Surabaya - Forum Daerah Usaha Kecil Menengah Jawa Timur meyakini kebijakan Menteri Perdagangan menghentikan ekspor rotan ke sejumlah negara per Desember mendatang dapat menyelamatkan perekonomian nasional.
"Kami optimistis upaya tersebut sangat membantu para pelaku UKM khususnya yang bergerak di usaha mebel sehingga mereka semakin mudah mendapatkan bahan baku rotan untuk produknya," kata Ketua Forda UKM Jatim, Nur Cahyudi, di Surabaya, terkait dampak kebijakan Menteri Perdagangan menghentikan ekspor rotan bagi pengusaha UKM, Senin malam.
Menurut dia, sampai sekarang seluruh negara di penjuru dunia tak ada satupun yang mengekspor rotan mentah kecuali Indonesia. Lalu, Indonesia telah mengirim bahan baku rotan ke China sedangkan barang jadi rotan yang diproses di China dikembalikan ke pasar domestik.
"Kondisi ini sangat ironis, China menyerang industri rotan Indonesia dengan amunisi yang diperoleh dari dalam negeri," tegasnya.
Ia menilai, semakin melemahnya industri rotan di penjuru Nusantara juga dipengaruhi keberadaan bahan baku sintetis mengingat ketiadaan rotan asli.
"Akibatnya, selama ini mayoritas pengusaha yang bergerak di bidang usaha rotan beralih menggunakan bahan baku rotan sintetis China," katanya.
Ia percaya, dengan ditutupnya keran perdagangan ekspor bahan baku rotan ke seluruh negara maka volume ekspor produk rotan bisa tumbuh signifikan.
"Selain itu, pendapatan pengusaha khususnya UKM yang memproduksi produk dari bahan baku rotan semakin meningkat," katanya.
Di sisi lain, tambah dia, pascadibukanya ekspor rotan mentah atau setengah jadi pada tahun 2003 membuat kondisi usaha di dalam negeri mengalami masa keterpurukan dan semakin memburuk pada tahun 2010.
"Saat itu, banyak pelaku industri di Tanah Air gulung tikar," katanya.
Pada periode sama, total industri rotan skala besar di Jatim tersisa 10 persen dibandingkan jumlah mereka pada tahun 1990-an yang mencapai sekitar 90 perusahaan.
"Situasi itu juga tampak dari kebutuhan rotan Jatim yang hanya 7.000 ton per tahun atau turun dibandingkan permintaan pada tahun 1990-an sebesar 70.000 ton per tahun," katanya.
Di samping itu, lanjut dia, industri rotan merupakan salah satu industri padat karya sehingga saat produknya bisa diekspor dalam bentuk produk jadi maka keuntungan yang didapat lebih besar dibanding diekspor dalam bentuk mentah.
"Contoh, jika rotannya diekspor mentah maka nilai tambahnya hanya 1 dolar AS sedangkan dalam produk jadi bisa 10 dolar AS," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011