Delapan belas bulan setelah gagal total dalam Piala Dunia 2022, Jerman yang sejak 2023 ditangani Julian Nagelsmann justru difavoritkan menjuarai Grup A Euro 2024.
Grup itu juga diisi oleh Skotlandia, Hungaria dan Swiss.
Kefavoritan Jerman bukan semata karena Die Mannscahft tampil di negerinya sendiri dalam Piala Eropa edisi tahun ini.
Hal itu juga karena performa Jerman belakangan ini yang bisa menggentarkan Skotlandia yang akan segera mereka hadapi Sabtu dini hari nanti pukul 02.00 WIB di kendang tim sepak bola tersukses di Jerman, Bayern Muenchen, di Allianz Arena.
Jerman tak terkalahkan dalam empat laga terakhir, termasuk mengalahkan Prancis dan Belanda, dalam dua laga persahabatan akhir Maret lalu.
Nagelsmann memang mewarisi tim yang mentalnya sempat jatuh ke titik nadir setelah terlempar dari fase grup Piala Dunia 2022.
Tapi Nagelsmann bisa meniru Juergen Klinsmann yang sukses menyuntikkan energi bangkit pada skuad Die Mannscahft sampai bisa mementahkan segala perhitungan buruk, dengan mencapai semifinal Piala Dunia 2006.
Bukan tak mungkin, kecacatan justru membuat Nagelsmann bisa mengubah Manuel Neur cs menjadi kekuatan yang membubat Jerman mengangkat trofi Piala Eropa yang keempat kalinya.
Selain dibekali kedalaman skuad yang baik kendati sejumlah pemain top absen karena berbagai alasan, Jerman bisa berharap kepada keterampilan Nagelsmann dalam meracik tim.
Pelatih ini dikenal serba bisa dan senang sekali dengan permain menekan yang tak saja menomorsatukan penguasaan bola tapi juga kegigihan dalam mencari bola Ketika lawan menguasainya. Filosofi bermain bola semacam ini disebut dengan "gegenpressing".
Baca juga: Piala Eropa 2024: Kevin-Prince Boateng jadi Brand Ambassador untuk Berlin
Underdog
Tapi sama dengan Nagelsmann di Jerman, Skotlandia juga berharap banyak kepada kepiawaian Steve Clarke yang menjadi pelatih pertama yang meloloskan Skotlandia dua kali berturut-turut ke Piala Eropa.
Selama fase grup, Clarke memandu timnya menapaki jalan sensasional menuju Euro 2024.
Clarke sukses membangun skuad yang memicu pemain-pemainnya menampilkan performa terbaiknya sampai menginspirasi klub-klub mereka, termasuk John McGinn di Aston Villa, dan Scott McTominay di Manchester United yang melesakkan tujuh gol dalam pertandingan Skotlandia selama kualifikasi Euro 2024.
Transformasi pada pemain-pemain asuhan Clarke membuat Skotlandia bisa membabat Spanyol yang juara Euro 2008 dan 2012, selain empat kemenangan lainnya selama kualifikasi Euro 2024.
Namun, kondisi Sabtu dini hari nanti mungkin akan lain. Skotlandia jelas menjadi underdog, tak saja karena bakal menghadapi teror tak henti dari pendukung tuan rumah, tapi juga memanggul beban lebih berat karena tersadung riwayat sepak bola yang lebih inferior ketimbang Jerman.
Laga di Muenchen dini hari nanti itu adalah pertemuan ke-18 antara Jerman dan Skotlandia. Dalam 17 pertemuan terdahulu, Jerman menang delapan kali termasuk dalam tiga pertemuan terakhir, sedangkan Skotlandia empat kali menaklukkan Jerman.
Pengalaman Jerman dalam mengarungi Piala Eropa juga jauh lebih dalam, baik dalam kepesertaan maupun dalam hal level kompetisi yang dilewati.
Jerman tak pernah absen dalam 13 edisi terakhir Piala Eropa, termasuk saat masih bernama Jerman Barat.
Mereka sudah tiga kali menjuarai Piala Eropa, yakni 1972 di Belgia, 1980 di Italia, dan 1996 di Inggris, selain hampir selalu mencapai semifinal turnamen sepak bola terbesar kedua setelah Piala Dunia itu.
Sebaliknya, Skotlandia baru empat kali mengikuti Piala Eropa, termasuk tiga edisi sebelumnya pada 1992, 1996 dan 2020 yang diadakan pada 2021 karena pandemi COVID-19.
Dalam tiga kali partisipasi sebelumnya itu, Skotlandia hanya menang dua kali dari total sembilan pertandingan. Mereka tak pernah bisa melewati fase grup Piala Eropa.
Lini tengah
Dengan statistik seperti itu, laga dini hari nanti itu bisa diandaikan sebagai pertarungan antara Daud melawan Goliat, atau mungkin antara gajah dan semut.
Tapi jangan salah, semut bisa merobohkan gajah, terutama karena lawan tak bisa melihatnya, dan kekompakannya, sementara gajah acap tak dapat melihat kelemahannya sendiri di depan semut.
Keadaan ini bisa membuat Skotlandia lebih leluasa dalam melihat dan mengeksploitasi kelemahan Jerman yang bisa saja merasa lebih kuat dan besar seperti gajah memandang semut.
Rasa semacam itu juga yang membuat Jerman tersungkur 1-2 di tangan Jepang pada Piala Dunia 2022, empat tahun setelah dipermalukan 0-2 oleh Korea Selatan yang saat itu ditangani Shin Tae-yong.
Salah satu kelemahan Jerman yang bisa dieksploitasi Skotlandia adalah pola permainannya sendiri yang lebih ofensif yang membuat mereka tergoda untuk sering maju sehingga meninggalkan lubang, terutama lapangan tengah.
Jerman mungkin akan memasang duet gelandang tengah, Robert Andrich dan Toni Kroos, dalam formasi 4-2-3-1, untuk menyangga kuartet serang berujungkan striker tunggal yang mungkin diperankan oleh Kai Havertz, sedangkan Ilkay Guldogan berada tepat di belakangnya sebagai striker kedua.
Nagelsmann yang memuja "genpressing" akan menginstruksikan timnya terus menekan, termasuk begitu kehilangan bola. Tapi dia harus ingat, Skotlandia memiliki pemain yang akrab dengan filosofi sepak bola itu, yakni Andy Robertson, yang dilatih mantan pelatih Liverpool, Juergen Klopp, yang juga pemuja "gegenpressing".
Robertson dan Anthony Ralson yang mengisi sayap pertahanan Skotlandia, akan berdiri sejajar dengan duet gelandang Callum McGregor dan Scott McTominay, sedangkan Che Adams bisa menjadi ujung dari trisula serangan Skotlandia, dalam formasi 3-4-2-1.
Dalam pandangan ini, laga Sabtu dini hari ini nanti adalah tentang bagaimana kedua tim menguasai lapangan tengah.
Jerman lebih diunggulkan dan lebih superior, apalagi lini tengahnya dikomandoi jenderal lapangan tengah nan berpengalaman, Toni Kroos, tapi terlalu dini untuk mengatakan Jerman akan menang mudah.
Namun demikian, Skotlandia mungkin pada akhirnya harus realistis bahwa mencuri satu poin akan cukup membantu mereka dalam memelihara asa mencapai fase gugur Piala Eropa pertamanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Grup itu juga diisi oleh Skotlandia, Hungaria dan Swiss.
Kefavoritan Jerman bukan semata karena Die Mannscahft tampil di negerinya sendiri dalam Piala Eropa edisi tahun ini.
Hal itu juga karena performa Jerman belakangan ini yang bisa menggentarkan Skotlandia yang akan segera mereka hadapi Sabtu dini hari nanti pukul 02.00 WIB di kendang tim sepak bola tersukses di Jerman, Bayern Muenchen, di Allianz Arena.
Jerman tak terkalahkan dalam empat laga terakhir, termasuk mengalahkan Prancis dan Belanda, dalam dua laga persahabatan akhir Maret lalu.
Nagelsmann memang mewarisi tim yang mentalnya sempat jatuh ke titik nadir setelah terlempar dari fase grup Piala Dunia 2022.
Tapi Nagelsmann bisa meniru Juergen Klinsmann yang sukses menyuntikkan energi bangkit pada skuad Die Mannscahft sampai bisa mementahkan segala perhitungan buruk, dengan mencapai semifinal Piala Dunia 2006.
Bukan tak mungkin, kecacatan justru membuat Nagelsmann bisa mengubah Manuel Neur cs menjadi kekuatan yang membubat Jerman mengangkat trofi Piala Eropa yang keempat kalinya.
Selain dibekali kedalaman skuad yang baik kendati sejumlah pemain top absen karena berbagai alasan, Jerman bisa berharap kepada keterampilan Nagelsmann dalam meracik tim.
Pelatih ini dikenal serba bisa dan senang sekali dengan permain menekan yang tak saja menomorsatukan penguasaan bola tapi juga kegigihan dalam mencari bola Ketika lawan menguasainya. Filosofi bermain bola semacam ini disebut dengan "gegenpressing".
Baca juga: Piala Eropa 2024: Kevin-Prince Boateng jadi Brand Ambassador untuk Berlin
Underdog
Tapi sama dengan Nagelsmann di Jerman, Skotlandia juga berharap banyak kepada kepiawaian Steve Clarke yang menjadi pelatih pertama yang meloloskan Skotlandia dua kali berturut-turut ke Piala Eropa.
Selama fase grup, Clarke memandu timnya menapaki jalan sensasional menuju Euro 2024.
Clarke sukses membangun skuad yang memicu pemain-pemainnya menampilkan performa terbaiknya sampai menginspirasi klub-klub mereka, termasuk John McGinn di Aston Villa, dan Scott McTominay di Manchester United yang melesakkan tujuh gol dalam pertandingan Skotlandia selama kualifikasi Euro 2024.
Transformasi pada pemain-pemain asuhan Clarke membuat Skotlandia bisa membabat Spanyol yang juara Euro 2008 dan 2012, selain empat kemenangan lainnya selama kualifikasi Euro 2024.
Namun, kondisi Sabtu dini hari nanti mungkin akan lain. Skotlandia jelas menjadi underdog, tak saja karena bakal menghadapi teror tak henti dari pendukung tuan rumah, tapi juga memanggul beban lebih berat karena tersadung riwayat sepak bola yang lebih inferior ketimbang Jerman.
Laga di Muenchen dini hari nanti itu adalah pertemuan ke-18 antara Jerman dan Skotlandia. Dalam 17 pertemuan terdahulu, Jerman menang delapan kali termasuk dalam tiga pertemuan terakhir, sedangkan Skotlandia empat kali menaklukkan Jerman.
Pengalaman Jerman dalam mengarungi Piala Eropa juga jauh lebih dalam, baik dalam kepesertaan maupun dalam hal level kompetisi yang dilewati.
Jerman tak pernah absen dalam 13 edisi terakhir Piala Eropa, termasuk saat masih bernama Jerman Barat.
Mereka sudah tiga kali menjuarai Piala Eropa, yakni 1972 di Belgia, 1980 di Italia, dan 1996 di Inggris, selain hampir selalu mencapai semifinal turnamen sepak bola terbesar kedua setelah Piala Dunia itu.
Sebaliknya, Skotlandia baru empat kali mengikuti Piala Eropa, termasuk tiga edisi sebelumnya pada 1992, 1996 dan 2020 yang diadakan pada 2021 karena pandemi COVID-19.
Dalam tiga kali partisipasi sebelumnya itu, Skotlandia hanya menang dua kali dari total sembilan pertandingan. Mereka tak pernah bisa melewati fase grup Piala Eropa.
Lini tengah
Dengan statistik seperti itu, laga dini hari nanti itu bisa diandaikan sebagai pertarungan antara Daud melawan Goliat, atau mungkin antara gajah dan semut.
Tapi jangan salah, semut bisa merobohkan gajah, terutama karena lawan tak bisa melihatnya, dan kekompakannya, sementara gajah acap tak dapat melihat kelemahannya sendiri di depan semut.
Keadaan ini bisa membuat Skotlandia lebih leluasa dalam melihat dan mengeksploitasi kelemahan Jerman yang bisa saja merasa lebih kuat dan besar seperti gajah memandang semut.
Rasa semacam itu juga yang membuat Jerman tersungkur 1-2 di tangan Jepang pada Piala Dunia 2022, empat tahun setelah dipermalukan 0-2 oleh Korea Selatan yang saat itu ditangani Shin Tae-yong.
Salah satu kelemahan Jerman yang bisa dieksploitasi Skotlandia adalah pola permainannya sendiri yang lebih ofensif yang membuat mereka tergoda untuk sering maju sehingga meninggalkan lubang, terutama lapangan tengah.
Jerman mungkin akan memasang duet gelandang tengah, Robert Andrich dan Toni Kroos, dalam formasi 4-2-3-1, untuk menyangga kuartet serang berujungkan striker tunggal yang mungkin diperankan oleh Kai Havertz, sedangkan Ilkay Guldogan berada tepat di belakangnya sebagai striker kedua.
Nagelsmann yang memuja "genpressing" akan menginstruksikan timnya terus menekan, termasuk begitu kehilangan bola. Tapi dia harus ingat, Skotlandia memiliki pemain yang akrab dengan filosofi sepak bola itu, yakni Andy Robertson, yang dilatih mantan pelatih Liverpool, Juergen Klopp, yang juga pemuja "gegenpressing".
Robertson dan Anthony Ralson yang mengisi sayap pertahanan Skotlandia, akan berdiri sejajar dengan duet gelandang Callum McGregor dan Scott McTominay, sedangkan Che Adams bisa menjadi ujung dari trisula serangan Skotlandia, dalam formasi 3-4-2-1.
Dalam pandangan ini, laga Sabtu dini hari ini nanti adalah tentang bagaimana kedua tim menguasai lapangan tengah.
Jerman lebih diunggulkan dan lebih superior, apalagi lini tengahnya dikomandoi jenderal lapangan tengah nan berpengalaman, Toni Kroos, tapi terlalu dini untuk mengatakan Jerman akan menang mudah.
Namun demikian, Skotlandia mungkin pada akhirnya harus realistis bahwa mencuri satu poin akan cukup membantu mereka dalam memelihara asa mencapai fase gugur Piala Eropa pertamanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024