Keranjingan gawai dan media sosial telah membuat banyak warganet lupa daratan dalam beraksi membuat konten. Segala hal bisa dilakukan demi ngonten, dari yang receh, kocak, hingga yang menantang bahaya dan bertaruh nyawa. Bukan hal mudah, untuk memahami polah tingkah warganet yang melampaui takaran nalar itu.
Meregang nyawa hanya gara-gara membuat konten, sungguh sebuah pengorbanan percuma. Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Profesor Bagong Suyanto pun angkat pendapat mengenai kegilaan warganet dalam membuat konten medsos ini.
“Itu perilaku keranjingan. Perilaku adiktif pada gadget dan media sosial,” kata dia.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unair itu menjelaskan bahwa perilaku nekat warganet dalam membuat konten itu memiliki berbagai motivasi.
“Tujuannya bisa macam-macam. Salah satunya untuk eksis di dunia maya, untuk mencari fans,” jelas Prof. Bagong.
Eksis di dunia maya bagi banyak warganet merupakan sebuah capaian yang membanggakan.
Pada bagian lain, laman resmi Universitas Airlangga Surabaya turut menyoroti fenomena online sharing behavior. Yaitu viralnya sebuah konten karena banyak orang yang membicarakan dan membagikannya ke para pengguna lain hingga konten itu tersebar ke berbagai kanal media sosial, bahkan sampai diangkat oleh stasiun televisi nasional.
"Ketika kita membagikan konten online, kita telah ikut berperan membuat konten tersebut menyebar dari mulut ke mulut melalui media sosial atau biasa dikenal sebagai E-WOM (Electronic Word-of-Mouth),” tulis laman Unair.
Masih menurut sumber yang sama, E-WOM memiliki efek berantai bagaikan virus yang menginfeksi satu orang ke orang lain yang membuat konten tersebut menjadi viral.
Menjadi viral dan terkenal, memperoleh popularitas dengan cara instan, barangkali kemudahan teknologi itu menggiurkan banyak orang hingga mereka kecanduan ngonten.
Mengutip data dari We Are Social 2020, orang Indonesia rata-rata mengakses media sosial selama 3 jam 26 menit per hari. Durasi akses medsos itu menggambarkan betapa media sosial telah menjadi barang wajib dalam kehidupan masyarakat.
Penelitian The New York Times, Customer Insight Group, dan Latitude Research pada 2020 menemukan bahwa secara psikologis ada lima faktor yang membuat warganet membagikan konten di media sosial.
Pertama, konten yang dirasa bernilai, mencerahkan, dan menghibur. Kedua, konten yang mempertegas dan mengaktualisasikan diri sendiri. Ketiga, konten yang bisa terhubung dengan suatu kelompok. Keempat, konten yang bisa memperoleh pengakuan dari orang lain. Dan kelima, konten yang bisa mendukung sesuatu yang sedang diperjuangkan banyak orang atau merek yang mereka sukai.
Apa pun motivasi yang mendasari warganet dalam membuat konten untuk disebarluaskan, faktor keamanan dan keselamatan semestinya menjadi hal terpenting yang dipikirkan sebelum beraksi.
Seharga nyawa
Mungkin sulit diterima bila untuk membuat konten saja seseorang rela bertaruh nyawa. Namun nyatanya demikian adanya, korban telah berjatuhan di berbagai daerah, mereka mati sia-sia saat beraksi demi sebuah konten medsos. Contoh berikut hanyalah beberapa di antaranya.
Maraknya aksi pengadangan truk di jalan raya oleh para remaja telah menelan banyak korban. Setidaknya kecelakaan saat ngonten itu terjadi di Bogor, Bekasi, dan Tangerang.
Dua orang remaja melakukan aksi berbahaya di Jalan Raya Exit Tol Gunung Putri, Bogor, Sabtu 14 Januari 2023. Nahas, salah seorang remaja tersebut tewas di tempat karena sopir truk kesulitan untuk mengerem kendaraan besarnya.
Remaja FA (13) tewas tertabrak truk saat sedang membuat konten aksi pengadangan di Cikarang Utara, Bekasi, pada Juli 2021. FA dan teman-temannya sering membuat konten serupa, dan saat celaka itu adalah yang kedelapan kalinya.
Seorang remaja berusia 18 tahun, A, tewas mengenaskan karena tertabrak truk besar Mitsubishi Fuso saat dia mengadangnya. Jasad korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di salah satu warung es di Jalan Pertigaan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Sabtu 17 Juni 2023.
Ada pula wanita yang berniat membuat konten pura-pura gantung diri, tapi malah benar-benar terjadi. Wanita berinisial W (20) nahas tewas tergantung di seutas tali di rumah kontrakan di Desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu 1 Maret 2023, pukul 21.30 WIB.
Dan yang paling baru, seorang pria asal Garut, Deni (53), sekujur tubuhnya gosong dan mengalami luka bakar usai tersengat arus listrik di sebuah tower saluran udara tegangan tinggi (sutet) di kawasan perkebunan PTPN VIII Papandayan di Kecamatan Pamulihan, Selasa 4 Juli kemarin. Korban memanjat tower sutet itu demi ngonten dan berswafoto.
Keranjingan
Bagai toserba (toko serbaada), media sosial menyajikan konten yang sangat beragam, yang sekaligus merepresentasikan profil warganet sebagai pengunggahnya. Ada konten edukatif, perniagaan, hiburan, banyak pula yang receh, hingga penipuan bahkan aksi jual diri pun menggunakan mimbar media sosial.
Seperti dua sisi mata uang, positif atau negatif amat bergantung pada siapa pengguna dan bagaimana memanfaatkannya. Banyak yang menebar kebaikan dengan konten inspiratif, namun kalah banyak dengan bertebarannya konten receh tak berfaedah tapi viral. Motivasi para penggunanya juga beragam, mulai dari mencari sensasi, popularitas, berburu cuan, sampai melakukan kejahatan. Maka kualitas tingkat literasi masyarakat perlu diperbaiki agar mampu menyaring dan hanya memilih konten yang baik untuk ditonton.
Viralnya konten-konten receh yang tiada mengundang kebermanfaatan tentu saja mencerminkan bagaimana tingkat literasi warganet. Selera receh warganet juga yang rupanya telah merangsang para pembuat konten untuk melakukan aksi-aksi gila. Apalagi ketika jumlah penonton (viewer) dan pengikut (follower) turut mendatangkan keuntungan bagi akun pengunggah konten, makin menjadi-jadilah ajang perlombaan di jagat maya.
Bermunculan OKB (orang kaya baru) berkat media sosial, menyusul viralnya konten-konten yang mereka produksi. Hal itu menginspirasi banyak kalangan (termasuk yang belum berpengetahuan cukup) untuk berlomba menghasilkan uang dengan cara gampang. Syahwat ngonten pun akhirnya melahirkan para keranjingan.
Faktanya, keranjingan, kecanduan, atau tergila-gila mampu mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal di luar nalar. Maka sukailah segala sesuatu dalam kadar wajar, lakukanlah segala kesenangan secara masuk akal, agar kewarasan tetap terjaga dan akal sehat terpelihara.
Oleh karena itu, akal sehat dan adab sebagai pemandu membangun dan merawat peradaban manusia sudah seharusnya dikedepankan.
Pun ketika ngonten.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023