Demokrasi Indonesia kini dinilai dalam kondisi mengkhawatirkan berdasarkan sejumlah indikator. Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Sirojudin Abbas menyebut kualitas proses pemilu yang diwarnai berbagai dugaan kecurangan, dorongan pilpres satu putaran, serta pengabaian nilai-nilai etis demokrasi.

Untuk itu, dibutuhkan pelembagaan oposisi kritis untuk memulihkan demokrasi yang bermartabat. Sirojudin mengatakan, publik bisa mendorong sejumlah partai politik untuk memainkan peran itu, terutama partai-partai yang berada di luar koalisi pendukung pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

"Saat situasi memanggil seperti saat ini, diharapkan ada pelembagaan oposisi yang lebih steril. Misalnya, kenapa tidak kita dorong saja PDIP dengan kekuatan yang dimiliki untuk mulai mengambil sikap jelas dalam konteks penyelamatan demokrasi Indonesia ke depan," ujar Sirojudin dalam webinar nasional yang digelar Moya Institute bertajuk “Demokrasi Indonesia Terancam?” Kamis.

Ditegaskan Sirojudin, oposisi terhadap praktik kekuasaan yang mengabaikan nilai dan etika demokrasi, harus dilakukan. Terlebih, menurutnya, berbagai pihak telah mendorong pemakzulan.

"Ini tanda problem-nya sudah sangat serius. Publik masih bisa mendorong institusi politik sebesar PDIP, Nasdem, PKS, PPP, dan PKB mengambil jalan tegas oposisi untuk menyelamatkan demokrasi. Ini dipastikan akan mendapat dukungan dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan dunia internasional," tegasnya.

Pendiri Setara Institute, Hendardi menilai vetokrasi mengalami penguatan di era pemerintahan Jokowi, merujuk pada veto dan pemblokiran aspirasi kolektif masyarakat oleh sekelompok orang. Vetokrasi di era Jokowi belakangan malah menjadikan proses legislasi di DPR menjadi ugal-ugalan hingga meruntuhkan independensi Mahkamah Konstitusi.


Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, ilmuwan politik yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia mengatakan, demokrasi Indonesia semakin terancam sejak Jokowi tanpa malu-malu memajukan putranya, Gibran, sebagai cawapres. Hal tersebutlah yang menjadikan Pilpres 2024 sebagai pesta demokrasi terburuk di era Reformasi.

"Adanya pembajakan oleh Jokowi dan keluarganya, melalui rekayasa hukum di MK dan berlanjut rekayasa politik, menjadikan 2024 ini akan tercatat sebagai pemilihan umum terburuk dalam sejarah Indonesia atau paling tidak pemilu paling tidak demokratis," ucapnya.

Menjawab pertanyaan, Ikrar menaruh harapan kepada pasangan capres-cawapres Ganjar dan Mahfud untuk memperbaiki regresi demokrasi dan hukum saat ini.

Pewarta: Ananto Pradana

Editor : Chandra Hamdani Noor


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024