Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati menuntut pemerintah untuk menyelamatkan seorang TKI, Tuti Tursilawati yang terkena eksekusi hukuman mati di Arab Saudi.
"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus melakukan diplomasi tingkat tinggi dengan Raja Arab untuk membebaskan Tuti Tursilawati dari hukuman mati," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemerintah harus bisa memaksa Arab Saudi untuk menghentikan praktik hukuman mati, khususnya terhadap warga negara Indonesia.
Hal itu didasarkan pada sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta Pemerintah Arab Saudi untuk melakukan moratorium dan penghentian hukuman mati, setelah memancung delapan buruh migran Bangladesh secara bersamaan.
"Kalau pemerintah serius melakukan diplomasi saya kira akan mendapat dukungan dari dunia," ucap Anis seraya mengatakan sampai sejauh ini dirinya melihat tidak ada keseriusan dari pemerintah.
Kendati demikian, pihaknya akan terus mendesak pemerintah untuk membebaskan Tuti dari hukuman mati.
Ia menyebutkan, tidak hanya Tuti yang mendapatkan eksekusi hukuman mati, melainkan ada tujuh TKI lainnya yang terkena hukuman serupa. Bahkan, ada sekitar 43 buruh migran yang terancam hukuman mati.
"Masalah buruh migran atau TKI ini tidak bisa dianggap sepele. Pemerintah harus memberikan perhatiannya kepada TKI yang terancam hukuman mati," ucap Anis.
Ia menilai Satgas Pembelaan untuk TKI yang terancam hukuman mati yang dibentuk oleh pemerintah tidak memperlihatkan hasil kinerja signifikan. Padahal, satgas itu dibentuk untuk memberikan pembelaan TKI yang terkena dan terancam hukuman mati.
Anis beranggapan, pemerintah diskriminasi dalam mengatasi persoalan TKI. Hal itu dilihat ketika para buruh migran yang terlantar di bawah jembatan dipulangkan dengan menggunakan kapal, sementara ketika terjadi kerusuhan, keluarga diplomat, mahasiswa mereka angkut dengan pesawat.
Tak hanya itu, pemerintah juga hanya bersikap reaktif bila terjadi kasus yang menimpa TKI.
"Dalam kasus Ruyati, pemerintah melayangkan nota protes ketika mau dieksekusi. Kemana ketika mereka sedang menjalani proses hukum," ujarnya.
Kepala negara juga tidak pernah melakukan diplomasi tingkat tinggi, seperti Filipina ketika nyawa warga negara sedang terancam kritis.
Anis menambahkan apa yang dialami oleh Tuti hampir sama dengan yang dialami oleh Darsem.
"Dia adalah korban dari kebiadaban majikan, sering mengalami tindak kekerasan seksual. Ketika dalam upaya membela diri itulah, menyebabkan konflik yang berujung pada terbunuhnya majikan pada 11 Mei 2010 itu," paparnya.
LSM yang tergabung dalam aliansi itu, antara lain, KontraS, Migrant Care, Imparsial, ELSAM, ANBTI, ICW, KWI, Demos, dan Wahid Institute.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011