Madiun - Jumlah personel polisi hutan (polhut) yang bertugas di Perum Perhutani Unit Jatim II Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun, masih minim dan belum sebanding dengan luas hutan yang harus diamankannya. Wakil Administratur KPH Madiun, Bambang Cahyo Purnomo, Selasa, mengatakan, jumlah personel polhut di KPH Madiun saat ini mencapai 300 orang. "Jumlah 300 personel tersebut dinilai masih minim dan belum ideal untuk karakteristik hutan di wilayah KPH Madiun yang luasnya mencapai 31.229,2 hektare," ujar Bambang di kantornya. Menurut dia, dengan jumlah personel dan luas hutan yang ada, selama ini satu polisi hutan bertugas mengamankan hutan seluas 100 hingga 150 hektare. Jumlah tersebut tentu masih jauh dari ideal. Idealnya, lanjut Bambang, satu polisi hutan di KPH Madiun bertugas mengamankan hutan seluas di bawah angka 100 hektare. Untuk mencapai hal itu, seharusnya ada peningkatan jumlah personel polisi hutan minimal 20 persen atau 50 orang lagi. "Sayangnya, kami tidak bisa serta-merta melakukan penambahan personel polisi hutan. Hal ini menyusul Perum Perhutani yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), sehingga penambahan karyawan disesuaikan dengan keuangan perusahaan, bukan ditentukan pusat," terang Bambang. Meski memiliki jumlah polisi hutan yang minim, pihaknya tidak ingin berkecil hati. Bambang mengaku akan melakukan pengamanan hutan semaksimal mungkin sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. "Kami akan bekerja semaksimal mungkin dari jumlah personel yang ada. Di samping memaksimalkan aset yang ada, kami juga secara bertahap mengajukan penambahan personel ke atasan," kata Bambang. Selain bertugas secara maksimal, untuk membantu kekurangan personel yang ada, KPH Madiun juga melibatkan warga tepian hutan untuk ikut serta dalam menjaga hutan. Keterlibatan warga tepian hutan tersebut diwujudkan dengan membentuk kelompok tani yang disebut masyarakat pengelola sumber daya hutan (MPSDH) atau lembaga masyarakat desa hutan (LMDH). Bambang menjelaskan, dengan MPSDH atau LMDH, Perum Perhutani ingin melakukan sistem pengelolaan hutan bersama rakyat. Dengan sistem tersebut, Perhutani ingin memberdayakan warga tepian hutan untuk ikut menjaga hutan, juga untuk meningkatkan taraf perekonomian warga sekitar. "Dengan adanya kelompok tani seperti itu, baik perhutani dan warga akan saling memperoleh keuntungan. Perhutani akan dibantu dalam penjagaan hutan dan warga akan terbantu dalam hal mata pencaharian," kata dia. Selain itu, keuntungan juga diwujudkan dengan bagi hasil hutan dalam bentuk kayu dan nonkayu. Bagi hasil hutan dalam bentuk kayu adalah keuntungan masyarakat yang diperoleh dari keikutsertaannya dalam menjaga hutan, sedangkan bagi hasil dalam bentuk nonkayu diperoleh dari kegiatan bercocok tanam dibawah tegakan hutan yang merupakan wilayah Perhutani. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011