Madiun - Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun dan Dewan setempat saat ini sedang membahas rencana peraturan daerah (raperda) yang mengatur tentang retribusi pemakaman. Asisten Pemerintahan dan Pembangunan Pemkot Madiun, Andriono Waskito Murti, Rabu, mengatakan, dalam raperda tersebut nantinya akan membahas besaran retribusi untuk sewa tanah makam, pembongkaran makam, dan ukuran galian makam. "Saat ini kami masih melakukan sosialisasi rancangan peraturan ini kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada para pengelola makam. Peraturan ini dibentuk untuk mengendalikan besaran pungutan yang dilakukan oleh pengelola makam-makam yang ada di Kota Madiun," ujar Andriono kepada wartawan seusai sosialisasi sejumlah raperda retribusi Kota Madiun di gedung diklat setempat. Menurut dia, dalam raperda tersebut nantinya jika disetujui, besaran retribusi untuk sewa lahan pemakaman di Kota Madiun akan ditentukan sebesar Rp100.000 per mayat untuk tiga tahun. Sedangkan untuk mayat anak-anak sebesar Rp50.000 per tiga tahun. Sementara untuk pembongkaran makam, retribusinya adalah Rp250.000 per mayat. Sedangkan untuk ukuran galian makam, ditetapkan panjang 200 cm, lebar 100 cm, serta kedalaman 180 cm. Makam juga tidak boleh dikijing atau dipagar keliling kecuali batu nisan. Pihaknya menilai, besaran retribusi yang ditetapkan dalam raperda tersebut cukup wajar. Hal ini untuk menyiasati tingginya pungutan yang dibebankan kepada masyarakat oleh pengelola makam. Selama ini, retribusi pemakamam mengacu pada perda lama yang dibuat pada tahun 1981 dengan besaran hanya Rp5.000 per makam. Karena sangat kecil, maka pengelola makam berlomba-lomba menetapkan pungutan sendiri. "Besaran pungutan tersebut sudah tidak logis. Apalagi selama ini masih banyak pengelola makam yang merasa makam di kelurahan setempat adalah milik kelurahan. Padahal, makam kelurahan itu sebenarnya adalah aset kota. Selain itu, juga agar lebih hemat lahan karena ukuran makam telah ditetapkan," terang Andriono. Pihaknya menambahkan, dengan adanya penetapan retribusi yang bisa dikendalikan, maka bisa saja nantinya ada kucuran dana APBD dalam pengelolaan makam-makam umum yang ada di wilayah setempat. Sementara itu, anggota DPRD Kota Madiun dari Fraksi PKB, Marsidi Rosyid, menyatakan pesimistis raperda ini akan lolos menjadi perda. Sebab, secara internal dewan sendiri masih alot dalam membahas raperda ini. "Tarik-ulur soal raperda ini menyusul persoalan pemakaman yang tergolong dalam hajat sosial masyarakat. Apalagi saat ini besaran biaya pemakaman di Kota Madiun justru sudah lebih dari angka yang disebutkan dalam raperda," kata Rosyid. Menurut dia, rata-rata biaya sewa lahan makam selama ini mencapai Rp300.000. Dengan adanya perda ini bisa saja muncul persepsi biaya menjadi Rp400.000. Padahal kalau dicermati, retribusi Rp100.000 itu sudah termasuk biaya lain-lain. Hal lain yang menjadi persoalan, meski makam yang ada terletak di tanah milik Pemkot, namun pengelolaannya dilakukan oleh paguyuban-paguyuban tertentu. Masalah inilah yang juga harus dicermati bersama. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011