Oleh Abdul Hakim Surabaya - Kemacetan lalu lintas khususnya di kota-kota metropolitan menjadi persoalan serius hampir di semua negara. Berbagai upaya yang terus dilakukan pemerintah untuk mengurai kemacetan tersebut, mulai dari membangun jalan tol, jembatan layang, "frontage road", "ring road" hingga transportasi massal seperti "busway", monorel dan trem. Kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang seoalah tidak pernah ada ujungnya, membuat pemerintah daerah setempat berupaya melakukan terobosan baru. Seperti halnya upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan membangun sistem transportasi massal berupa trem (kereta api dalam kota yang dijalankan oleh tenaga listrik atau lokomotif kecil) dan monorel (kereta api yang berjalan di atas rel tunggal). Untuk mempersiapkan rencana tersebut, Pemkot Surabaya mau tidak mau harus mencontoh negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah menerapkan sistem tersebut. Seperti halnya di Kota Bangkok, Thailand yang kini telah menerapkan moda transportasi "Bangkok Mass Transit System" (BTS) atau Skytrain yang bergerak di atas rel melintas udara kota, dan "Mass Rapid Transport" (MRT) yang meluncur di kedalaman bumi. Jalur BTS memiliki 32 stasiun di dua jalur trayek, yakni Sukhumvit-Bearing, dan jalur trayek Silom yang menghubungkan kawasan Silom dan Sathon Road di pusat Kota Bangkok. Panjang total jalur BTS adalah 55 kilometer, dan perhari BTS mengakomodasi pergerakan 500.000 warga kota. Kecepatan rata-rata kereta layang ini adalah 35 kilometer perjam, dan bisa ngebut sampai 80 kilometer perjam. BTS sendiri beroperasi setiap hari antara pukul 6 pagi sampai tengah malam. Sedangkan untuk ongkos naik kereta tergolong murah, antara 15-40 baht (Rp4.500-Rp 12.000) sekali jalan. "Transportasi kota di sini (Thailand) sedikit lebih baik dari Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini," kata Wakil Dubes RI di Thailand, Primanto Hendrasmoro pada saat menyambut rombongan dari Pemkot Surabaya di KBRI Bangkok, beberapa hari lalu. Diketahui pada awal 1990, tingkat kemacetan lalu lintas di Kota Bangkok digolongkan ke dalam kondisi sangat parah, sehingga terbuka wacana untuk membangun konstruksi moda transportasi yang dapat mengurangi tingkat kepadatan jalan raya. Namun pada 1992 rencana tersebut dihentikan karena adanya intervensi politik dari pemerintah Thailand. Pemerintah Thailand pada waktu itu lebih menaruh perhatian pada pengembangan konstruksi jalan raya dan "highways". Dengan adanya penambahan dan pelebaran lajur jalan raya meningkatkan minat penduduk kota untuk membeli kendaraan pribadi, sehingga kondisi kepadatan lalu lintas di Kota Bangkok menjadi semakin tidak terkendali. Dengan kondisi kemacetan lalu lintas yang semakin parah, pemerintah Thailand membuka kembali wacana rencana pembangunan BTS. Dengan dilakukan beberapa perubahan rute perjalanan dan penggunaan teknologi kereta yang canggih dari Siemens, pembangunan moda transportasi ini pada akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1999. Moda transportasi ini memiliki dua jalur yaitu BTS Sky train-jalur hijau tua: jalur Silom (Saphan Taksin- National Stadium) dan jalur hijau muda: jalur Sukhumvit (On-nut - Mochit). Di stasiun Siam Central Interchange, penumpang dapat berpindah dari jalur kereta hijau muda ke jalur kereta warna hijau tua. Untuk memudahkan perpindahan calon penumpang, setiap stasiun Skytrain dilengkapi anak tangga maupun escalator bahkan terdapat ramp yang dapat digunakan oleh calon penumpang yang menggunakan kursi roda. Dengan jumlah stasiun 23 buah, BTS Skytrain mampu memindahkan lebih dari 500.000 penumpang per hari. Dengan keberhasilan moda transportasi Skytrain yang dapat memindahkan ratusan ribu penumpang per hari, pemerintah Thailand kemudian mengembangkan moda transportasi bawah tanah atau moda transportasi yang biasa dikenal MRT. Pembangunan konstruksi MRT yang berada 30 m dibawah tanah tersebut dimulai pada tahun 1996 dan sempat mengalami beberapa rintangan yang cukup berarti antara lain krisis ekonomi yang menghantam wilayah Asia Tenggara pada tahun 1997 dan sulitnya pembangunan konstruksi bawah tanah di kota Bangkok yang berada di daerah rawa-rawa. Namun, pembangunan Bangkok Metro dengan jalur "Blue Line" dapat diselesaikan pada tahun 2004. Adapun jalur yang dipakai MRT adalah "Blue Line" membentang sepanjang 21 kilometer dari daerah Bang Sue ke Hua Lamphong (stasiun kereta api tujuan luar kota) dengan total 18 stasiun pemberhentian. Terpadu Pemerintah Thailand membangun sebuah sistem transportasi terpadu di Kota Bangkok untuk mempermudah perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan beberapa moda transportasi. Salah satu contohnya terdapat dua buah stasiun "interchange" yang dapat mempermudah penumpang untuk berpindah dari MRT ke Skytrain di stasiun MRT Sukhumvit dan Silom. Kemudian apabila tujuan salah satu penumpang adalah melintasi sungai Chao Phraya dengan naik perahu mesin yang berangkat dari pier/dermaga Saphan Taksin, maka penumpang tersebut dapat menggunakan Skytrain jalur Silom dan berhenti di stasiun Saphan Taksin, dan setelah menuruni beberapa anak tangga, dermaga perahu dengan mudah terlihat dan ditemukan. Menurut Primanto, dengan adanya sistem transportasi terpadu akan memudahkan para wisatawan asing melihat keindahan Kota Bangkok, sebagai ibukota negara Thailand yang terkenal dengan sebutan negara seribu pagoda, memiliki situs-situs budaya yang menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata terpopuler di dunia, yaitu Grand Palace, Wat Arun, Wat Pho, Wat Phra Kew, pasar terapung Damnoen Saduak dan masih banyak lagi. Dalam usaha untuk meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan asing dan menurunkan tingkat polusi udara dan kepadatan lalu lintas, pemerintah Thailand telah mengembangkan moda-moda transportasi yang terpadu dan saling mendukung (multi moda transportasi), sehingga terbentuk sebuah sistem transportasi yang baik. Saat ini Kota Bangkok telah memiliki beberapa moda transportasi unggulan seperti halnya moda transportasi air berupa perahu mesin melintasi sungai Chao Phraya yang eksotik, moda transportasi Skytrain dengan konstruksi di atas jalan raya, moda transportasi MRT, kereta api antar kota, bus antar kota maupun kendaraan tradisional Thailand beroda tiga yang dikenal dengan sebutan Tuk-tuk. "Dulunya di Thailand banyak rawa-rawa, sehingga pemerintah setempat memanfatkannya untuk transportasi air atau sungai. Banyak warga yang menggunakan fasilitas tersebut," tuturnya. Uniknya, lanjut dia, pemerintah Thailand tidak puas hanya memanfaatkan sungai untuk transportasi air melainkan juga untuk keperluan bisnis atau pasar. Bahkan Thailand saat ini memiliki banyak banyak pasar terapung seperti Damnoen Saduak dan Pattaya Floating Market. "Thailand di tahun 70-an sempat belajar ke Indonesia, tapi kini kita kalah menerapkan jaringan transportasi melalui skytrain," ujarnya. Pemerintah Bangkok, lanjut dia, berhasil mengurai kemacetan sejak tahun 90-an. "Sekarang lebih baik karena juga dibantu moda transportasi dan pembangunan sejumlah jalan layang," ujarnya. Saat ditanya soal pembebasan lahan untuk membangun infrastruktur moda transportasi berupa BTS dan MRT, Primanto mengatakan pembebasan lahan tidak terlalu bermasalah karena sudah di atur dalam perundang-undangan. "Saya kira untuk kepentingan publik yang lebih luas, ada UU yang mengatur sehingga tidak ada konflik kepentingan," katanya. Sekretaris I Fungsi Pendidikan, Sosial dan Budaya KBRI Suargana Pringganu menambahkan banyak warga atau pekerja yang memilih menggunakan transportasi baik BRT, MRT, bus maupun transportasi sungai. "Di sini naik motor lebih mahal, motor harus memakai bensin. Pemerintah setempat juga tidak mensubsidi bensin sehingga harga bensin mahal," ujarnya. Selain itu, lanjut dia, kebanyakan kendaraan bermotor khususnya untuk angkutan umum di Thailand menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti gas. Namun, ada juga yang tetap menggunakan bahan bakar bensin namun untuk kalangan kendaraan pribadi. "Kalau warga tinggalnya di pinggiran kota, biasanya jika berpergian jauh memakai kendaraan bermotor sampai stasiun terdekat setelah itu menggunakan BRT hingga tempat tujuan," paparnya. Sedangkan untuk tarif BRT maupun MRT, Pringganu mengatakan relatif terjangkau. Besaran tarif tergantung jarak dekatnya tujuan. "Untuk skytrain tarif terendah 15 bath sejauh 40 km," katanya. Mendapati hal itu, Ketua Rombongan Pemkot Surabaya Dayu Kade Asritami mengaku kagum dengan teknologi transportasi yang diterapkan di Bangkok. Tentunya hal ini bisa dipelajar Pemkot Surabaya yang berencana membangun monorel dan trem. "Ini yang perlu dipelajari Surabaya, selain mengurai kemacetan tentunya juga bisa memberikan rasa aman dan nyaman kepada penumpang saat naik BRT maupun MRT," kata Dayu yang juga menjabat sebagai Kasubag Layanan Informasi Bagian Humas Pemkot Surabaya. Pemkot Surabaya sendiri saat ini telah menyiapkan rute transportasi massal jenis trem dan monorel yang akan dibangun pada 2012. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan, mengatakan, gagasan membangun sistem transportasi massal berupa trem dan monorel bertujuan mengatasi kemacetan yang hampir terjadi setiap hari di Surabaya. "Saat ini Pemkot sudah menyusun beberapa konsep untuk menunjang keberadaan alat transportasi massal itu," tukasnya. Menurut dia, untuk mendukung trem dan monorel, Pemkot membuat konsep rute yang akan dilewati, tempat pemberhentian atau halte, titik parkir atau "park and ride", misalnya, sebelum masuk Wonokromo berhenti dulu di "park and ride", setelah itu langsung naik angkutan kota. Rute trem di antaranya melintasi Jalan Raya Darmo, Jalan Urip Sumoharjo dan puter balik di kawasan Jembatan Merah Plaza (JMP). Jika mengacu pada luasnya Surabaya, rute yang dilewati trem memang tergolong pendek. "Sengaja demikian, karena proses pembangunannya dilakukan secara bertahap. Nanti semuanya akan dijangkau," ujarnya. Mengenai jalur monorel, ia mengatakan, pada awal pembangunan jalur yang disediakan hanya sebatas yang melewati arah Jalan Mayjen Sungkono sampai Pakuwon dan sekitarnya. "Desain sudah kami buat. Konsepnya sudah diwadahi di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dalam pola jaringan jalan," ucapnya. Untuk pengerjaan monorel, lanjut dia, Pemkot Surabaya akan bekerja sama dengan PT Kereta Api (KA) ataupun pihak-pihak yang lain. "Yang jelas kerja sama dengan pihak swasta. Investor internasional boleh," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011