Kementerian Agama Kabupaten Blitar, Jawa Timur, memberikan pendampingan kepada 17 santri penganiaya rekannya di salah satu pondok pesantren di Desa Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, hingga korban meninggal dunia.
"Kami koordinasi dengan stakeholder terutama dinas pemberdayaan, perempuan dan perlindungan anak untuk melakukan pendampingan pesantren, yang terutama mengembalikan trauma santri melalui trauma healing," kata Kepala Kemenag Kabupaten Blitar Baharuddin di Blitar, Rabu.
Ia mengatakan, dengan pendampingan itu diharapkan bisa mengembalikan rasa traumatis anak. Mereka bisa kembali ke situasi normal sehingga harapan ke depan cita-cita mereka bisa tercapai.
Dirinya menambahkan, kementerian agama juga telah menerbitkan tentang panduan pesantren ramah anak. Dengan panduan itu bisa sebagai bekal bahwa pendidikan pesantren betul-betul bisa menerapkan pendidikan yang membangun karakter anak.
Baca juga: Kemenag serahkan kasus kekerasan di MTS Blitar ke polisi
"Harapannya pendidikan pesantren itu betul-betul bisa menerapkan penyelenggaraan pendidikan yang membangun karakter anak, sesuai harapan orang tua menjadi salih, salihah," kata dia.
Pihaknya prihatin dengan kejadian yang menimpa salah satu santri putra di pesantren wilayah Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar itu. Ia berharap hal serupa tidak terulang lagi dan anak-anak bisa konsentrasi pada tugasnya untuk belajar.
Sementara itu, salah seorang pimpinan Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Blitar Gus Wafa Bahrul Alim mengungkapkan bahwa kejadian pengeroyokan itu sebelumnya tidak terpantau oleh pengurus pondok. Saat itu, situasi sudah malam dan pengurus pun capai, sehingga istirahat.
Pihaknya juga membawa korban ke rumah sakit termasuk memberitahu kepada orang tua korban hingga akhirnya korban dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.
Ia juga menyesalkan kejadian itu, apalagi hingga korban meninggal dunia. Menurut dia, korban adalah santri yang baik. Sedangkan anak-anak yang melakukan tindakan tersebut juga menyesal.
"Anak-anak melakukan tindakannya dengan motif membuat jera, tapi di luar ekspektasi. Mungkin nalurinya tidak sinkron sehingga kebablasan dan seketika langsung menyesal," kata Gus Wafa.
Kasus pengeroyokan santri itu ditangani Satreskrim Polres Blitar. Saat ini, polisi telah menetapkan 17 orang tersangka dalam kasus pengeroyokan santri hingga korban meninggal dunia tersebut. Mereka juga masih di bawah umur, antara 14-15 tahun. Korban juga masih di bawah umur.
Kendati menjadi tersangka, 17 tersangka itu tidak ditahan setelah mendapatkan jaminan dari keluarga serta berjanji tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti serta tidak mengulangi perbuatannya. Namun, mereka tetap diharuskan untuk wajib lapor.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Kami koordinasi dengan stakeholder terutama dinas pemberdayaan, perempuan dan perlindungan anak untuk melakukan pendampingan pesantren, yang terutama mengembalikan trauma santri melalui trauma healing," kata Kepala Kemenag Kabupaten Blitar Baharuddin di Blitar, Rabu.
Ia mengatakan, dengan pendampingan itu diharapkan bisa mengembalikan rasa traumatis anak. Mereka bisa kembali ke situasi normal sehingga harapan ke depan cita-cita mereka bisa tercapai.
Dirinya menambahkan, kementerian agama juga telah menerbitkan tentang panduan pesantren ramah anak. Dengan panduan itu bisa sebagai bekal bahwa pendidikan pesantren betul-betul bisa menerapkan pendidikan yang membangun karakter anak.
Baca juga: Kemenag serahkan kasus kekerasan di MTS Blitar ke polisi
"Harapannya pendidikan pesantren itu betul-betul bisa menerapkan penyelenggaraan pendidikan yang membangun karakter anak, sesuai harapan orang tua menjadi salih, salihah," kata dia.
Pihaknya prihatin dengan kejadian yang menimpa salah satu santri putra di pesantren wilayah Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar itu. Ia berharap hal serupa tidak terulang lagi dan anak-anak bisa konsentrasi pada tugasnya untuk belajar.
Sementara itu, salah seorang pimpinan Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Blitar Gus Wafa Bahrul Alim mengungkapkan bahwa kejadian pengeroyokan itu sebelumnya tidak terpantau oleh pengurus pondok. Saat itu, situasi sudah malam dan pengurus pun capai, sehingga istirahat.
Pihaknya juga membawa korban ke rumah sakit termasuk memberitahu kepada orang tua korban hingga akhirnya korban dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.
Ia juga menyesalkan kejadian itu, apalagi hingga korban meninggal dunia. Menurut dia, korban adalah santri yang baik. Sedangkan anak-anak yang melakukan tindakan tersebut juga menyesal.
"Anak-anak melakukan tindakannya dengan motif membuat jera, tapi di luar ekspektasi. Mungkin nalurinya tidak sinkron sehingga kebablasan dan seketika langsung menyesal," kata Gus Wafa.
Kasus pengeroyokan santri itu ditangani Satreskrim Polres Blitar. Saat ini, polisi telah menetapkan 17 orang tersangka dalam kasus pengeroyokan santri hingga korban meninggal dunia tersebut. Mereka juga masih di bawah umur, antara 14-15 tahun. Korban juga masih di bawah umur.
Kendati menjadi tersangka, 17 tersangka itu tidak ditahan setelah mendapatkan jaminan dari keluarga serta berjanji tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti serta tidak mengulangi perbuatannya. Namun, mereka tetap diharuskan untuk wajib lapor.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024