tradisional, seperti gending dan karawitan, namun aransemen dan kemasan yang bernuansa milenial didukung permainan lampu dan panggung yang apik membuat keseluruhan pertunjukan terlihat menarik.
"Banyak penonton yang hadir di kompleks Museum Dan Galeri Seni SBY-ANI terkesima, termasuk saya," aku Purwo.
Konser musik bersama komposer kondang Gondrong Gunarto tersebut menyajikan persembahan musik yang berbeda.
Lagu-lagu ciptaan sang maestro pewayangan Ki Narto Sabdo yang aslinya menggunakan musik tradisional diubah sehingga masuk ke dalam musik milenial.
Gelaran konser Selendang Biru Tak Pernah Usai merupakan event kedua yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media bersama Gondrong Gunarto.
Sebelumnya, pada 2023 Gondrong Gunaro juga sukses menggelar konser Selendhang Bitu Tak Pernah Usai di Benteng Pendhem Van Den Bosch, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Selain untuk menghormati dan membumikan kembali karya-karya Ki Nartosabdo, konser itu bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan karya-karya agung gending karawitan Jawa di masyarakat yang lebih luas dan lintas generasi.
Ki Nartosabdo dikenal sebagai maestro dan komponis ulung.
Ia piawai menggubah gending baru, menemukan dan mengurai cara, gaya, pendekatan, dan perspektif baru
dalam penciptaan gending berbasis gamelan.
Bahasa musikal baru ini adalah dengan mengaransir ulang gending-gending Ki Nartosabdo dengan cara, gaya, dan pendekatan yang lebih berwajah sekarang, juga masa mendatang.
"Konser ini menjadi wadah yang sangat baik dalam menarasikan kembali karya-karya seniman terdahulu, salah satunya karya Ki Nartosabdo,” kata Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Ahmad
Mahendra, dalam pers rilis yang diterima awak media.
Dia mengatakan, karya gending Ki Nartosabdo yang diaransemen ulang oleh Gondrong Gunarto dalam konser Selendang Biru Tak Pernah Usai menjadi bukti bahwa generasi masa kini terus mengembangkan karya seniman terdahulu.
"Ekosistem yang sudah berjalan positif ini harus terus didukung oleh seluruh
kalangan, baik itu oleh pemerintah (Kemendikbudristek), pelaku seni dan budaya, serta masyarakat luas," kata Mahendra.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024